Perilaku Pemerintah Provinsi Sumut yang tidak menghargai prestasi
atlit daerah membuat sejumlah atlit potensial Sumut berencana pindah ke
Provinsi lain. Beberapa di antara mereka sedang melakukan penjajakan dengan
Pemerintah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Riau karena di sana prestasi atlit lebih
dihormati.Atlit Sumut yang bertarung pada PON 2024. Sudah berjuang mati-matian, tapi prestasi tidak dihargai.
Seorang atlit atletik Sumut peraih emas PON 2024 yang minta tidak disebut namanya, mengaku sudah jera membela Sumut. Ia berecana pindah ke Jawa Barat karena yang di sana ia dijanjikan fasilitas lebih menjanjikan.
“Ngapain membela Sumut kalau Pemdanya tidak menghargai kita. Malah kita dibohongi seakann dianggap tidak berharga,” kata atlit itu.
Atlit itu lantas mengungkap bagaimana busuknya perilaku pejabat Pemprovsu yang lama sekali mencairkan bonus untuk para atlit. Setelah ditagih berkali-kali, barulah sebagian bonus itu cair.
“Tapi besaran bonus tidak jelas. Malah lebih kecil dibanding PON 2021. Ada pula pemotongan di sana sini. Benar-benar biadab mereka. Padahal janjinya bonus itu lebih besar,” ujar atlit itu dengan nada geram.
Tak heran jika ia mengaku menyesal membela Sumut. Ia bahkan memastikan pada PON 2028 yang diselenggarakan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, ia tidak lagi membawa nama Sumut.
Padahal atlit ini termasuk sangat potensial setelah meraih dua emas pada PON 2024. Sekarang ia merasa sama sekali tidak bangga dengan prestasi itu karena tidak dianggap apa-apa oleh Pemprovsu.
Kurangnya perhatian Pemprovsu kepada atlit Sumut diakui pengurus KONI Sumut. Minimnya perhatian itu terlihat dari janji-janji Pemprovsu yang banyak tidak ditepati. Hal itu yang membuat kepercayaan atlit kian menipis.
Para atlit dan pengurus KONI lantas teringat dengan janji manis Pj Gubernur Agus Fatoni kala melepas atlit Sumut untuk bertarung pada PON 2024. Agus berjanji akan memberikan bonus bagi atlit berprestasi lebih tinggi dari bonus yang diberikan pada PON 2021.
Sebagai gambaran, di masa Gubernur Edy Rahmayadi, atlit peraih medali PON 2021 Papua mendapat bonus cukup menggiurkan. Peraih satu emas mendapatkan Rp250 juta, perak Rp 125 juta dan perunggu 100 juta. Jika medali yang diperoleh lebih dari satu, bonus akan dilipatkan.
Bonus untuk pelatih juga tidak kalah menariknya. Pelatih yang atlitnya memberikan emas mendapatkan bonus Rp 100 juta, perak Rp75 juta dan perunggu Rp 50 juta.
Perhatian besar dari Edy Rahmayadi kala itu membuat para atlit semakin bersemangat mempersiapkan diri untuk bersaing pada PON 2024 di mana Aceh dan Sumut tampil sebagai tuan rumah.
Sayangnya, saat PON 2024 berlangsung, Edy Rahmayadi tidak lagi menjabat gubernur. Posisinya digantikan oleh Pj Gubernur, Agus Fatoni, pejabat titipan Jokowi yang pada masa itu masih menduduki kursi presiden.
Sebagai birokrat yang tidak paham Sumut, Agus Fatoni kurang memberi perhatian bagi para atlit Sumut. Ia hanya bisa melontarkan janji manis, tapi realisasi tidak terbukti.
Agus Fatoni adalah pejabat politis yang ditugaskan untuk membantu memenangkan menantu Jokowi, Bobby Nasution, yang saat itu bersaing di Pilkada untuk merebut jabatan Gubernur Sumut. Tugas itu sudahh berhasil ia tunaikan sehingga Agus pun dianggap sukses memimpin Sumut. Padahal kinerjanya kacau balau. Para atlit PON Sumut termasuk yang merasakan kekacauan itu.
Ironisnya, setelah jabatan gubernur dikendalikan Bobby Nasution, kekacauan terus berlanjut.Setali tiga uang, Bobby pun kurang menghargai prestasi para atlit Sumut. Setidaknya hal itu terlihat saat itu mencairkan bonus bagi para atlit PON yang dilakukan setelah ditagih berkali-kali.
Begitu uang ditransfer ke rekening atlit, ternyata ada banyak pemotongan di sana sini. Lebih mengejutkan, bonus yang diberikan lebih kecil dibanding PON 2021. Benar-benar tidak sesuai dengan janji.
Salah seorang pelatih PON Sumut, Sadarmawati Simbolon mengaku tidak puas dengan bonus yang diterimanya karena mengalami penurunan cukup signifikan dari PON Papua tahun 2021.
"Empat tahun lalu, bonus untuk pelatih mencapai Rp100 juta untuk emas, Rp 75 juta untuk peran dan Rp 50 juta untuk perunggu. Sekarang semuanya turun. Emas jadi Rp75 juta, perak Rp.50 juta dan perunggu Rp15 juta,”tuturnya.
![]() |
Gubernur Bobby Nasution tidak tahu cara menghargai para atlit berprestasi |
Sebagai gambaran, pada PON Papua 2021, Sumut hanya finis di peringkat ke-13 dengan perolehan 10 emas, 22 perak dan 23 perunggu. Sementara di PON XXI, Sumut finis diperingkat keempat, dengan 79 emas, 59 perak, dan 116 perunggu.
Nasib para atlit Sumut berbanding terbalik dengan para atlit di daerah lain. Di Jakarta dan Jawa Barat, prestasi atlit dan pelatih sangat dihargai. Betapa tidak, atlit peraih medali emas mendapatkan bonus Rp 500 juta, perak Rp300 juta dan perunggu Rp200 juta. Tak heran jika banyak atlit asal Sumut yang memilih memperkuat daerah itu.
Salah seorang atlit Jakarta asal Sumut, Odekta Naibaho yang meraih tiga emas di cabang lari 5.000 meter, 10.000 meter dan marathon 42,195 km, berhasil mengantongi bonus Rp 1,5 miliar. Hal itu yang membuat ia merasa bersyukur membela Jakarta. Padahal ia lahir dan besar di Sumut.
Coba kalau saja Odekta membela tanah kelahirannya, pasti akan sangat menyesal.
Penyesalah itu yang dirasakan para atlit Sumut saat ini. Tak heran jika rencana pindah daerah kini menjadi agenda para atlit berprestasi. Pada PON 2028 nanti, bisa dipastikan prestasi Sumut tidak akan secemerlang PON 2024. Apalagi gubernurnya juga kurang memberi perhatian bagi nasib para atlit. Sedih..!