-->

Ini Empat Elit yang Berkonspirasi Melengserkan Ijeck, Pengurus Golkar Sumut Serukan Perlawanan

Sebarkan:
Musa Rakejshah alias Ijeck (kiri) bersama Riza Fahrumi Tahir

Misi untukmelengserkan Musa Rajekshah alias Ijeck dari jabatan ketua DPD Golkar Sumut bukanlah sebuah kebetulan, tapi  merupakan rekayasa dari empat orang yang bermain di balik kasus itu. Keempat orang itu adalah Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia, Sekjen Golkar Muhammad  Sarmuji, Wakil Ketua Umum Ahmad Doli Kurnia Tandjung (yang kemudian ditunjuk sebagai Plt Ketua Golkar Sumut) dan terakhir Bobby Nasution, Gubernur Sumut.

Dari tiga orang itu, hanya Bobby Nasution yang bukan merupakan pengurus Golkar. Sampai saat ini Bobby tercatat sebagai kader biasa Gerindra Sumut, bukan pengurus elit.

Lantas mengapa Bobby ikut bermain dalam pemecatan Ijeck itu? Jawabnya sangat mudah, karena Bobby akan menggunakan Golkar sebagai motor untuk maju pada Pilkada 2029.

Kalau saja Ijeck yang menjabat sebagai ketua Golkar, jalan Bobby dipastikan tidak akan mulus karena hubungannya dengan Ijeck sudah tidak lagi mesra seperti dahulu. Malah Ijeck disebut-sebut sudah bertekad maju pada Pilkada Gubernur Sumut 2029 mendatang.

Pada Pilkada 2024 lalu Ijeck sebenarnya sudah bersikeras untuk maju,  tapi kemudian terhalang oleh kepentingan keluarga Jokowi. Kala itu Jokowi, mertua Bobby, masih berkuasa sehingga melalui tangan Jokowi pula, Ijeck dipaksa mundur dari kontestasi Pilkada Sumut kala itu. Ijeck diminta focus sebagai anggota DPR RI saja.

Ia sempat dijanjikan akan mendapat jabatan sebagai salah satu ketua Komisi di DPR RI, tapi ternyata janji itu hanya isapan jempol belaka.

Belakangan Jokowi malah campur tangan lebih jauh di tubuh Golkar dengan menggulingkan Airlangga Hartarto dari jabatan ketua umum untuk diganti dengan Bahlil Lahadalia. Airlangga hanya bisa pasrah, sebab jika tidak, ia bakal dijerat dengan berbagai kasus korupsi yang sudah masuk dalam catatan Jokowi.

Sudah bukan rahasia lagi, semasa Jokowi menjabat presiden, ia sudah menyimpan berbagai data kasus korupsi yang pernah dilakukan sejumlah pimpinan partai  dan orang-orang dekatnya. Kalau saja orang itu tidak tunduk kepada kemauannya, Jokowi akan memaksa pejabat itu berhadapan dengan hukum.

Airlangga Hartarto kabarnya sempat tersangkut kasus korupsi minyak goreng yang merugikan negara ratusan miliar. Makanya ia diancam meninggalkan kursi ketua umum Golkar untuk diganti dengan Bahlil. Jika melawan, kasusnya akan dibongkar KPK. 

Harus dipahami juga pimpinan KPK juga merupakan orang-orang Jokowi. Begitu juga dengan Polri dan Kejaksaan Agung. Semasa Jokowi berkuasa, kendali hukum ada di tangannya. Bahkan pengaruh itu masih ada sampai sekarang.

Setelah mendapat ‘hadiah’ sebagai Ketua umum Golkar, kabarnya Bahlil membangun komitmen untuk mendukung karir politik anak menantu Jokowi di masa depan. Bobby Nasution termasuk yang menjadi perhatian Bahlil untuk diselamatkan pada Pilkada 2029.

Maka itu, sejak awal kepengurusannya, Bahlil sudah merancang untuk merombak kepengurusan  Golkar Sumut untuk diganti dengan orang-orang yang kelak siap mendukung Bobby.

Kabarnya Bahlil sudah menyiapkan Hendri Yanto Sitorus, Bupati Labuhanbatu Utara untuk menduduki jabatan itu lima tahun ke depan. Musyawarah Golkar Sumut yang direncanakan berlangsung awal tahun depan hanya sekedar mengetuk palu bagi Hendri.

Soal keterlibatan empat elit politik yang bermain menggulingkan Ijeck ini secara tegas diungkap oleh Wakil Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Sumatera Utara, Riza Fakhrumi tahir. Dalam status facebook @Riza Fahrumi Tahir, ia   menyebutkan bahwa keempat orang ini sejak awal sudah bekerjasama untuk menjatuhkan Ijeck.

“Semua itu dilakukan demi kepentingan Bobby Nasution melalui mertuanya, Jokowi!” ujar Riza.

Karena keputusan pemecatan Ijeck itu, Riza menganggap Bahlil merupakan seorang pengkhianat.  Betapa tidak, sebab selama kepemimpinan Ijeck, Golkar Sumut meraih prestasi yang cukup membanggakan.

Pada Pemilu 2019 sebelum Ijeck memimpin partai itu, perolehan kursi Golkar di seluruh kabupaten/kota hanya 184 kursi. Di masa kepemimpinan Ijeck, perolehan itu melonjak tajam menjadi 208 kursi di semua DPRD kabupaten/kota.

Begitu juga di tingkat provinsi, terjadi kenaikan cukup signifikan dari 15 kursi pada Pemilu 2019 menjadi 22 kursi pada Pemilu 2024 lalu. Dengan demikian Golkar berhasil meruntuhkan dominasi PDIP Sumut yang selalu menjadi jawara dalam beberapa pemilu sebelumnya.

Perolehan suara Golkar di DPR RI tidak kalah hebatnya. Pada Pemilu 2019 Golkar Sumut hanya mendapatkan empat kursi, tapi di masa kepemimpinan Ijeck perolehan meningkat jadi 8 kursi. Dengan prestasi yang cukup mengkilap ini tidak heran jika menguat dukungan agar Ijeck kembali duduk sebagai Ketua Golkar Sumut periode 2025-2030.

Ijeck pun optimis kalau kursi Ketua Golkar itu akan berhasil ia duduki kembali. wajar saja, sebab dari 33 DPC Golkar di seluruh kabupaten/kota di Sumut, sebagian besar sudah menyatakan dukungan kepadanya.

Namun semua prestasi yang telah diraih itu sepertinya tak berarti apa-apa di mata Bahlil dan dedengkotnya. Dengan teganya Bahlil kemudian memecat Ijeck dari jabatan ketua Golkar Sumut sebelum Musda dilaksanakan.

Maka itu Riza tegas mengatakan Bahlil sebagai sosok pengkhianat. Ia lantas menyerukan perlawanan terhadap ketua umum Golkar itu.

“Lengserkan Bahlil, Sarmuji dan Doli!” tulis Riza dalam statusnya itu.

Namun sejauh ini belum jelas apa aksi yang akan dilakukan Riza dan rekan-rekannya untuk merealisasikan gerakan melengserkan Bahlil itu. Sementara itu sahabatnya, Ilhamsyah yang juga Sekjen Golkar Sumut, justru sudah mengundurkan diri sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan tersebut.

Sejauh ini kondisi di tubuh Golkar Sumut masih adem ayem. Ijeck dan beberapa elit Golkar Sumut lainnya kabarnya masih berada di Jakarta untuk  bisa bertemu dengan Bahlil mempertanyakan soal pemecatan itu. Namun sejauh ini Bahlil enggan untuk ditemui untuk urusan tersebut.

Sementara itu Sekjen Golkar Muhammad Sarmuji menegaskan bahwa pemberhentian Ijeck sudah tepat karena masa jabatannya sudah berakhir. Ahmad Doli Kurnia Tanjung akan memimpin Golkar Sumut sampai selesainya Musda nanti.

Tapi sejak keputusan pemecatan itu ditandatangani 14 Desember 2025, Ahmad Doli belum menampakkan batang hidungnya di kantor DPD Golkar Sumut. Kabarnya Ia masih bermanuver di Jakarta sampai menunggu suasana di Golkar Sumut lebih tenang.***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini