![]() |
Sejumlah Pejabat Pemko Medan yang dilantik sebagai pejabat eselon II di tingkat Provinsi Sumut |
Tapi dua elemen itu tidak cukup. Masih ada dua divisi lain yang perlu diatur untuk menyempurnakan sirkulasi kekuasaan itu. Kedua jabatan itu adalah bidang pengadaan barang dan jasa, serta bidang pengendali keuangan.
Bagaimanapun juga, untuk proyek-proyek bernilai besar tentu harus ada proses tender yang ditangani bidang pengadaan barang dan jasa. Bidang yang menangani masalah ini harus berkoordinasi dengan dinas terkait sebelum menjalankan proyek yang akan dikerjakan.
Menurut teori, proses lelang semestinya berjalan murni sesuai kualifikasi bidder. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa pemenang lelang biasanya sudah ditentukan dari awal. Di sinilah permainan pihak dinas selaku pengelola proyek dengan divisi pengadaan barang dan jasa selaku penyelenggara lelang.
Kerjasama keduanya sangat berperan memuluskan scenario untuk menunjuk perusahaan yang akan mengerjakan proyek. Tentu saja ada uang pelicin untuk menjalankan scenario ini. Asal tahu saja, yang namanya urusan proyek, tidak ada yang gratis, bung!
Begitu pentingnya pejabat yang menangani Biro Pengadaan barang dan jasa di tingkat provinsi, sehingga Bobby pun menempatkan orang kepercayaannya yang lain untuk menduduki posisi ini. Dialah Chandra Dalimunthe yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemko Medan.
Setelah posisi pengadaan barang dan jasa dikendalikan, selanjutnya penting bagi Bobby untuk menguasai bidang pengelolaan keuangan dan asset daerah. Tidak boleh tidak, bidang ini memiliki peran penting agar setiap proyek yang telah dilelang dapat segera dilaksanakan. Sektor keuangan menjadi penentu dalam melaksanakan proyek itu.
Agar semuanya berjalan mulus, Bobby pun lagi-lagi menempatkan ‘anak mainnya’ untuk mengisi di bidang keuangan di tingkat provinsi. Sosok itu adalah Sutan Tolang Lubis yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Kabapenda) Kota Medan.
Sutan Tolang pada awalnya memang diplot untuk menangani masalah kepegawain dengan menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Jabatan ini juga strategis karena sangat berperan dalam mengatur penempatan semua pejabat untuk posisi tertentu.
Bobby pasti butuh kepala Badan Kepegawaian yang ia percaya agar bisa menempatkan orang-orang pilihannya pada jabatan tertentu. Jadi, kalaupun ada tawar menawar untuk jabatan itu, prosesnya akan lebih mulus.
Masalahnya, ketika Sutan Tolang duduk di BKD, jabatan kepala Badan Pengelola Keuangan masih dikendalikan pejabat lama, yakni Ramdani Lubis. Sosok ini bukan orang Bobby. Ia sudah duduk di posisi itu sebelum Bobby dilantik sebagai gubernur, bahkan sejak masa gubernur Edy Rahmayadi.
Oleh karena itu, Bobby menganggap Ramdani sosok yang harus disingkirkan. Lantas di sinilah Sulaiman sebagai Inspektorat maju sebagai polisi penggebrak. Ia menggertak dengan dalih melakukan evaluasi terhadap kerja-kerja yang dilakukan Ramdani selama ini. Setiap sudut ia sorot sehingga Ramdani merasa tidak nyaman.
Pada akhirnya situasi itu membuat Ramdani merasa terpojok sehingga ia memutuskan mengundurkan diri jabatan Kepala Badan Keuangan Sumut.
Tentu inilah yang diharapkan Bobby. Dengan demikian ia bisa menjalankan rencana untuk mengisi jabatan Kepala Badan Keuangan provinsi dengan orang kepercayaannya.
Sejak 16 Mei 2025, Sutan Tolang Lubis resmi ditempatkan sebagai Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah. Dengan demikian, ada dua jabatan di Tingkat Provinsi Sumut yang saat ini dikendalikan Sutan Tolang, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Kepala Badan Keuangan.
Dengan semua jaringan itu, berarti Bobby sudah mengendalikan semua system utama di Sumut. Empat jabatan penting sebagai pilar utama dalam membangun kekuasaan, yakni pemegang proyek, penentu kebijakan keuangan, pengendali system pengadaan barang jasa, serta pengawasan program, telah ia kuasai penuh.
Sampai di sini sebenarnya Bobby sudah bisa mengendalikan system pemerintahan secara utuh. Apa yang telah dikuasai di Pemerintahan Sumut saat ini tidak beda dengan system kendali yang ia kembangkan saat menjabat Walikota Medan. Tak ada yang bisa mengusik jalinan kerja siklus ini karena mereka semua akan bermain dalam gerak yang tenang.
Kalau saja KPK tidak bertindak, barangkali kekuasaan ini akan semakin kokoh. Bobby bisa menjelma sebagai penguasa penuh proyek-proyek besar tingkat provinsi tanpa ada yang berani mengusiknya. Sistem setor atau uang pelicin dalam setiap proyek pasti berlangsung mulus.
Bayangkkan saja, besarnya uang pelicin setidaknya mencapai 20 persen dari nilai proyek yang dikerjakan. Katakan saja kalau proyek itu bernilai Rp 200 miliar, berarti jaringan itu bisa mendapatkan fee hingga Rp40 miliar untuk satu proyek.
Perlu diketahui, ada puluhan proyek bernilai lebih dari Rp200 miliar di tingkat provinsi Sumut setiap tahunnya.
Itu untuk pengadaan yang nilainya di atas Rp200 miliar. Bagaimana lagi untuk proyek yang nilainya di bawah itu. Ada berjibun proyek bernilai di bawah Rp200 miliar, pasti uang pelicin yang masuk juga tidak sedikit. Di sinilah pesta pora itu menjadi kenyataan.
Makanya jangan heran kalau Topan Ginting yang bisa dikategorikan sebagai ASN muda, tiba-tiba mampu membeli rumah mewah di berbagai tempat. Keluarganya bisa berplesiran ke luar negeri kapan pun merekamau. Hartanya meningkat di sana sini. Asetnya bertaburan di berbagai tempat.
Kalau tingkat kepala dinas saja sudah seperti itu, bagaimana dengan tingkat kepala daerahnya. Ganas bukan..?
Dan permainan itu belum selesai, bung! Setelah Topan meringkuk dalam tahanan KPK, Bobby bertindak cepat mencari sosok pejabat yang ditempatkannya sebagai Plt Kepala Dinas PUPR Sumut. Pilihannya jatuh kepada Hendra Dermawan Siregar.
Perlu diketahui, Hendra adalah salah satu ASN yang juga turut aktif mendukung kampanye Bobby Nasution pada Pilkada Gubernur 2024. Ia bergabung dalam kelompok akademik USU sebagai tim konsultan kampanye Bobby di bawah pimpinan Rektor Muryanto Amin.
Sejak itu Hendra sebenarnya telah menjadi bagian dari genk Bobby bersama sejumlah pejabat dari Pemko Medan. Boleh dikatakan, Hendra adalah salah satu ASN di Provinsi Sumut yang berperan menonjol mendukung Bobby.
Citra Hendra sebagai ASN sebenarnya sempat pudar tatkala pada 2023 ia terbelit skandal perselingkuhan dengan seorang pegawai di RS Haji Medan. Kasus itu sempat membuat heboh kantor gubernur sehingga Hendra yang kala itu menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa harus menerima sanksi demosi ( penurunan jabatan) dari eselon IIA menjadi eselon IIIA. Ia kemudian ditempatkkan sebagai Sekretaris Kesbangpol Sumut.
Ketika Bobby berhasil duduk sebagai gubernur, Hendra mulai optimis bakal mendapat posisi yang menggiurkan. Ia memang sudah dijanjikan bakal kembali menduduki salah satu posisi di eselon II.
Janji itu terbukti. Setelah Topan ditangkap KPK, tidak butuh waktu lama bagi Bobby untuk mempromosikan ‘anak mainnya’ ini sebagai pengganti. Kasus asusila yang dulu sempat mencuat, sama sekali tidak menjadi pertimbangan bagi Bobby. Ia sangat yakin kalau Hendra akan loyal kepadanya sebagaimana Topan Ginting yang dikenal sebagai pejabat kesayangan Bobby.
Hendra Dermawan Siregar lahir di Medan pada 30 Oktober 1976. Ia menyelesaikan Pendidikan sampai SMA di kota ini dan menamatkan Pendidikan STPD tahun 2000. Hendra resmi menjabat Plt Kadis PUPR Sumut terhitung 2 Juli 2025. Berkat jasanya yang terlibat mendukung kampanye Bobby sejak awal, besar kemungkinan ia akan ditempatkan sebagai pejabat definitif.
Penunjukan Hendra ini sempat memunculkan protes dari kelompok organisasi Masyarakat anti korupsi. Adalah Lembaga Kalibrasi Anti Korupsi yang menyuarakan protes itu. Lembaga ini menilai, sangat aneh jika seorang pejabat eselon IIIA langsung diangkat menjadi pejabat eselon IIA. Harusnya jenjangnya melalui IIIB terlebih dahulu.
"Pengangkatan ini sangat prematur," kata Ketua Kalibrasi, Antony Sinaga SH MHum.
Meski demikian, bagi Bobby Nasution, tidak ada yang tidak mungkin. Siapapun bisa dipecatnya dan siapapun bisa diangkatnya.
Nyatanya, sejak mendapat amanah, Hendra langsung memimpin rapat dan mengendalikan sejumlah proyek yang ada di bawah Dinas PUPR Sumut.
Dengan duduknya Hendra di posisi Kadi PUPR Sumut, maka sirkulasi kekuasaan Bobby kembali ke posisi semula. Walau mencuat gonjang ganjing kalau ia akan diperiksa KPK terkait penangkapan Topan, tapi hal itu tidak membuatnya goyah.
Bobby sangat yakin, posisi mertuanya Jokowi sebagai sosok yang berpengaruh dalam Pemerintahan Prabowo pasti akan memberi perlindungan kepadanya. Sulit dipercaya kalau KPK akan menjerat Bobby sebagai tersangka, sebab petinggi KPK yang sekarang adalah orang-orang pilihan Jokowi.
Lagi pula, sejak masa pemerintahan Jokowi hingga sekarang, KPK selalu berada di bawah kendali Mabes Polri. Di sisi lain, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo adalah orang yang dikarbit oleh Jokowi. Jadi apa mungkin Bobby akan dijadikan tersangka?
Selagi Kapolri belum berganti, rasanya posisi Bobby sebagai penguasai Sumut tidak akan tergoyahkan. Makanya pasca penangkapan Topan, sirkulasi kekuasaan Bobby untuk kembali menguasai jaringan proyek, pengawasan, pengadaan, keuangan dan kepegawaian di Pemerintah provinsi Sumut tetap berlanjut…! ***