Kepercayaan publik kepada Lembaga kepolisian di bawah kepemimpinan Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menurun tajam sehingga Langkah reformasi di Lembaga Polri mutlak harus dilakukan. Oleh karena itu, Peneliti senior LSI Denny JA, Ade Mulyana, menilai Presiden Prabowo Subianto sangat pantas mengambil langkah tepat dalam membentuk Komite Reformasi Polri berkaitan dengan rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian menurut hasil survei terakhir bulan Juli 2025 LSI Denny JA sudah berada di angka 54,3 persen. Untuk ukuran lembaga penegak hukum yang berada di garis depan yang fungsinya melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat, angka itu sangat buruk,” kata Ade saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Ade menjelaskan, rendahnya kepercayaan publik ini disebabkan oleh berbagai peristiwa yang belum dituntaskan oleh pihak kepolisian. Mulai dari kasus kriminal hingga sikap korup yang dilakukan di internal institusi tersebut.
Yang lebih parah lagi, selama di bawah kepemimpinan Listyo, Polri kerap dijadikan sebagai alat bagi kepentingan politik penguasa, terutama di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sampai-sampai mencuat istilah ‘Partai Coklat’ untuk menggambarkan bagaimana keterlibatan POlri dalam politik di saat Pilkada dan Pemilu.
Keberadaan Partai Coklat ini kerap dimanfaatkan untuk memenangkan calon kepala daerah yang didukung Dinasti Solo.
Kemenangan Bobby Nasution pada Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024 juga tidak lepas dari peran Partai Coklat yang melakukan penekanan terhadap para kepala desa dan camat. Begitu juga dengan kemenangan sejumlah kepala daerah yang didukung Jokowi.
Keberadaan Partai Coklat ini sudah dibongkar banyak politisi ke permukaan, namun sama sekali tidak ada sanksi untuk Kapolri. Sampai sejauh ini Kapolri Listyo masih tetap berkuasa karena ia sosok yang selalu siap memenuhi apapun permintaan Jokowi.
“Banyak peristiwa yang melatarbelakangi sehingga kepercayaan terhadap Polri sangat rendah. Selain masalah politik, juga ada kasus teror terhadap media yang tidak selesai, pembunuhan masyarakat sipil oleh Polri, kasus penahanan demonstrasi yang sewenang-wenang, dan masih banyak lagi kasus lainnya,” ujarnya.
Maka itu, langkah melakukan reformasi Polri mutlak harus dilakukan. Tentu saja reformasi tidak dilakukan oleh orang dalam Polri, tapi harus melibatkan para ahli dari luar.
Di sisi lain, Ade juga menyoroti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri beberapa waktu lalu. Ia menilai pembentukan tim dari luar institusi Polri sangat penting guna mendorong perubahan yang efektif.
“Meskipun Kapolri sudah membentuk tim reformasi internal, menurut saya itu tidak efektif, seperti jeruk makan jeruk. Maka perlu ada tim dari luar instansi tersebut untuk membantu membuat peta perubahan dan perbaikan Polri ke depan,” jelasnya menegaskan.
Lebih jauh Ade turut menekankan pentingnya kepemimpinan yang jelas dalam Komite Reformasi Polri agar tidak terjadi tumpang tindih dengan tim internal Polri.
“Presiden Prabowo harus tegas menentukan siapa yang ditunjuk sebagai kepala Tim Reformasi Polri, supaya tidak terjadi tumpang tindih dengan tim internal, justru lebih bersinergi,” tuturnya.
Ade berharap tim reformasi segera dibentuk dan bekerja secara professional “Kita berharap tim tersebut segera dibentuk dan bekerja secara profesional dan transparan, untuk perbaikan Polri ke depan,” ujarnya. **(ini*)