![]() |
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Hendra Dermawan Siregar |
Sungguh kasihan nasib warga yang tinggal di wilayah Hutaimbaru–Sipiongot, Padang Lawas Utara (Paluta). Impian mereka untuk mendapatkan jalan yang mulus gagal total akibat ulah seorang pejabat negara bernama Topan Ginting. Aksi korupsi yang dilakukan mantan Kepala Dinas PUPR itu terus menjadi sorotan sehingga DPRD dan Pemerintah Provinsi Sumut sepakat menghentikan proyek itu.
Selain Topan Ginting, sosok lain yang menjadi sorotan dalam korupsi itu adalah Muryanto Amin, Rektor USU yang dikabarkan turut menerima aliran dana dari korupsi itu. Aliran dana untuk Muryanto merupakan perintah dari Bobby Nasution, atasan dari Topan Ginting, sebagai modal untuk membantunya memenangkan Pemilihan Rektor USU yang saat ini sedang berlangsung.
Gubernur Sumut Bobby Nasution sangat berkepentingan mendorong Muryanto terpilih kembali sebagai rektor sebab sosok guru besar ilmu politik USU itu adalah konsultan politiknya. Muryanto dan Bobby serta Ketua Majelis Wali Amanat USU, Agus Andrianto juga sudah menyusun rencana lain untuk memperkuat gerakan politik Pro Jokowi pada 2029 di wilayah Sumatera.
Namun semua rencana itu sudah bocor ke tangan intelijen dan para politisi DPRD Sumut. Akhirnya mencuat desakan agar proyek jalan itu dihentikan sampai waktu yang tidak ditentukan. Biarkan proses hukum bekerja untuk mengusut kasus korupsi yang ada di dalamnya.
Muryanto yang saat ini sedang bersaing merebut jabatan rektor USU diharapkan juga patuh hukum saat ia akan diperiksa KPK. Rektor USU petahana ini dituding telah memalukan dunia akademisi karena keterlibatannya dalam kasus korupsi itu.
Keputusan menghentikan proyek jalan Hutaimbaru–Sipiongot itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut), Hendra Dermawan Siregar kepada wartawan di kantor Gubernur Sumut. Ia menyebutkan, proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara (Paluta) terhenti total sesuai pembahasan di DPRD Sumut.
“Proyek tersebut tidak lagi dilanjutkan dalam Perubahan APBD (P-APBD) 2025 karena statusnya tengah dalam sorotan hukum. Untuk saat ini, dan di P-APBD, proyek ini tidak dikerjakan lebih lanjut Karena memang masih dalam proses yang harus dikaji bersama lagi. Jadi sekali lagi, tidak dilanjutkan,” ujar Hendra pada Senin (22/9).
Ia menjelaskan, proyek yang naas itu terdiri dari dua ruas, yakni ruas Hutaimbaru-Sipiongot sepanjang 12,3 kilometer dan ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu sepanjang 16 kilometer.
Menurutnya, kedua ruas jalan tersebut saat ini masuk kategori tidak boleh disentuh kembali karena tersangkut proses penyidikan.
“Tidak jalan kembali karena itu memang dalam kondisi tidak boleh disentuh kembali. Ini berdasarkan dari beberapa rekan yang dinotabene dipanggil KPK,” tegasnya.
Hendra menambahkan, terhentinya proyek tersebut menjadi pelajaran penting bagi seluruh jajaran Dinas PUPR Sumut. Dia mengingatkan agar praktik mafia proyek tidak lagi merusak tata kelola pembangunan infrastruktur di daerah.
“Berdasarkan pengalaman dan kejadian yang sudah terjadi di waktu lalu, saya dan jajaran memberikan pemahaman dan penekanan agar dalam setiap kegiatan kita selalu mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Hendra juga tidak menampik bahwa praktik-praktik di luar ketentuan masih sering terjadi dalam dunia konstruksi daerah. Namun, ia menegaskan komitmen untuk membenahi sistem agar tidak ada lagi ruang bagi mafia proyek untuk bermain.
“Yang sudah terjadi biarlah menjadi pelajaran. Kami menegaskan, semua pihak harus bekerja sesuai aturan. Jangan ada lagi yang mencoba melakukan hal-hal di luar ketentuan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, proyek pembangunan ruas jalan Hutaimbaru-Sipiongot dan Sipiongot-Batas Labuhanbatu turut diseret dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret kontraktor Topan Ginting. KPK telah memanggil sejumlah pihak terkait proyek bernilai puluhan miliar rupiah tersebut.
Selain Topan yang sudah ditahan oleh KPK, Rektor USU Muryanto Amin juga sedang dibidik. Sudah dua kali panggilan pemeriksaan dilayangkan KPK ke Muryanto, tapi ia selalu menampik untuk hadir karena takut berpengaruh pada proses pemilihan rektor USU yang sedang berlangusng.
Namun keterlibatan Muryanto dalam korupsi proyek jalan itu telah menjadi sorotan nasional sehingga Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi kabarnya cukup keberatan dengan munculnya kembali Muryanto Amin sebagai kandidat rektor USU.
Menteri berharap Senat Akademik USU sebaiknya punya hati dalam memilih kandidat agar tidak memilih calon yang terlibat kasus korupsi. Sekuat apapun dukungan internal USU untuk Muryanto, di tingkat pusat, ia tetap tidak akan mendapat dukungan karena aroma korupsi itu. ***