Kasus Pagar Laut Kejahatan Luar Biasa, Hukum Tak Bergerak karena Pelakunya Ternak Mulyono

Sebarkan:

 

Aguan dan Joko Widodo, dua tokoh utama di balik pagar laut Tangerang
Pagar bambu yang mengkapling perairan laut wilayah Tangerang merupakan kejahatan luar biasa. Betapa tidak,  kawasan laut yang seharusnya tidak bisa dijadikan sebagai hak milik, justru  telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Tidak tanggung-tanggung, panjang kawasan itu mencapai lebih dari 30 km. Semuanya sudah sempat dipagar dengan bambu. Hukum sama sekali tidak berani bertindak.

Sejauh ini pemerintah hanya bisa mencabut  pagar  itu, sementara HGB yang sudah terlanjur diterbitkan akhirnya dibatalkan. Anehnya, pemerintah sama sekali tidak berani mengusut siapa dalang di balik pagar laut itu.

Padahal menurut pakar hukum tata negara Mahfud MD, kasus pagar laut  itu merupakan pelanggaran luar biasa. Sebab, hal tersebut merupakan dianggap sebagai perampokan terhadap kekayaan negara. Kalau Pemerintah mau, pasti sangat mudah untuk mengusut dalangnya.

Konsekuensinya, bakal banyak pihak yang terciduk, mulai dari pejabat di tingkat desa, pejabat Badan Pertanahan, Pejabat Kementerian kelautan dan Perikanan, dan tentu saja konglomerat yang memiliki sertifikat HGB itu. 

Mereka inilah yang terlibat kongkalikong untuk menjual perairan laut Tangerang itu. Nantinya kawasan laut itu akan ditimbun untuk dijadikan kawasan elit.

"Ini pelanggaran hukum luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam yang dilindungi Undang-Undang," ujar Mahfud dalam podcast 'Terus Terang Mahfud' dikutip Rabu, 29 Januari.

Menurutnya, laut hanya milik negara, sehingga, tidak boleh dimiliki siapapun, baik itu swasta dalam bentuk perusahaan maupun perorangan. Apalagi, dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak pernah ada hak guna laut atau HGB di laut, dan hak guna bangunan hanya ada di tanah. Sehingga, Mahfud menuturkan, sertifikat HGB yang diberikan di atas air itu dan telah kavling-kavling tersbut menandakan ada niat jahat di baliknya.

Dengan begitu, diduga ketika sudah penuh karena abrasi dan tampak menjadi daratan, tanahnya akan dibagi, diukur per meternya dan jadi reklamasi.

Karenanya, Mahfud mendorong aparat penegak hukum yakni Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera mengambil tindakan untuk memproses hukum pidananya. Terutama, mengenai penerbitan sertifikat.

“Kenapa bermain dengan pejabat, karena bisa ke luar sertifikat resmi, bukan hanya satu, pasti itu kejahatan, kalau sudah kejahatan tinggal, kalau mau diambil aspek korupsinya karena pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan,” ujar Mahfud.

Mahfud menerangkan, keluarnya sertifikat di atas laut jadi bukti ada penipuan atau penggelapan karena laut tidak boleh disertifikatkan. Tapi, diingatkan pada kasus ini diduga kuat ada kolusi, permainan dengan pejabat-pejabat terkait yang pasti melibatkan uang.

Mengenai aparat yang berhak bertindak, dikatakan, siapapun memiliki kewenangan untuk memproses dan siapa saja yang bertindak lebih dulu tidak dapat diganggu instansi-instansi yang lain. Jadi, instansi apapun yang berinisiatif bertindak lebih dulu, instansi yang lain harus menahan diri sampai selesai.

“Semuanya berwenang, dan tidak usah berebutan, siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu itu tidak boleh diganggu oleh dua institusi lain. Nah, ini saling takut kayaknya, saya heran nih aparat kita kok takut pada yang begitu-begitu, sehingga mencurigakan,” sebut Mahfud.

Terlebih, dalam psikologi birokrasi di Indonesia, bawahan itu selalu takut pada atasan dan bawahan kerap disalahkan jika bertindak tanpa arahan dari atasan. Karenanya, Mahfud berharap, atasan tertinggi dari semua aparat penegak hukum yakni Presiden Prabowo Subianto tegas memberikan perintah tersebut.

“Kenapa tidak ada penjelasan bahwa ini sudah diselidiki oleh polisi, ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung, jangan sampai kasusnya hilang, nanti habis dibongkar, semuanya diam-diam karena sudah mendapatkan bagian atau saling melindungi, lalu kasus ini hilang, padahal ini kasus serius,” kata Mahfud.

Namun seruan Mahfud itu tetap membuat pemerintah bergeming. Sudah menjadi kenyataan di negeri Kanoha ini,  hukum hanya tajam untuk warga yang lemah. Untuk kaum penguasa, hukum sama sekali tidak bisa bertindak.

Pagar laut Tangerang. Pemerintah hanya berani membongkar dan membatalkan HGB, tapi tidak berani mengusut dalangnya
Bagaimana bisa bertindak, sebab pagar laut itu adalah kebijakan yang dilahirkan pemerintah saat masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Adapun pemilik kawasan laut itu adalah konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Agung Sedayu Group, perusahaan pengembang terkemuka di Indonesia. 

Aguan juga merupakan pemegang saham utama di PT Artha Graha. Di perusahaannya, ada banyak sekali mantan jenderal TNI/Polri dan tokoh-tokoh besar yang bekerja sebagai pengawas.

Tidak heran jika Aguan merupakan sosok pengusaha yang sangat berpengaruh di Indonesia. Ia adalah pendukung utama berbagai kebijakan yang pernah dilahirkan  Jokowi saat menjabat presiden. 

Aguan disebut-sebut sebagai pimpinan sembilan naga, konglomerat yang ada di balik kekuasaan Jokowi.

Salah satu bukti kedekatan Aguan dengan Jokowi adalah keputusan Aguan yang mendukung proyek IKN di Kalimantan Timur. Proyek itu jelas-jelas merugi dan tidak layak untuk dikembangkan. 

Namun karena merupakan gagasan Jokowi, Aguan tetap mendukung dengan berinvestasi di sana, meski ia tahu itu adalah proyek rugi. Sementara investor lain tidak ada yang mau menanamkan modalnya di sana.

Jokowi sendiri dikenal sebagai presiden pendusta. Saat menjabat presiden,  Jokowi berkali-kali berbohong kepada rakyat, termasuk berbohong soal investor yang mau berinvestasi di IKN. ia pernah mengatakan sudah banyak investor asing yang antri ingin menanamkan modalnya di IKN. Faktanya, semua itu adalah omong kosong. Dasar pemimpin biadab..!

Hanya Aguan yang mau mendukung IKN itu. Namun sebagai pebisnis, tentu  ia pasti mendapatkan konsekuensi dari dukungan itu, yakni diberikannya hak untuk menguasai ribuan hektar kawasan laut Tangerang.

Makanya hukum tidak berani bertindak mengusut Aguan, karena bagaimana pun juga jika diusut tuntas, nama Jokowi pasti akan terseret sebagai pihak yang memback-up bisnis konglomerat itu. Oleh karena itu bisa dipahami bahwa tidak akan ada tindakan hukum yang akan dilakukan pemerintah kepada dalang pagar laut itu.

Inilah negeri Kanoha, negeri yang dikuasai para penguasa naga. Semua mereka itu adalah ternak ternak Mulyono, si presiden pembohong. .!

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini