-->

Pemilihan Rektor USU (bagian I): Konspirasi Pro Jokowi dan Penolakan Mendikti untuk Muryanto

Sebarkan:

kegiatan wisuda di kampus Universitas Sumatera Utara
Tak terbantahkan, citra Muryanto Amin sebagai rektor USU periode 2021-2026 tercoreng dengan catatan kelabu, mulai dari kasus korupsi, keterlibatannya dalam politik praktis, membawa kampus USU tunduk kepada kubu Pro Jokowi, dan lainnya. Dengan catatan itu, tidak heran jika Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto disebut-sebut enggan mendukungnya terpilih lagi sebagai rektor periode 2026-2031.

Namun bukan berarti peluang Muryanto sudah tertutup. Ada saja cara yang bisa dilakukannya untuk kembali meraih suara terbanyak pada pemilihan rektor nanti. Toh, selama lima tahun berkuasa, Muryanto sudah membangun jaringan  di lingkup para pemegang hak suara.

Penampilannya memang terkesan terkesan pendiam, ndeso, bahkan agak tertutup. Tapi Muryanto dikenal tajam mengatur strategi. Berbagai cara akan ia lakukan untuk kembali berkuasa di USU, apalagi kelompok Pro Jokowi ada di belakangnya.

Adapun tahapan pemilihan rektor sedang berlangsung saat ini. Diawali dengan pemilihan tingkat Senat Akademik pada 25 September mendatang untuk mendapatkan tiga besar calon yang diajukan ke Majelis Wali Amanat (MWA). Selanjutnya pada 2 Oktober, giliran MWA yang memilih satu nama untuk ditetapkan sebagai rektor.

Untuk diketahui, Senat Akademik dan Anggota MWA baru saja terpilih pada Juni lalu. Sama seperti jabatan rektor, jabatan Senat Akademik dan MWA berlaku untuk lima tahun.

Ada 112 anggota Senat Akademik yang semuanya merupakan dosen internasl USU. Sedangkan MWA merupakan gabungan antara dosen dan tokoh masyarakat.

Total anggota MWA sebanyak 18 orang, plus tiga suara yang merupakan ex offficio, yakni Gubernur Sumut, Rektor incumbent dan Mendikti Saintek. Dengan demikian pada pemilihan di tingkat MWA, total suara yang akan memilih sebanyak 21 orang.

Namun suara Mendikti Saintek punya keistimewaan karena nilainya setara 35 persen. Adapun suara 20 anggota MWA lainnya bernilai 65 persen. Suara 35 persen ini yang kabarnya tidak akan diberikan kepada Muryanto.

“Pasalnya citra Muryanto sudah tidak baik di Jakarta. Ia sudah dicap sebagai pemain politik yang membawa USU menjadi bagian dari Pro Jokowi. Apalagi Muryanto terindikasi menerima aliran dana korupsi dari proyek jalan. Dia kan sudah dipanggil KPK. Jelas itu preseden sangat buruk bagi dunia kampus, ” kata sumber Kajianberita.com di Kemendikti Saintek Jakarta.

Dengan demikian, jika Muryanto ingin kembali menjabat, ia mutlak harus mendapatkan 65 persen suara tersisa. Kalaupun Mendikti Saintek tidak memberi dukungan kepadanya, jika bisa menguasai suara anggota MWA yang lain, Muryanto tetap kembali terpilih sebagai rektor.

Banyak yang yakin kalau  Muryanto sudah menyusun strategi untuk  menghadapi kondisi itu sejak awal. Apalagi ia tergolong akademisi yang cerdik. Lihat saja bagaimana ia begitu sigap bermain ‘petak umpet’ dalam beberapa Pemilu sebelumnya.

Pada Pemilu 2009, Muryanto masuk dalam barisan pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Begitu SBY menang, ia dapat jatah sebagai Komisaris di PTPN V periode 2013-2016.

Setelah era SBY berakhir, ia cepat berpindah jadi pendukung Jokowi. Ia kemudian melepas jabatan komisaris untuk selanjutnya duduk sebagai Dekan Fisip USU sejak 2016.

Ketika menantu Jokowi, Bobby Nasution, maju pada Pilkada Medan 2020, Muryanto tampil di balik layar sebagai konsultan politiknya. Ada pula sosok Agus Andrianto, mantan Kapolda Sumut -- yang kala itu menjabat Kabaharkam Mabes Polri -- turut membantu kampanye Bobby dengan mengarahkan dukungan aparat kepolisian. Permainan politik polisi ini yang kemudian dikenal dengan istilah ‘Partai Coklat’.

Duet Muryanto bersama Agus Andrianto begitu mulus untuk memenangkan Bobby pada Pilkada Medan. Bobby pun resmi menjabat walikota sejak Februari 2021, sedangkan Muryanto mendapat jatah kursi rektor USU berkat anugerah dukungan dari pusat.

Saat pemilihan rektor di tingkat Senat Akademik USU kala itu, Muryanto sebenarnya bukan peraih suara terbanyak. Ia berada pada posisi dua besar.   Tapi karena hubungannnya dengan penguasa sangat dekat, saat pemilihan di MWA Jakarta, Muryanto sukses meraih suara terbanyak sehingga ia mulus melangkah sebagai rektor.

Rektor Sarat Masalah

Sejak Muryanto menjabat rektor, berbagai permasalahan pun mencuat di USU, mulai dari kasus korupsi, manipulasi hasil kebun kelapa sawit, permainan proyek APBD, dan lainnya. Citra USU menjadi sorotan karena penelitian para akademisinya masuk dalam kategori kurang dipercaya sejumlah jurnal internasional. Berbagai kasus plagiat juga sempat mencuat.

Pada Pilkada 2024, lagi-lagi Muryanto tampil sebagai konsultan politik untuk Bobby Nasution. Bahkan rapat tertutup untuk pemenangan Bobby pernah dilakukan di ruang kantornya di Biro Rektor. Langkah itu sempat mendapat protes dari public, tapi Muryanto tidak peduli. Ia merasa berada pada posisi yang kuat karena membela kubu penguasa.

Di Pilkada Gubernur itu, Agus Andrianto juga turut bermain dengan mengandalkan kekuatan Partai Coklat. Jadi bisa dikatakan, duet Muryanto dan Agus Andrianto dalam politik sudah terbina cukup lama. Keduanya juga bersahabat sangat dekat.

Sejak Bobby menjabat Gubernur Sumut, kedekatan Muryanto dengan kelompok Pro Jokowi tidak terbantahkan lagi. Ia pun punya hubungan sangat dekat dengan Luhut Binsar Pandjaitan.

Di sinilah mencuat kabar kalau Muryanto, Bobby Nasution, Agus Andrianto dan Luhut Pandjaitan mulai merancang konspirasi menyiapkan agenda politik menjelang Pemilu dan Pilkada 2029. Mereka disebut- sebut bagian kekuatan yang ingin membangkitkan kembali kejayaan genk Solo.

Bobby diproyeksikan kembali terpilih sebagai gubernur, sedangkan di tingkat pusat, kubu ini mempersiapkan Gibran maju sebagai calon Presiden.

Sumut akan dijadikan sebagai salah satu basis kekuatan Pro Jokowi ini. Tentu saja kekuatan basis itu secara bertahap akan diperluas ke kota-kota besar lainnya.

Langkah pertama, kampus perguruan tinggi negeri harus dikuasai. USU adalah kampus pertama yang harus dikendalikan. Oleh karena itu mereka sepakat Muryanto mesti kembali terpilih sebagai rektor.

Muryanto pun meminta agar ia mendapat dukungan penuh pada pemilihan itu. Dukungan tidak hanya secara politik, tapi juga finansial. Sebab jika gagal, rencana politik yang sudah disusun kelompok itu akan buyar.

Mengendalikan Senat Akademik

Untuk bisa terpilih kembali sebagai rektor kedua kalinya, Muryanto sebenarnya sudah menyusun strategi yang cukup rapi sejak awal. Pada pemilihan anggota Senat USU beberapa waktu lalu, ia sengaja memilih para dosen yang bisa dipengaruhinya. Jadi bisa dikatakan, dari 112 anggota Senat Akademik USU saat ini, sebagian besar berada dalam kendali Muryanto.

Pun begitu juga untuk  pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) yang berlangsung Juni 2025 lalu. Muryanto sengaja menempatkan sahabatnya Agus Andrianto  -- yang kini menjabat  Menteri Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan – untuk duduk sebagai ketua MWA.

Sama seperti Senat Akademik, sebagian besar anggota MWA merupakan orang pilihan Muryanto --  yang secara langsung atau tidak langsung -- telah digiringnya masuk dalam kubu Pro Jokowi. Diam-diam Gubernur Bobby juga turut berperan menentukan  anggota MWA itu.

Tak heran jika Muhammad Abdul Ghani masuk dalam daftar 18 anggota MWA USU. Abdul Ghani adalah ketua panitia acara pernikahan Bobby Nasution dan Kahiyang pada 2017 di Medan. Saat ini ia menjabat salah satu direktur Danantara.

Jadi kalaupun dilakukan pemilihan rektor, tetap saja Muryanto merupakan kandidat terkuat sebab sebagian besar pemilik suara adalah orang binaannya. Apalagi ia mendapat sokongan dana cukup besar dari Gubernur Bobby Nasution. 

Ironisnya, sokongan dana ini terindikasi dari korupsi proyek jalan yang dibongkar KPK beberapa waktu lalu. Hal ini yang membuat Muryanto harus dipanggil KPK guna menjalani pemeriksaan.

Cerdiknya Muryanto, ia mangkir dari panggilan itu karena takut mengganggu proses pemilihan rektor yang sedang berjalan. Kalaupun berita pemanggilan itu banyak digoreng di media sosial, Muryanto bergeming. Ia lebih peduli memperkuat basis di Senat Akademik dan MWA ketimbang menjawab pertanyaan wartawan mengenai masalah KPK.

Muryanto tahu betul, pemilihan rektor perguruan tinggi negeri tidak sama dengan pemilihan kepala daerah. Ia tidak merasa butuh publikasi atau klarifikasi di media massa, sebab pihak luar sama sekali tidak terlibat memberikan suara pada pemilihan ini.

Yang penting suara Senat Akademik dan MWA bisa dikendalikan. Jika suara dua kelompok ini bisa dikuasai, seburuk apapun citra Muryanto di mata Mendikti Saintek,  tetap saja ia tidak akan terhalang kembali menjabat sebagai rektor. (bersambung )

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini