menangkap dan menahan dua mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dan pengalihan aset milik PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Regional I kepada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan PT Ciputra Land selaku pengembangan Perumahan Citraland. Lahan seluas 8.077 hektare itu dilego tanpa proses hukum yang jelas.
Keduanya pejabat itu adalah Askani selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut Tahun 2022-2024 dan Rahim Lubis, mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Tahun 2023-202. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Plh. Kasi Penkum Muhammad Husairi membenarkan penahanan kedua tersangka itu sesuai surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor PRINT-21/L.2/Fd.2/10/2025 untuk tersangka Askani dan Nomor PRINT-22/L.2/Fd.2/10/2025 untuk tersangka Rahim Lubis. Keduanya resmi ditahan sejak Selasa 14 Oktober 2025, selama 20 hari pertama ke depan. Status itun membuat mereka harus menginap di Rutan Kelas I A Tanjung Gusta Medan.
Adapun kasusnya adalah keterlibatan tersangka dalam menyalahgunakan kewenangan jabatannya. Keduanya diduga berperan dalam menerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT NDP. Sertifikat tersebut diterbitkan tanpa didahului kewajiban dari PT NDP untuk menyerahkan minimal 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB kepada negara, sebagaimana diatur dalam ketentuan revisi tata ruang. Sebelumnya status lahan itu Adalah Hak Guna Usaha (HGU), tapi kemudian diubah menjadi HGB.
PT NDP sendiri merupakan perusahaan kerja sama operasional PTPN 1 dengan PT Ciputra Land. Lahan yang seharusnya menjadi hak negara itu selanjutnya dikembangkan oleh PT Deli Megah Karya Realty (DMKR) sebagai bagian dari kawasan perumahan mewah Citraland. Akibatnya, negara kehilangan aset sekitar 20 persen dari total luas HGU yang diubah menjadi HGB, dan potensi kerugian keuangan negara masih dalam proses audit resmi.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi, penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terkait kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, penyidik masih terus mendalami dan akan kami sampaikan perkembangan selanjutnya,” ujar Plh. Kasi Penkum kejaksaan Tinggi Sumut, Husairi.
Husairi menegaskan, tidak dipenuhinya hak negara dalam proses pengalihan lahan itu menjadi penyebab adanya kerugian negara. Padahal keharusan menyerahkan 20% dari luas lahan kepada negara sudah diatur dalam Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021.
“Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, maka dapat menimbulkan potensi kerugian keuangan negara dalam jumlah signifikan,” ujar Husairi dikutip dari Antara.
Dari total luas tanah 8.077 hektare yang hendak dijadikan perumahan, baru sebagai lahan yang sudah berstatus HGB yang dibangun perumahan. Kejati Sumut belum mengumumkan berapa total kerugian negara dalam kasus ini. Dugaan tindak pidana dalam kasus ini diperkirakan terjadi sejak 2022, saat diterbitkannya HGB Citraland Elvetia pada 2022, Citraland Tanjung Morawa, dan Citraland Sampali. ***