![]() |
Rombongan Pengurus Pusat Ikatan Alumni USU bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin berfoto bersama usai pertemuan di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis (4/9/2025) |
Nasib Rektor USU Muryanto Amin semakin miris. Setelah KPK menemukan adanya indikasi aliran dana korupsi proyek jalan ke kantongnya, kini para alumni USU yang bergabung dalam Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (PP IKA USU) juga ramai-ramai mempertanyakan soal asset kebun kepala sawit milik kampus yang luasnya mencapai 5.500 hektar di Mandailing Natal.
Masalah terkait kebedaaan lahan kebun sawit ini disampaikan langsung oleh rombongan Pengurus Pusat IKA USU saat bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin di Jakarta. Rombongan alumni yang hadir pada pertemuan itu dipimpin langsung oleh Ketua IKA USU, HR Muhammad Syafi'i atau yang akrab disapa Romo.
Romo merasa penting mengadukan masalah itu sebab keberadaan kebun itu pada dasarnya ditujukan untuk membantu operasional USU dan mendukung beasiswa mahasiswa yang memenuhi syarat.
"Karena itu, kami berharap proses hukum ini bisa berjalan segera,” kata Romo dalam akun Instagram pribadinya @romo.syafii, dikutip Kamis ( 4/9/2025).
Pertemuan dengan Jaksa Agung itu sebenarnya sudah berlangsung lama, sekitar pertengahan tahun lalu. Namun kembali dimunculkan karena ada makna penting di balik pertemuan itu mengingat saat ini USU sedang dalam sorotan.
Kala itu, Jaksa Agung Burhanuddin menyambut hangat kehadiran Romo dan tokoh alumni tersebut. Ada sejumlah masalah penting yang disampaikan Romo -- yang juga menjabat Wakil Menteri Agama – kepada Burhanuddin.
Salah satunya mengenai upaya hukum pengembalian aset lahan milik USU berupa kebun kelapa sawit seluas 5.500 hektar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
“Sejak beberapa tahun ini status lahan itu tidak jelas. Kabarnya ada perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) dengan pihak ketiga, tapi sistem kerjasama itu juga tidak transparan. Yang anehnya lagi, kebun seluas itu dikabarkan mengalami kerugian. Sangat tidak masuk diakal,” ujar salah seorang alumni USU.
Sekretaris Jenderal PP IKA USU, Muhammad Joni, membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurut dia, selain Ketum dan Sekjen, hadir pula sejumlah pengurus PP IKA USU, di antaranya Ketua Bidang Dr. Regina Teti Hutapea, Wasekjend Chairul Munadi, serta Prof. Dr. Hasim Purba yang tergabung dalam tim Romo.
"Dalam pertemuan itu, Romo menyampaikan pentingnya pengembalian lahan tersebut untuk mendukung operasional USU. Hasil pemanfaatan kebun sawit diharapkan bisa membantu anggaran beasiswa bagi mahasiswa USU yang memenuhi syarat," kata Joni.
Joni menegaskan, IKA USU sebagai bagian dari stakeholder universitas memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan kampus. Karena itu, organisasi alumni ikut mendukung langkah hukum yang ditempuh agar pengembalian aset bisa berjalan dengan kepastian hukum dan berkeadilan.
"USU dan Majelis Wali Amanat (MWA) sudah membentuk tim khusus untuk menangani persoalan ini. Kami berharap proses hukum bisa segera tuntas dan aset yang bernilai besar itu benar-benar bermanfaat untuk kemajuan universitas," ujarnya.
Pada pertemuan itu, Romo meminta Jaksa Agung untuk mengusut kasus tersebut sehingga masalahnya dapat selesai secepat mungkin.
Sebagai kampus terbesar di Sumatera Utara, USU memiliki lahan perkebunan kepala sawit yang cukup luas. Tidak hanya seluas 5.500 hektar yang ada di Mandailing Natal, tapi juga ada lagi seluas 555 hektar di Tambunan, Langkat. Kebun itu seharusnya menjadi areal pembelajaran bagi mahasiswa, di samping sebagai ladang usaha.
Hanya saja selama ini sistem pengelolaannya tidak jelas. Sejak USU di bawah kepemimpinan Rektor Muryanto Amin, pendapatan dari kebun itu sama sekali tidak transparan. Kabarnya Muryanto telah menyerahkan kepada pihak ketiga untuk mengelola, tapi anehnya, Muryanto justru menyetujui adanya pengajuan kredit sebesar Rp 228 miliar dari BNI kepada Koperasi USU.
“Ini yang aneh. Katanya kebun itu ditangani pihak ketiga, tapi kok ada pengajuan kredit dari Koperasi USU untuk perkebunan itu,” ujar seorang dosen senior di kampus tersebut. Terlebih lagi sejak 2012 dinyatakan kalau kebun itu mengalami kerugian.
Para Alumni USU menilai ada sesuatu yang janggal dalam kasus ini. Semestinya keberadaan kebun itu sudah bisa memberi masukan kepada kampus sehingga bisa membantu pembiayaan bagi mahasiswa.
Nyatanya, kampus tetap saja menerapkan biaya kuliah yang mahal kepada mahasiswa baru. Sampai-sampai ada sekitar 900 mahasiswa baru USU Angkatan 2025 yang tidak bisa mendaftar ulang karena tingginya biaya kuliah yang harus dibayar.
Bayangkan, untuk uang pembangunan saja, seorang mahasiswa baru bisa dikenakan hingga Rp50 juta, belum lagi biaya kuliah per semester yang mencapai Rp8 juta. Situasi ini terjadi hanya di bawah kepemimpinan Muryanto Amin.
![]() |
Jaksa Agung saat berbincang dengan pengurus pusat Ikatan Alumni USU membahas masalah aset kampus |
Untuk membantu kampanye Bobby pada Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Sumut 2024, Muryanto bekerjasama dengan Agus Andrianto yang kala itu menjabat Wakapolri.
Belakangan Agus mendapat promosi sebagai Menteri Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan atas jasanya membantu Bobby. Tentu saja Jokowi sebagai mertua berperan merekomendasikan sosok Agus kepada Prabowo.
Muryanto Amin juga telah menunjuk Agus sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU untuk periode 2025-2030. Tentu saja semua itu tidak lepas dari strategi untuk mempersiapkan Bobby kembali menang pada Pilkada 2029. Mereka juga tengah membangun konspirasi untuk mendukung kampanye Gibran pada Pemilu 2029. Setidaknya Gibran wajib menang di wilayah Sumut.
Tak bisa dibantah, Muryanto Amin, Bobby Nasution dan Agus Andrianto adalah satu cyrcle yang berencana ingin menguasai peta politik Sumut. Muryanto telah dipanggil KPK karena terkait menerima aliran dana kasus korupsi proyek jalan di Sumut. Sekarang ia juga harus mempertanggungjawabkan masalah pengelolaan asset perkebunan USU yang pendapatanya tidak jelas. ***