Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto
Kristiyanto menyebut Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) merupakan
pihak yang berperan besar melemahkan atau menumpulkan taring Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Caranya dengan memerintahkan merevisi
undang-undang lembaga antirasuah tersebut.Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDI Perjuangan
Pernyataan perihal tersebut disampaikan Hasto melalui akun YouTube Hasto Kristiyanto. Bermula saat Sekjen PDIP itu menceritakan saat ia bertemu dengan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, dalam salah satu acara yang berlangsung di Universita Indonesia, para 7 Mei 2024.
Kala itu, Novel Baswedan sempat menanyakan kebenaran soal PDIP yang menjadi pelopor pengubahan Undang-Undang KPK dengan maksud melemahkan penindakan terhadap korupsi.
"Saya katakan dengan tegas kepada Mas Novel Baswedan saat itu, inilah kalau ada hal-hal yang buruk oleh Presiden Jokowi selalu dilimpahkan kepada PDI Perjuangan dan juga Ibu Megawati Soekarnoputri. Tetapi ketika ada hal-hal yang positif selalu diambil oleh Presiden Jokowi tanpa menyisakan benefit bagi kepentingan PDI Perjuangan," ucap Hasto dikutip Sabtu, 22 Februari.
Lantas Hasto menjelaskan mengapa menyampaikan perihal tersebut. Menurutnya, PDIP di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tak pernah berupaya melemahkan KPK. Justru menjadi salah satu partai yang getol menyuarakan perlawanan terhadap korupsi.
Kemudian, Sekjen PDIP itu menyinggung pertemuannya dengan Jokowi di Istana Merdeka tepatnya sebelum Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dicalonkan sebagai Wali Kota Solo dan Medan.
Dalam pertemuan itu, Hasto mempertanyakan keseriusan Jokowi dalam mencalonkan anak sulung dan menantunya tersebut.
"Karena ketika Mas Gibran dan Mas Bobby sebagai Wali Kota maka otomatis dia menjadi Pejabat Negara. Dan ini akan sangat rawan terhadap berbagai bentuk gratifikasi suap dan berbagai tindakan korupsi lainnya," sebutnya.
Hasto menyampaikan, Jokowi sempat termenung saat itu. Diyakini penyebabnya karena pertanyaan yang cukup mengusiknya mengenai Gibran dan Bobby rentan terkena penindakan aparat penegak hukum (APH) bila menjadi pejabat negara.
"Maksud saya bertanya kepada Presiden Jokowi adalah untuk mengingatkan bahwa beliau sudah Presiden. Buat apa kemudian anak-anaknya harus menjadi Wali Kota dan itu mengandung suatu risiko-risiko politik mengingat Presiden juga berhadapan dengan begitu banyak pihak-pihak yang selalu mencoba berhadapan dengan Bapak Presiden," ucap Hasto.
Tak lama setelah pertemuan itu, Hasto menyebut berjumpa dengan salah seorang menteri. Dikatakan bila Jokowi telah memberikan arahan untuk merevisi Undang-Undang KPK. Bahkan, menteri itu sedikit menjabarkan beberapa pasal yang akan diubah berdasarkan arahan dari presiden
"Beliau mengatakan kepada saya bahwa sudah mendapatkan arahan dari Presiden Jokowi untuk melakukan revisi Undang-Undang KPK," beber Hasto.
"Saat itu dijelaskan berbagai pasal-pasal penting misalnya bahwa pimpinan KPK tidak otomatis bertindak sebagai penyidik. Kemudian ada beberapa pasal-pasal yang tidak memungkinkan bagi penyidik independen untuk bergabung ke KPK," sambungnya.
Bahkan, menteri yang menjadi kepercayaan Jokowi itu disebut sempat mengatakan diperlukan dana sebesar 3 juta USD untuk menggolkan revisi Undang-Undang KPK.
Mendengar hal itu, Hasto menyebut menyarankan menteri itu untuk bertemu seluruh jajaran fraksi di DPR RI guna membahas lebih jauh perintah Jokowi tersebut
"Dan mengapa berjalan mulus? Karena Presiden Jokowi punya kepentingan untuk melindungi Mas Gibran dan Mas Bobby. Maka sejarah mencatat bahwa revisi Undang-Undang KPK ini dilaksanakan sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak di mana Mas Gibran dan Mas Bobi berproses menjadi Wali Kota. Maka ketika terpilih menjadi Wali Kota amanlah dari berbagai persoalan hukum karena KPK sudah dilemahkan," ucap Hasto.
Ditegaskan Hasto, seluruh cerita itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maupun politik. Meski, tanpa ada bukti perihal Jokowi yang telah melemahkan KPK
![]() |
Jokowi, Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution |
"Jadi dari keterangan saya, yang saya bertanggung jawabkan secara hukum, secara politik, yang saya bertanggung jawabkan di atas Tuhan yang Maha Kuasa tentang kebenaran pernyataan saya ini meskipun tanpa bukti, rakyat Indonesia bisa mengetahui bahwa pelemahan KPK dilakukan oleh Presiden Jokowi kemudian dampaknya dituduhkan kepada PDI Perjuangan," kata Hasto.
Sukses Menguasai KPK
Setelah perubahan Undang-Undang Korupsi itu, Jokowi pada dasarnya tidak hanya membuat taring KPK menjadi lebih tumpul, tapi ia juga bisa menguasai sepenuhnya kinerja lembaga tersebut. Dengan mudahnya Jokowi dapat mengarahkan KPK untuk menangkap siapa saja yang dianggap sebagai musuh politiknya.
Di saat yang sama, Jokowi juga terus mendapat laporan tentang daftar kesalahan para pejabat yang ada di sekitarnya, Kesalahan itu ia simpan selagi pejabat yang bersangkutan tunduk dan patuh kepada perintahnya. Jika melawan, maka kesalahan itu akan menjadi alasan bagi KPK untuk menangkap orang yang bersangkutan. Alasannya klasik, demi menegakkan hukum.
Mengapa baru sekarang ditangkap? Maka dengan mudah KPK menjawab, “ Karena baru sekarang datanya lengkap. Selama ini kami sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Kini saat yang tepat untuk menuntaskannya,” begitu biasanya pihak KPK menyampaikan dalihnya sehingga seakan-akan lembaga itu bersikap independe. Dasar taik kucing…!
Alasan-alasan klasik seperti ini selalu menjadi dalih KPK untuk memilih-milih kasus yang harus didahulukan.
“Pokoknya di masa Jokowi, KPK dibuat menjadi alat untuk melemahkan para musuhnya. Yang tidak sejalan dengannya akan ditindak karena Jokowi sudah memiliki data kesalahan para pejabat itu,” ujar Hasto.
Di sisi lain, KPK juga berperan melindungi orang-orang dekat Jokowi. Seburuk apapun tingkat korupsi yang melibatkan orang itu, KPK tidak akan melakukan tindakan jika menganggap orang itu masih tunduk kepada Jokowi. Sudah tentu KPK juga tidak akan berani menyentuh keluarga Jokowi.
Misalnya saja kasus korupsi Bobby Nasution yang sudah banyak dilaporkan ke KPK. Bobby, antara lain terlibat kasus penyelundupan nikel ke China, terlibat dalam =gratifikasi pengelolaan tambang di Maluku Utara, penyelewengan dan APBD Kota Medan, dan bahkan terbukti terlibat gratifikasi menggunakan pesawat jet pribadi milik raja judi di Medan.
Tapi tak ada satupun kesalahan itu yang dibongkar KPK, sebab Bobby adalah bagian dari keluarga Jokowi. Padahal keterlibatan Bobby dalam kasus korupsi itu sudah begitu terang benderang. Kasusnya sudah pula dibeberkan di pengadilan tindak pidana korupsi yang berlangsung di Ternate, Maluku Utara.
Faktanya, sampai saat ini menantu Jokowi itu tidak pernah tersentuh hukum. Jangankan Bobby, orang dekat Bobby saja pun tidak berani disentuh KPK. Orang dekat itu, Samuel Nababan, sosok yang dipercaya Bobby mengurus bisnis tambangnya di Maluku Utara.
KPK pernah dua kali memanggil Samuel untuk menjalani pemeriksaan karena adanya laporan warga soal kasus korupsi Bobby di Maluku Utara. Ironisnya, dua surat panggilan itu justru dibuang Samuel ke tong sampah. Tak sekalipun ia mau mematuhi panggilan itu.
Yang terjadi kemudian, KPK tidak lagi berani memanggil Samuel karena takut berhadapan dengan keluarga Jokowi. Memeriksa Samuel berarti berupaya membongkar korupsi Bobby Nasution. Hal ini yang tidak mungkin dilakukan KPK karena bisa membuat Jokowi marah. **