-->

Sebelum Dilantik jadi Gubsu, Bobby sudah Otak Atik APBD Melalui Tim Transisi Bentukannya

Sebarkan:
Foto kenangan saat Bobby Nasution bersama pejabat kepercayaanya Topang Ginting saat memeriksa proyek jalan di Tapanuli Selatan. Proyek itu ternyata sarat kasus korupsi sehingga menyeret Topang sebagai tersangka.

Perdebatan tentang aliran dana hibah Rp41 miliar dari Pemerintah Provinsi Sumut kepada USU terus berkepanjangan. Sebagai Gubernur, Bobby Nasution mengaku aliran dana itu ditetapkan sebelum ia menjabat gubernur. Jadi ia tidak ingin dilibatkan soal kontroversi tersebut. Namun hasil penelusuran awak media ini membuktikan bahwa Bobby adalah sosok pemain utama dalam penyaluran dana itu.

Kok bisa? Maka Simak kronologi cerita berikut yang didapatkan Kajianberita.com dari pejabat internal di Pemprovsu. Sumber itu tahu betul bagaimana proses aliran dana itu diputuskan.

“Meski keputusan soal dana hibah itu ditetapkan di masa  Pj Gubernur Agus Fatoni, tapi sebenarnya keterlibatan Bobby di situ sudah jelas sekali,” ujar sumber tersebut.

Kisah otak-atik anggaran APBD 2025 itu bermula setelah berakhirnya proses Pilkada 2024 yang dimenangkan Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut. Setelah hasil akhir diumumkan KPU Sumut, Bobby langsung bergerak cepat membentuk tim transisi guna mengotak atik APBD 2025 agar sesuai  visi misinya.

Agus Fatoni setuju saja dengan keputusan itu karena ia memang sejak awal ditugaskan Kemendagri untuk membantu agar Bobby duduk sebagai gubernur. Lagi pula perubahan APBD itu nantinya akan dijalankan setelah Bobby resmi berkuasa.

Demi melancarkan misinya, Bobby membentuk Tim Transisi yang bekerja di lantai 10 Gedung Pemprovsu selama beberapa pekan untuk melakukan pergeseran APBD tersebut. Mereka terkadang bekerja  hingga dini hari.

Tim itu, antara lain terdiri dari  Ricky Siregar (kerabat dekat Bobby Nasution),  Yudha (Kala itu menjabat Sekretaris Partai Demokrat), Wahyu (dosen Fakultas Ekonomi USU),  Muryanto Amin (Rektor USU dan juga konsultan politik Bobby Nasution), Dicky Panjaitan  (Kepala Bappedalitbang) dan  Firsal Dida ( Ketua Kadin Sumut).

“Jadi memang sewaktu tim transisi bekerja, Bobby belum menjabat gubernur. Tapi dia sudah berkuasa kala itu dan meminta Agus Fatoni memberi ruang kepadanya untuk mengotak atik APBD Sumut. Apa yang dikerjakan tim transisi itu juga dilaporkan kepada Bobby. Jadi bohong kalau Bobby tidak tahu menahu soal perubahan APBD kala itu, sebab semua itu adalah perintahnya ” kata sumber tersebut.

Dari perubahan APBD itulah kemudian muncul alokasi dana ke berbagai proyek. Anggaran untuk proyek jalan diperbesar karena hal ini sesuai keinginan Bobby Nasution. Proyek jalanmenjadi primadona karena ada fee yang diperoleh dari pihak kontraktor.

Karena ada beberapa dari Tim Transisi itu yang  merupakan akademisi USU, sehingga muncul gagasan agar USU mendapat dana hibah sebesar Rp41 miliar.  Tentu saja usulan ini juga disetujui oleh Bobby Nasution.

Ketika Bobby dilantik pada Februari 2025, ia tinggal menjalankan kebijakan tersebut. Dalam perjalannya,  Bobby seakan mengaku hanya menjalankan kebijakan yang sudah ditetapkan di masa Pj Gubernur Agus Fatoni. Padahal beberapa bulan sebelum dilantik, ia sudah menugaskan tim Transisi bentukannya untuk mengotak atik APBD itu.

“Begitulah liciknya si Bobby itu untuk melepaskan tanggungjawab,” kata sumber tersebut.

Masalah perubahan APBD 2025 ini menjadi sorotan KPK karena terlihat jelas kalau proyek pembangunan jalan mengalami peningkatan signifikan. Awalnya APBD Sumut 2025 hanya mengalokasikan anggaran untuk proyek jalan Rp669,9 miliar karena adanya instruksi presiden soal efisiensi.

Namun di masa Gubernur Bobby Nasution, anggaran proyek jalan ditingkatkan hingga Rp1,2 triliun. Kasus proyek jalan ini yang kemudian menyeret Topan Ginting, kepala Dinas PUPR Sumut yang merupakan orang kepercayaan Bobby terjerat kasus korupsi.

Dalam pergeseran APBD itu, anggaran Rp41 miliar untuk USU juga mendapat sorotan karena penggunaannya sangat tidak transparan. Tak  heran jika sekelompok intelektual mengatasnamakan Himpunan Sarjana Hukum Sumut melakukan aksi unjukrasa di depan kantor Gubernur, Rabu (1/10/2025), menuntut transparansi dan akuntabilitas atas hibah tersebut. 

Anehnya lagi,  sempat  mencuat kabar kalau dana hibah itu untuk menyelesaikan proyek Gedung UMKM USU. Padahal proyek Gedung  UMKM itu juga tidak jelas juntrungannya. 

Aliran dana hibah itu menambah semrawut hubungan Bobby Nasution dan USU semasa di bawah kepemimpinan Rektor Muryanto Amin. Sebelumnya keduanya sudah beberapa kali menjalin kerjasama untuk membangun proyek infrastruktur di USU, tapi manfaatnya tidak jelas.

Misalnya untuk pembangunan kolam retensi di Jalan Dr Mansyur senilai ssekitar Rp20 miliar untuk mengatasi banjir. Nyatanya begitu kolam retensi selesai,  banjir tetap tidak tertanggulangi. Jalan Dr Mansyur selalu tergenang kalau hujan turun cukup lebat. Adapun kolam retensi justru tidak mampu menyerap air. Sia-sia.

Begitu juga dengan pembangunan Gedung Plaza UMKM USU yang menelan dana hingga Rp115  miliar. Sampai sekarang nasib gedung itu tidak jelas.

Kesemrawutan itu  menambah daftar panjang cacatan buruk kebobrokan Bobby dalam membangun daerah. Sebelumnya ia telah gagal total membangun Lapangan Merdeka Medan dan Stadion Teladan. 

Untuk lapangan Merdeka memang telah selesai, tapi kehancuran terlihat jelas di sana sini. Lantai basement areal itu justru menjadi kubangan air dan berbau busuk. Sama sekali tidak berfungsi.

Padahal dari sekitar Rp500 miliar anggaran proyek itu, sebagian besar untuk proyek bawah tanah. Sayangnya, proyek itu malah tak berfungsi sama sekali. Habis anggaran tanpa makna yang jelas.

Yang lebih parah adalah pembangunan Stadion Teladan. Sampai saat ini proyek itu mangkrak dan tidak jelas kapan selesainya. Rusak Medan dan Sumut kalau prilaku seperti ini terus dibiarkan tanpa kontrol..!***

 

 

 

 

 

"Kami mendesak Gubernur Sumut menjelaskan secara terbuka penggunaan dana hibah ini,” katanya



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini