-->

Pejabat Jalan Nasional Ungkap Tradisi Korup Proyek Jalan di Sumut, Minimal 1% untuk PPK

Sebarkan:


Heliyanto, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) - Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Utara
 memberikan kesaksian dalam sidang kasus korupsi proyek jalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Medan pada Kamis (16/10/2025)

Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Medan yang menghadirkan dua  kontraktor sebagai tersangka akhirnya membongkar tradisi korupsi dalam proyek jalan di Sumut. Tradisi ini sudah mengakar dan dianggap lazim sehingga tidak heran para pejabat pembuat komitmen biasanya mendapat fee ratusan juta untuk sebuah proyek.

Fakta ini diungkap oleh Heliyanto, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) - Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Utara. 

Heliyanto membongkar data-data ini saat ia dihadirkan sebagai saksi pada sidang terdakwa Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup dan anaknya Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Reyhan, Dirut PT Rona Na Mora Grup, pada Kamis (16/10/2025).

Pengakuan itu terungkap setelah majelis hakim mencecar terdakwa Kirun yang beberapa waktu lalu ditangkap KPK dalam kasus suap proyek jalan di Tapanuli bagian Selatan. Kirun mengaku ia terpaksa menyuap karena hal itu sudah kebiasaan.

“Sebelum menang tender dan sesudah menang tender harus ada setoran kepada pejabat terkait agar urusan lancar,” katanya. Jika suap itu tidak dilakukan, urusan akan dipersulit.

“Sementara kita kan ingin kerjasama jangka Panjang. Tidak hanya satu proyek, jadi suap untuk pejabat terkait adalah lumrah,” ungkapnya dengan gamblang.

Majalis Hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu serta  didampingi hakim anggota Y Girsang dan Viktor Simanjuntak kembali mencecar terdakwa dengan pertanyaan, “Kalau uang tidak diberikan bagaimana?”

“Ya, pasti  akan rumit masalahnya. Lagi pula kan kita perlu hubungan jangka panjang,” kata Kirun.

Mendengar penjelasan itu, Majalis hakim lantas menanyakan kepada saksi Heliyanto yang merupakan pejabat penerima suap dalam kasus proyek itu. Tanpa banyak membantah, Heliyanto mengaku kalau pernyataan Kirun itu benar.

“Itu sudah lazim Pak Hakim,” ujarnya.  

“Kalau tidak bagaimana,” tanya majelis hakim lagi.

“Ya, benar, pasti akan dipersulit!” balas Heliyanto yang kemudian tertunduk lesu.

Heliyanto sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai salah seorang penerima suap dari proyek jalan itu.  Ia mengakui sudah menerima komitmen fee sebesar Rp 1,05 miliar dari tiga proyek jalan senilai sekitar Rp 30 miliar yang dikerjakan perusahaan milik Kirun dan anaknya Reyhan.

“Iya benar, uang sejumlah tersebut saya terima melalui transfer ke rekening pribadi saya,” ujar Heliyanto di hadapan majelis hakim.

Heliyanto menjelaskan, uang tersebut diterima sebelum dan sesudah perusahaan terdakwa memenangkan proyek peningkatan jalan. Ia menegaskan bahwa inisiatif permintaan uang berasal darinya sendiri karena itu sudah merupakan aturan tidak tertulis, 

Yang menerima suap itu bukan hanya Helyanto sendiri. Pejabat lain juga mendapatkannya. Misalnya,  staf Heliyanto bernama Umar Hadi juga menerima uang Rp 143 juta dari Kirun yang disebut digunakan untuk biaya operasional kantor dan pembayaran tenaga honorer.

Tradisi suap itu, ujar Heliyanto, sudah menjadi kebiasaan di lingkungan Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut di mana setiap PPK (Pejabat Pembuat Komitmen ) akan mendapat minimal 1 persen dari nilai proyek yang dimenangkan.  Sedangkan Kepala Satker dan Kepala Balai bakal mendapat bagian lebih besar.

“Ini kebiasaan Pak. Pejabat PPK seperti saya biasanya dapat 1 persen dari nilai proyek, sedangkan Satker dan Kepala Balai lebih besar lagi karena jabatan mereka lebih tinggi,” ujarnya.

Selain mendapat suap dari  PT Dalihan Na Tolu Grup dan Dirut PT Rona Na Mora Grup,  Heliyanto juga mengaku menerima uang Rp115 juta dari PT Ayu Septa Perdana atas sejumlah proyek di lingkungan PJN Wilayah I Sumut.

Dalam keterangannya, Heliyanto menyebut bahwa diri menerima uang itu karena  diperintahkan oleh Kepala Satker PJN Wilayah I Sumut, Dikky Erlangga. Dikky pula yang meminta Heliyanto  untuk memenangkan perusahaan milik Kirun dan Reyhan.

“Saya ditugasi Pak Dicky untuk memenangkan perusahaan para terdakwa,” kata Heliyanto.

Untuk menindaklanjuti perintah itu, Ia lantas menugaskan stafnya Umar Hadi melengkapi dokumen perusahaan terdakwa serta berkoordinasi intens dengan Taufik Hidayat, staf Kirun.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Heliyanto menjadi PPK pada tiga proyek yang dimenangkan oleh PT DNG dan PT Rona Na Mora, yaitu Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI (2024) senilai Rp 17.584.905.519,70 dikerjakan oleh PT Dalihan Na Tolu Grup.

Lalu Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI (2025) senilai Rp 5.071.228.000 dikerjakan oleh PT Rona Na Mora Grup.

Dan terakhir Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI dan Penanganan Longsoran (2025) senilai Rp 7.393.333.000 dikerjakan oleh PT Dalihan Na Tolu Grup. Total nilai ketiga proyek tersebut mencapai Rp 30,04 miliar, dan seluruhnya berada di bawah koordinasi Heliyanto sebagai PPK.

Dalam sidang itu turut dihadirkan saksi lain yakni Rahmat Parulian, Stanley Cicero Haggard Tuappattinaja, dan juga Dicky Erlangga. Proses sidang itu banyak membongkar budaya suap menyuap dalam proyek jalan di Sumut.

Heliyanto,  Kirun dan Rayhan ditangkap oleh KPK pada 26 Juni 2025 lalu bersamaan dengan ditangkapnya Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut. Bedanya, Heliyanto menangani proyek jalan yang didanai APBN, sedangkan Topan Ginting terlibat dalam korupsi peroyek jalan yang didanai APBD Sumut.

Yang menarik, PT Dalihan Na Tolu Grup dan Dirut PT Rona Na Mora Grup adalah pengelola proyek untuk jalan nasional dan jalan provinsi di Tapanuli bagian Selatan. Tidak mengherankan, sebab dua perusahaan ini cukup besar dan sangat terkenal di wilayah itu.  

Kirun dan anaknya Rayhan adalah pengusaha kaya raya di bidang konstruksi untuk wilayah Tapanuli Selatan.  Kirun juga seorang politisi yang menjabat sebagai Bendahara Partai Golkar Tapanuli Selatan. Kirun inilah sosok yang telah memberikan suap kepada Topan Ginting untuk memperlancar urusan proyek jalan APBD Sumut.

Untuk suap proyek jalan provinsi, bisa jadi porsi suapnya lebih besar lagi karena nilai  proyek lebih besar. Masalah ini nanti akan terungkap dalam sidang Topan Ginting.**

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini