Gereja Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) atau Ephorus, Pdt Victor Tinambunan, memastikan terus mengawal surat
rekomendasi penutupan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) yang berdiri di Desa
Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Surat itu sudah
dijanjikan bakal dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebagai
hasil perteuan selama dua jam rapat dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan
Oikumenis untuk Keadilan Ekologis dan perwakilan Masyarakat Adat di Kantor
Gubernur Sumatera Utara di Jalan Diponegoro, Senin (24/11/2025).
"Dasar pertimbangan untuk rekomendasi ini, kalau PT TPL tidak ditutup, Sumatera Utara ini tidak akan pernah tenang. Kami tidak akan pernah hidup tenang," ujar Victor seusai pertemuan.
Bukan hanya itu, tambah Victor, Pemerintah pun tidak akan bisa tenang untuk melakukan tugasnya karena dapat dilihat kenyataannya di masyarakat sampai sekarang, sudah 30 tahun lebih perusahaan bubur kertas itu beroperasi.
"Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, ya kami kawal rekomendasi sampai tutup," kata Victor.
Soal tahapan penutupan itu, menurut Victor, itu bisa didiskusikan, entah bulan enam (Juni) tahun depan ditutup, apakah setengah tahun ini fokus bicara pada teman-teman yang bekerja di situ, itu lain soal. Namun, memang pada akhirnya akan mengarah kepada penutupan. Tuntutan penutupan TPL sudah merupakan kebijakan bulat dari pimpinan HKBP sebagai organisasi agama terbesar di wilayah Tapanuli Raya.
"Sesudah ini tutup, satu yang mungkin pasti akan kerja keras untuk mengatasi hal-hal yang lain. Tetapi, dalam perjalanan jangka panjangnya, dia meyakini bahwa Sumatera Utara akan lebih sejahtera tanpa TPL. Ekonomi, Danau Toba akan lebih baik, sungai-sungai akan hidup kembali, kehidupan di Sumatera Utara akan jauh lebih baik," tutur Victor.
Namun, Victor kembali menegaskan, pada poin dalam surat ini betul-betul ada diktum, entah enam bulan, tetapi intinya harus rekomendasi ini berisikan tutup TPL. Jadi intinya, bahwa rekomendasi ini akan disusun bersama antara timnya Gubernur dengan Sekretariat Bersama (Sekber).
Dengan hasil pertemuan itu, Victor ingin supaya petani bebas mengolah lahannya untuk kelangsungan kehidupan. Dia meminta supaya jangan ada gangguan dari pihak TPL kepada masyarakat untuk mengerjakan ladangnya karena itu adalah kebutuhannya.
Sebagaimana yang sudah dijanjikan, Bobby Nasution akan menandatangani surat rekomendasi penutupan PT TPL, Senin (1/13/2025) minggu depan.
"Satu minggu ini. Tadi kami sepakat, jadi minggu depan biar bisa saya teken," kata Bobby usai rapat.
Durasi satu pekan itu untuk mempersiapkan sejumlah poin yang dilampirkan dalam surat rekomendasi penutupan operasional PT TPL sebelum dikirim ke Pemerintah Pusat. Poin-poin dalam surat rekomendasi nantinya merupakan hasil diskusi antara seluruh pihak, termasuk dari Sekber, Pemerintah Kabupaten, dan juga Forkopimda.
Salah satu poin di dalamnya yaitu pandangan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek, termasuk di antaranya soal tenaga kerja.
"Nah, hal-hal seperti ini nanti akan kami diskusikan sehingga menjadi satu rekomendasi yang baik dari pemerintah Provinsi ke Pusat," ucap Bobby.
Menurut dia, langkah itu sangat penting dan tidak terjadi asal cabut karena ada sektor bisnis secara menyeluruh. Dengan demikian, pandangan dari Pemerintah Provinsi secara data bisa dipertanggungjawabkan dan Pemerintah Pusat bisa secara logis dalam mengambil kebijakan.
Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Ekologis di Sumatera Utara, Pastor Walden Sitanggang, mengatakan selama rapat mereka mendalami keprihatinan di Tapanuli Raya, di wilayah Danau Toba, khususnya yang terdampak oleh PT TPL. Tidak hanya memaparkan data, Masyarakat Adat ikut mengisahkan bagaimana mereka sebagai korban mengalami kriminalisasi dan perampasan karena kerusakan ekologis atas operasional PT TPL.
"Kami melihat apresiasi dari Gubernur dan tadi beliau juga setuju, bahwa PT TPL ditutup atau dicabut izin operasionalnya," kata Pastor Walden.
Menurut Walden, sikap tersebut tentu berita yang sangat menggembirakan baginya bersama masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba di Tapanuli Raya, walaupun proses penyusunan rekomendasi masih akan bekerja sama membuat itu. Dia menambahkan, sebagai masyarakat yang langsung mengalami dampak negatif, tentu juga tidak menutup mata untuk melihat dari akibat, kalau perusahaan itu ditutup.
"Tentu ada pemikiran-pemikiran yang akan disampaikan supaya kami juga tetap harmonis," tutur Pastor Walden.
Rapat dilakukan setelah dua pekan sebelumnya, Senin (10/11/2025), ribuan masyarakat korban konflik dengan TPL dari Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Toba, Samosir, Simalungun, dan Dairi, melakukan demonstrasi ke kantor Gubernur Sumut.
Dalam aksi ini, massa membawa sejumlah alat peraga aksi, seperti gondang batak, ulos, hingga berbagai macam spanduk dan poster yang berisi tuntutan, termasuk "Selamatkan Tanah Batak, Tutup TPL".
Saat itu, Direktur Program Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Pasaribu, mengatakan ingin memastikan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menutup PT TPL.
"Kami ingin memastikan Gubernur menutup TPL. Sampai Gubernur datang menjumpai kami," kata Rocky Pasaribu dari atas mobil komando. Dia mengatakan, gerakan ini adalah gerakan kolektif dari warga yang sudah menderita akibat kekerasan dari perusahaan PT TPL.
Tak berani bersikap Berbeda
Bobby sendiri tampaknya tidak bisa mengelak dari tuntutan masyarakat Tapanuli raya yang mayoritas menuntut agar PT TPL segera ditutup. Bobby menyadari, massa yang menuntut penutupan TPL cukup banyak, apalagi Ephorus HKBP sudah menyuarakan yang sama.
Semula Bobby tetap bersikukuh mendukung agar PT TPL tetapo beroperasi mengingat perusahaan itu merupakan usaha yang membutuhkan investasi cukup besar. Ada sekitar 11 ribu tenaga kerja yang bekerja di perusahaan produsen bubur kertas itu di mana sebagian besar warga Sumatera Utara.
Kalau saja Perusahaan itu ditutup, dampaknya tentu sangat terasa bagi ekonomi daerah. PHK besar-besaran pasti akan terjadi.
Harus pula dipahami, PT TPL merupakan symbol bagi investasi di wilayah Sumatera Utara. Pemilik Perusahaan itu adalah konglomerat besar, Sukanto Tanoto. Jika operasional Perusahaan ditutup, bisa jadi akan memberi citra buruk bagi investasi di Indonesia. Tidak heran jika Pemerintah pusat cenderung terus mendukung berjalannya usaha itu.
Salah satu figur yang mendukung usaha PT TPL adalah Luhut Binsar Pandjaitan, yang sekarang menjabat Ketua Dewan Ekonomi nasional. Jika Bobby memilih berpihak kepada arus massa yang menuntut menutup PT TPL, maka ia harus Bersiap-siap berseberangan dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Padahal selama ini, semua orang tahu, yang mem-back-up Bobby di tingkat pusat adalah Luhut Pandjaitan ini. Luhut memang terkenal sebagai loyalis Jokowi.
Sejarah PT TPL
PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan yang memproduksi bubur kertas (pulp) dan rayon memiliki sejarah yang panjang dan kontroversial sejak berdiri di kawasan Toba. Awalnya perusahaan ini dikenal dengan nama PT Inti Indorayon Utama.
Perusahaan yang didirikan oleh konglomerat Sukanto Tanoto pada 26 April 1983 yang mulanya bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) ini selalu bermasalah dengan masyarakat lokal sejak awal terkait kepemilikan lahan dan pencemaran lingkungan. Keberadaan perusahaan ini juga kerap dituding berperan mencemari Danau Toba.
Akibat saling tuding itu, berkali-kali terjadi bentrok antara masyarakat lokal dan petugas PT IIU yang diujung aparat keamanan.
Seiring terjadinya gerakan reformasi pada 1998 di mana Pemerintah Orde baru mulai terpuruk di sana-sini, dukungan aparat keamanan kepada PT IIU mulai berkurang. Takut mendapat imbas dari gerakan reformasi itu, perusahaan ini akhirnya memutuskan tutup sejak 1998.
Pada penghujung tahun 2000, setelah gerakan reformasi mereda, PT IIU hadir kembali hadir dengan nama baru, yakni PT Toba Pulp Lestari. Nama baru ini diharapkan merefleksikan upaya perusahaan untuk membangun citra yang lebih ramah lingkungan. Luhut Binsar Pandjaitan adalah sosok yang berperan mendukung operasional kembali perusahaan ini.
Namun perubahan nama itu tidak membuat konflik selesai. Konflik lahan dan pencemaran lingkungan kembali terjadi sehingga aksi protes terhadap kehadiran perusahaan itu menggema lagi. Konflik kekerasan antara pekerja PT TPL dan masyarakat juga mencuat. Aparat keamanan kembali dituding berpihak kepada perusahaan itu.
Masyarakat akhirnya mengadukan masalah ini kepada Ephorus HKBP sebagai pimpinan agama terbesar di wilayah Toba. Setelah melalui beberapa pertimbangan, Ephorus HKBP, Victor Tinambunan bersama sejumlah tokoh Kristen lainnya menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk segera menutup operasional PT TPL.
Permintaan ini yang menjadi polemic sampai sekarang. Masyarakat dan para tokoh HKBP memutuskan bahwa penutupan PT TPL adalah keputusan final, sedangkan pemerintah harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan investasi. Bobby sempat menolak tuntutan penutupan itu. Tapi setelah melihat kuatnya desakan massa yang bergerak Bersama tokoh HKBP, Bobby tak kuasa melawan.
Bagaimana pun juga, Bobby tetap melihat aksi massa itu untuk kepentingan politiknya ke depan. Bobby saat ini sedang berupaya merajut kemesraan dengan tokoh HKBP dengan harapan basis massa organisasi itu akan mendukungnya pada Pilkada mendatang. Demi kepentingan politik itu, maka Bobby siap berhadapan dengan pejabat pusat yang mendukung operasional PT TPL. ***
