Warga Sumut Dilarang Melakukan Kegiatan Asmara Subuh, Pemko Medan Gelar Razia

Sebarkan:

Apel pagi kegiatan tim Pemko Medan untuk melakukan razia asmara subuh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Utara (Sumut) mengeluarkan imbauan untuk masyarakat Sumut selama bulan suci Ramadan. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan MUI Sumut, antara lain mengenai Tradisi Asmara Subuh dan membakar petasan, terutama pada Ramadan.

Ketua MUI Sumut Maratua Simanjuntak mengatakan MUI Sumut sebenarnya telah mengeluarkan Fatwa No. 02/KF/MUl-SU/V/2017 tentang Tradisi Asmara Subuh saat Ramadan. Juga mengharamkan umat Islam membakar petasan sebagaimana Fatwa MUI Provinsi Sumatra Utara No. 3/2017.

“Saya berharap warga muslim Sumut mematahui larangan ini agar Ramadan yang kita jalani lebih baik lagi,” kata  Maratua Simanjuntak.

Sehubungan dengan larangan itu, Pemko Medan bekerjasama dengan Polrestabes Medan menggelar Razia asmara subuh di sejumlah titik keramaian di kota ini. Langkah yang sama juga diharapkan dapat dilakukan Pemerintah Kabupaten/kota di sejumlah wilayah lainnya di Sumut.

Tradisi Asmara Subuh biasanya dilakukan oleh masyarakat, khususnya muda-mudi untuk berkumpul setelah sahur dan salat Subuh. Belakangan Asmara Subuh dilakukan para muda-mudi dengan berkumpul dan konvoi berkeliling kota hingga dijadikan ajang berpacaran atau mencari jodoh.

“Tradisi Asmara Subuh sebagaimana dimaksud hukumnya haram. Oleh karena itu, MUI Sumut mengimbau kepada masyarakat, khususnya generasi muda untuk tidak melakukan Asmara Subuh tersebut agar ibadah puasa yang dilakukan tidak dirusak dengan kegiatan-kegiatan yang melanggar syariat,” ujarnya.

Selain itu, ia menjelaskan, untuk memelihara kondusifitas, stabilitas dan ketertiban masyarakat serta kekhusyukan ibadah Ramadan, umat Islam diharamkan untuk membakar petasan.

“Untuk terwujudnya maksud tersebut, pihak kepolisian diharapkan menertibkan penggunaan petasan selama Ramadan,” ucapnya.

Butuh Ketegasan

Imbauan ini pun diapresiasi penyuluh agama Nurasyah Nasution, S.Pd.I.. Hanya saja ia menilai, seharusnya imbauan tersebut dilaksanakan juga di luar Ramadan dan membutuhkan ketegasan negara.

“Hendaknya fatwa keharaman Asmara Subuh ini juga diberlakukan di luar Ramadan, serta ada dukungan dan ketegasan pemerintah atau negara untuk menindak tegas pelaku pacaran dan perzinaan karena bahayanya yang besar bagi generasi kita,” ungkapnya.

Untuk Ramadan sendiri, lanjutnya, sudah seharusnya seluruh kaum muslim wajib menjaga kesucian Ramadan dari perbuatan-perbuatan tercela, seperti mendekati zina, berkumpul-kumpul tidak berguna, melakukan balap liar, hingga memunculkan persengketaan.

“Banyaknya kehamilan di luar nikah hingga meningkatnya dispensasi nikah dini adalah dampak dari pacaran dan perzinaan. Oleh karena itu, semua pintu yang mengarah ke hal tersebut wajib ditutup rapat,” jelasnya seraya menambahkan bahwa Allah Swt. telah melarangnya dalam QS Al-Isra ayat 32,

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Liberalisasi dan Sekularisasi

Nurasyah menyayangkan generasi saat ini yang makin jauh dari Islam. “Kondisi ini disebabkan proses liberalisasi dan sekularisasi yang terjadi di negeri ini. Oleh karenanya, penting agar seluruh pihak menyosialisasikan dan mewujudkan fatwa MUI ini, baik melalui media sosial maupun dunia nyata,” urainya.

Ia memandang, orang tua wajib mengingatkan anaknya agar tidak mengotori ibadah puasanya dengan perbuatan yang tidak baik.

“Kemudian masyarakat harus melakukan amar makruf nahi mungkar. Meskipun pelakunya bukan anak-anak kandung kita, tetapi mereka adalah anak-anak kaum muslim,” cetusnya.

Nurasyah pun berharap aparat keamanan dapat memainkan peran sebagai pengontrol melalui patroli-patroli di waktu Subuh, siang, dan malam-malam Ramadan untuk menjaga ketertiban dan keamanan.

“Masyarakat diatur agar berjualan mulai pukul 16.00. Dalam hal ini, negara punya peran penting dengan membuat regulasi dan pemberian sanksi bagi pelaku pelanggaran hukum,” ujarnya sekaligus mencontohkan pelaksanaannya di Kota Makkah.

Menurutnya, seluruh kaum muslim menginginkan hal yang sama, yakni terjaganya kekhusyukan ibadah puasa Ramadan.

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini