Siklus Kekuasaan Bobby di Pemprovsu: dari Penguasaan Proyek, Pengadaan, Keuangan, hingga Inspektorat (Bagian I)

Sebarkan:

Gubernur Bobby Nasution melantik pejabat di lingkup Pemerintah provinsi Sumut
Sejak menjabat sebagai Gubernur Sumut, gerakan Bobby Nasution untuk menguasai semua proyek di pemerintahan sebenarnya sudah gampang terbaca. Hal itu terlihat dari strateginya menempatkan para pejabat untuk mengisi posisi strategis dalam system jaringan kekuasaan, mulai dari pejabat yang menangani proyek besar, yang mengevaluasi proyek, yang melakukan pelelangan, hingga yang mengelola keuangan.

Sejak awal Bobby sudah menunjukkan niatnya menguasai keempat jaringan itu. Oleh karena itu, ia kemudian mengisi posisi itu dengan menempatkan orang-orang kepercayaannya yang semuanya bukan pejabat yang selama ini berkarir di tingkat provinsi.

Pejabat yang mengisi posisi itu adalah sosok ASN yang aktif memberi dukungan kepadanya saat  Pilkada Kota Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024. 

Mari kita elaborasi lebih detail bagaimana Bobby menguasai jaringan kekuasaan itu.

Dalam system pemerintahan, setidaknya ada tiga organisasi yang paling banyak mengelola proyek-proyek besar, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Dari sekitar Rp13,05 triliun anggaran pembangunan Sumut yang tertuang dalam APBD 2025, sekitar 75 persen dikendalikan oleh tiga dinas ini.

Jadi bisa dipahami, kalau seorang kepala daerah ingin menguasai proyek strategis di pemerintahannya, ketiga organisasi ini wajib dikendalikan penuh. Pasti orang-orang terpercaya yang ditempatkan mengisi jabatan pimpinan di lembaga itu.

Saat Bobby menjabat gubernur Sumut, tiga posisi ini langsung disiapkan untuk diisi orang kepercayaannya. Untuk posisi Kepala Dinas PUPR Sumut misalnya, Bobby memberikannya  kepada Topan Ginting yang terkenal sebagai pejabat paling disayanginya saat di Pemko Medan.

Sejak awal Bobby menjabat walikota Medan Februari 2021, hubungannya dengan Topan sudah terjalin sangat baik. Bobby pula yang mempromosikan Topan Ginting, dari semula Camat Medan Tuntungan menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Bisa dipahami, sebab Topan termasuk yang turut berjibaku mendukung kampanye Bobby di  Pilkada Kota Medan 2020. Mayoritas suara pemilih di wilayah Medan Tuntungan berhasil diarahkan Topan untuk memilih Bobby.

Tidak cukup sebagai Kepala Dinas PU, Bobby bahkan pernah mendaulat Topan sebagai Plt Sekda Kota Medan pada Pilkada 2024 saat posisi itu lowong. 

Di situlah Topan kembali menunjukkan loyalitasnya dengan mengendalikan seluruh jaringan ASN dan kepala desa di Kota Medan guna memenangkan Bobby pada Pilgubsu.

Tak heran, begitu Bobby sukses menduduki jabatan gubernur, Topan pun langsung naik kelas sebagai Kepala Dinas PUPR Tingkat provinsi. Bisa ditebak, praktik penguasaan proyek yang mereka  jalankan saat di Pemko Medan, tentu  kembali berlanjut di tingkat provinsi.

Sukses menguasai Dinas PUPR, Bobby menyiapkan jabatan Kepala Dinas Pendidikan Sumut, kepada Alexander Sinulingga yang juga salah satu pejabat kesayangannya di Pemko Medan.

Sebelumnya Alexander menjabat Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya Tata Ruang Kota Medan. Dialah sosok yang berperan mengendalikan sejumlah proyek besar, seperti Proyek Lapangan Merdeka, flyover, Stadion Teladan, Islamic Center dan lainnya.

Semua proyek raksasa itu akhirnya sarat dengan berbagai masalah, tapi Bobby tidak mau tahu. Baginya Alexander adalah pejabat yang loyal kepadanya sehingga layak dipromosikan untuk mengendalikan semua proyek bidang pendidikan tingkat provinsi.  Setidaknya 20 persen dari APBD Sumut 2025 dikendalikan oleh dinas ini.

Adapun posisi Kepala Dinas Kesehatan, Bobby mempercayakannya kepada Faisal Hasrimy yang sebelumnya bertugas sebagai Sekda Kabupaten Sedang Bedagai. Saat Pilkada 2024, Faisal sempat dipercaya sebagai Pj Bupati Langkat.

Kala itu Faisal juga banyak berperan memanfaatkan jaringan kekuasaan untuk mendukung kemenangan Bobby di wilayahnya. Tak mengherankan jika di Langkat, Bobby juga menang telak.

Langkah Bobby menempatkan Faisal bisa dikatakan sebagai bentuk balas jasa, walaupun  Faisal bisa saja mengklaim kalau ia terpilih setelah melalui fit and proper test.  Siapapun paham kalau proses seleksi itu bisa saja dimainkan sejak awal.

Lagi pula, Faisal bukanlah dokter atau yang berpengalaman menangani manajemen kesehatan. Dia adalah alumni STPDN tahun 1997.

Biasanya kepala dinas Kesehatan dipercayakan kepada dokter yang tentu lebih paham masalah kesehatan public. Tapi kali ini, Bobby mengabaikan pandangan itu. Bisa jadi ia tidak punya orang kepercayaan setingkat dokter. Oleh karena itu alumni STPDN yang ia angkat sebagai kepala dinas. Setidaknya proyek raksasa bidang kesehatan tetap dikendalikan oleh kelompoknya.

Pengawas proyek

Setiap ada proyek tentu ada pengawas internal yang memantau kualitas kerja di  lapangan. Pengawas ini juga berwenang menilai kinerja pejabat yang menangani proyek itu. Bidang yang menangani sistem pengawasan internal ini adalah wewenang Inspektorat.

Tentunya sangat tidak aman bagi Bobby kalau ia menempatkan orang kepercayaannya sebagai pengendalikan proyek, tapi kegiatan proyek itu diawasi oleh pejabat lain. Kalau saja ini yang terjadi, sama saja dengan bunuh diri.  Apalagi jika inspektorat yang bertugas bersikap jujur dan independen.

Oleh karena itu, Bobby sejak awal juga menyiapkan jabatan Inspektorat untuk diisi oleh orang kepercayaannya. Tidak lama setelah ia dilantik sebagai gubernur sumut, Bobby lantas menarik Sulaiman Harahap dari Pemko Medan untuk menjabat Inspektorat di Tingkat provinsi. Sebelumnya Sulaiman juga menjabat Inspektorat Kota Medan.

Sampai di sini, kita tentu sudah paham dengan scenario ini.

Sebagai catatan, saat Sulaiman menjabat Inspektorat Kota Medan,  semua proyek yang ditangani Pemko Medan kala itu ia beri nilai sangat bagus. Pejabat yang mengelola proyek itu juga masuk kategori teladan dan disiplin.  Tidak ada manipulasi yang terjadi.  

Tak mengejutkan jika Bobby sangat senang dengan Sulaiman. Bisa jadi sikap Sulaiman itu yang membuatnya naik jabatan ke tingkat provinsi.

Sejak mengendalikan Inspektorat Sumut, taring Sulaiman semakin garang. Ia menjelma bak polisi yang aktif mengawasi semua pejabat di Pemerintah provinsi. Ia pun  menjadi ujung tombak Bobby untuk menggeser pejabat-pejabat lama yang dicurigai.

Segala cara dilakukan untuk mencari-cari kesalahan pejabat itu, dengan demikian Bobby punya alasan untuk menggeser mereka dan menggantikan dengan pejabat baru.

Ketika ada pejabat Sumut yang bermasalah, Sulaiman akan berdiri di garda terdepan membeberkan kesalahan mereka. Langkah itu sebagai sinyal bahwa Bobby pasti akan mengganti pejabat itu.

Sayangnya, Sulaiman hanya terlihat garang bagi pejabat provinsi yang selama ini tidak punya kedekatan dengan Bobby. Sebaliknya, ia justru akan memberi nilai terbaik bagi kinerja koleganya yang mengendalikan Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Sebab mereka ini adalah genk Bobby yang direkrut dari luar provinsi.

Masalahnya, Inspektorat sebagai pengawas internal bukan satu-satunya lembaga acuan dalam menilai kepatuhan hukum bagi pejabat. Ada sejumlah lembaga lain yang bekerja melalui lajur eksternal. Salah satunya KPK yang mengawasi kasus korupsi para pejabat negara.

KPK inilah yang kemudian membongkar permainan proyek yang dilakukan sahabat baik Sulaiman, yakni Topan Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumut. Makanya jangan heran,  ketika Topan dicekok KPK, Sulaiman seakan menghilang. Ia sama sekali tidak mau bersuara.

Tentu saja Sulaiman termasuk yang shock dengan penangkapan itu. Ia tidak menyangka, Topan menjadi korban pertama yang ditangkap KPK di Sumut sejak Bobby berkuasa sebagai  gubernur.

Terlepas sikap Sulaiman atas kasus itu, yang jelas hingga saat ini ia tetap menjadi andalan Bobby dalam mengawasi kinerja internal pemerintahan provinsi.

Kasus Topan Ginting tentu di luar kewenangannya. Tapi kalau seandainya Sulaiman ditanya mengenai kinerja Topan, pasti Sulaiman akan mengatakan sahabatnya itu adalah pejabat yang sangat jujur dan terbaik. (bersambung)

 

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini