Alamak, Ternyata Uang Korupsi dana BOS di Batubara Mengalir ke Aparat Jaksa dan Polisi

Sebarkan:
Saidatul Fitri menunjukkan catatan suaminya terkait setoran pungutan dana BOS di Kabupaten Batubara yang ternyata mengalir ke aparat kejaksaan dan kepolisian. Duh, sangat memalukan.

Operasi tangkap tangan kasus pemotongan dana bantuan operasional sekolah (BOS) se-Kabupaten Batubara oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Maret lalu, berbuntut panjang. Pasalnya, dua tersangka yang ditangkap ternyata tidak hanya menggunakan uang hasil korupsi untuk kepentingan mereka sendiri, tapi ada yang disetor ke aparat Jaksa dan polisi.

Jumlah  setoran jelas. Semua data ada pada Saidatul Fitri,  istri  salah satu tersangka yang ditangkap. Fitri  siap membeberkan data penyetoran uang itu kepada aparat penegak hukum.

“Catatannya ada pada saya. Itu catatan dari suami saya yang ditangkap,” kata Fitri.

Sebelumnya diberitakan kalau  Kejaksaan Tinggi Sumut berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua pejabat Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Cabang Kabupaten Batubara pada Kamis, (14/3/2025).

Kedua pejabat itu adalah SLS (42) selaku Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK, dan MK (48) selaku Ketua MKKS SMA se-Kabupaten Batubara.

"Mereka ditangkap pada saat berada di SMK Negeri 1 Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara," ujar Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W. Ginting dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/3/2025) yang disampaikan ke Kajianberita.com .

Adre mengungkapkan, OTT itu berawal dari informasi masyarakat yang menyebutkan adanya pungutan uang yang dilakukan keduanya dari kepala sekolah SMA/SMK se-Kabupaten Batubara. Kemudian, tim intelijen Kejati Sumut langsung turun ke lapangan melakukan investigasi.

Setelah penyelidikan, kedua tersangka terindikasi melakukan pengumpulan uang kepada para kepala sekolah SMA dan SMK se-Kabupaten Batubara yang bersumber dari dana BOS Tahun Anggaran 2025 SMK/SMA negeri dan swasta se-Kabupaten Batubara.

Dari OTT yang dilakukan, polisi mengamankan barang bukti senilai Rp 319 juta. Selanjutnya keduanya dinyatakan tersangka.

Kini kedua tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Negara Klas I Medan untuk penyelidikan proses hukum lebih lanjut. Mereka dituduh melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf e atau huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun kasus penangkapan itu berbuntunt panjang setelah istri salah seorang tersangka, yakni  Saidatul Fitri menyebutkan bahwa uang hasil pemungutan itu ternyata juga disetorkan kepada aparat penegak hukum. Bahkan di bulan Ramadhan lalu, tersangka menyetorkan uang tunjangan hari raya (THR) yang diminta oleh apparat penegak hukum.

Aparat yang dimaksud adalah polisi dan Jaksa di Kabupaten Batubara.  Saidatul Fitri bahkan mengaku punya catatan tentang sotoran itu yang merupakan milik suaminya.

“Saya siap membuktikan adanya setoran itu,” katanya.

Ada beberapa sandi yang digunakan dalam catatan setoran itu yang semuanya merupakan tempat titik-titik lokasi kantor APH berada dengan sejumlah nominal yang sudah ditentukan.

Misalnya, ada sandi yang bertuliskan Kayu Ara, yang tidak lain merupakan nama desa di Kabupaten Batubara sebagai lokasi Kantor Kejaksaan Negeri Batubara. Lalu sandi kedua bertuliskan  Ibu Kota, yang menunjukan Kecamatan Limapuluh sebagai pusat Kabupaten Batubara. Wilayah itu lokasi kantor Polres Batubara berada.

Selanjutnya, tertulis beberapa sandi lain, seperti Cabang, BPK, Disdik/manajemen, Penginapan Inspektorat, dan Transportasi Kadis.

Dua tersangka, SLL dan MK yang sekarang ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan
“Saya sudah melaporkan oknum polisi yang meminta uang kepada suami saya. Oknum berpangkat Brigadir Kepala (Bripka) berinisial ASR,” ujar Fitri, Jumat (11/4/2025). Fitri mengaku punya bukti kalai oknum itu pernah menelepon suaminya MK untuk menanyakan soal pencairan uang dana BOS yang sudah dicairkan di setiap sekolah.

“Kalau tidak salah awal Maret atau Februari akhir oknum polisi tersebut menelepon suami saya, karena di speaker, saya juga mendengar. Dia menanyakan soal dana BOS,” ujarnya.

Selain oknum petugas Polres, Fitri juga menyebutkan oknum Kejaksaan Negeri Batubara juga ada meminta uang THR yang bersumber dari dana bos tersebut.

“Saya juga akan laporkan mereka. Datanya sudah ada,” ujarnya.

Terbongkarnya kasus pemerasan ini semakin menambah daftar panjang catatan buruk aparat keamanan selaku penegak hukum di negeri  ini. Pura-pura menegakkan hukum, tetapi ikut bermain dalam kasus criminal itu.

Sebelumnya juga sudah ada kasus tersangka narkoba yang mengaku selama ini telah menyetor uang bulanan kepada apparat kepolisian. Bahkan ada yang mengaku sudah menyetor sebesar Rp160 juta kepada pejabat tertentu.

Begitu juga dalam kasus penembakan tiga personal polisi di Lampung beberapa waktu  lalu terkait kasus judi sabung ayam. Belakangan terungkap kalau koordinator judi sabung ayam itu selama ini telah memberikan setoran kepada aparat kepolisian setempat.

Tapi nyatanya mereka digerebek juga sehingga mereka terpaksa membunuh tiga polisi yang melakukan penggerebekan itu.

Kasus korupsi dana BOS di Batubara ini harusnya diungkap secara terang benderang agar citra aparat keamanan tidak semakin buruk. Jika tidak, maka bisa jadi penangkapan itu dilakukan karena setoran kurang besar atau pembagian tidak merata.

Sungguh miris melihati prilaku aparat penegak hukum di negeri ini. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini