![]() |
Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno serta Wakil Ketua Umum PP Ahmad Ali |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno serta Wakil Ketua Umum PP Ahmad Ali dalam pekan ini. Keduanya dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Sebagaimana diketahui, Japto dan Ahmad Ali adalah barisan pendukung utama Anies Baswedan saat berlangsung Pemilu Presiden 2024. Bahkan Ahmad Ali disebut-sebut sebagai salah satu penyandang dana kampanye Anies karena ia merupakan seorang pengusaha tambang yang sukses.
Pemanggilan Japto dijadwalkan berlangsung pada Rabu (26/2), sementara Ahmad Ali dipanggil keesokan harinya.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan pemanggilan tersebut dan meminta publik menunggu kehadiran para saksi dalam pemeriksaan.
“Benar akan diperiksa besok. Kalau tidak salah memang kami terjadwalnya begitu, ya. Jadi, ditunggu saja kehadirannya, hadir apa enggak besok itu,” ujar Asep di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (25/2).
Namun Asep membantah kalau pemanggilan itu terkait dengan kegiatan Pilpres tahun lalu. Ia juga tidak membenarkan kalau pemanggilan itu ada kaitanya dengan persaingan politik.
“Pemanggilan keduanya karena terkait kasus korupsi tambang di Kalimantan,” kata Asep.
Dalam penyelidikan kasus ini, penyidik KPK sebelummnya telah menggeledah rumah Japto di Jakarta Selatan dan Ahmad Ali di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada 4 Februari 2024.
Dari rumah Japto, penyidik menyita uang dalam bentuk rupiah dan valuta asing senilai Rp56 miliar, 11 mobil mewah, dokumen penting, serta barang bukti elektronik. Sedangkan dari rumah Ahmad Ali, disita uang Rp3,4 miliar, tas dan jam tangan bermerek, serta berbagai dokumen.
Kasus ini bermula dari dugaan penerimaan gratifikasi oleh Rita Widyasari terkait izin pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara. KPK menduga Rita menerima bayaran antara US$3,3 hingga US$5 per metrik ton batu bara yang diperdagangkan.
Selain gratifikasi, Rita juga diduga menyamarkan penerimaan uang tersebut, sehingga KPK menjeratnya dengan pasal TPPU.
Saat ini, Rita Widyasari masih menjalani hukuman 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah terbukti menerima gratifikasi Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar. Ia juga disebut dalam kasus suap yang menjerat mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju, meski hingga kini statusnya dalam perkara itu masih sebagai saksi. (tan/jpn)