Jokowi Masih Bernafsu Menunjukkan Pengaruh, Ada Matahari Kembar dalam Pemerintahan?

Sebarkan:

Jokowi dan Prabowo, siapa sebenarnya presiden sesungguhnya di republik ini
Isu "Matahari Kembar" dalam politik Indonesia kembali mencuat pasca-pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia. Fenomena ini merujuk pada kekhawatiran bahwa pemerintahan akan diwarnai oleh dualisme kepemimpinan, di mana Prabowo harus berbagi pengaruh dengan mantan Presiden sebelumnya Joko Widodo (Jokowi).

Kekhawatiran utamanya dengan kondisi adalah bahwa pemerintahan tidak akan berjalan secara efektif jika Prabowo terus-menerus harus mengakomodasi kepentingan dan bayang-bayang kekuasaan Jokowi.

Awal Isu Matahari Kembar itu muncul, setelah sejumlah menteri Kabinet Prabowo yang juga mantan bawahan Jokowi, melakukan kunjungan ke kediaman Jokowi di Sumber, Solo awal bulan Syawal 2025.

Meski diklaim sebagai kunjungan silaturahmi Lebaran biasa, publik dan pengamat politik mencurigai kedatangan rombongan itu memiliki agenda politik terselubung, termasuk konsultasi kebijakan dengan Jokowi.

Beberapa komentar mereka saat diwawancara wartawan justru akhirnya menjadi blunder berkepanjangan. Beberapa menteri sempat menyebut Jokowi sebagai "mantan bos bahkan masih bosnya", hal itu memicu spekulasi bahwa mereka masih menganggap Jokowi sebagai figur berpengaruh.

Sehingga berkembang sejumlah spekulasi dan dugaan mereka masih memiliki kesetiaan pada Jokowi. Kesetiaan itu tidak hanya kepada Prabowo sebagai atasannya atau mereka seolah bermain dua kali.

Menguatnya isu matahari kembar pertama kali mengemuka disampaikan, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh memiliki "dua matahari" karena akan menciptakan kebingungan arah pemerintahan.

Dua pusat kekuasaan hanya akan membelah kohesivitas nasional dan melemahkan stabilitas politik, sebenarnya pernyataan SBY berbicara terkait posisi Ketua Umum internal Partai Demokrat antara SBY dan AHY yang mengingatkan kepada kader Demokrat soal posisi Ketua Umum Demokrat.

Namun sejumlah politisi melihat hal itu sebagai sindiran kepada Prabowo dan pemerintahannya, yang saat itu masih sering bertemu dan mengajak diskusi mantan bosnya, Hal itu dianggap sebagai langkah yang mengakibatkan terbentuknya istilah matahari kembar karena saling berebut pengaruh.

Meski Jokowi sendiri selalu menegaskan tidak ada matahari Kembar, "Apa yang salah orang Silaturahmi bisa dengan siapa saja". katanya. "Ia menegaskan tak ada matahari kembar, matahari hanya satu yaitu Presiden Prabowo Subianto, sudah" tegasnya menangkis pertanyaan wartawan saat itu.

Isu, matahari kembar ini berhembus setelah sejumlah menteri bekas anak buah Jokowi yang saat ini menjadi kabinet merah putih Prabowo berbondong bondong datang ke kediaman Jokowi, untuk silaturahmi lebaran.

Kemudian muncul pernyataan menteri tersebut, seperti Wahyu Trenggono menteri KKP dan menteri Kesehatan Budi Sadikin yang menjawab habis bertemu mantan atasannya, bahkan masih atasannya.

Pernyataan itu menimbulkan berbagai penafsiran diantaranya hingga tafsiran soal loyalitas para menteri tersebut. Antara ke Presiden Prabowo atau masih loyal kepada Jokowi. Pernyataan itulah yang kemudian jadi polemik dan diributkan banyak pihak sehingga muncul istilah matahari kembar.

Kunjungan sejumlah menteri Prabowo ke kediaman Jokowi juga diingatkan oleh Politisi dari PKS, Mardani Ali Sera yang mengingatkan meski Prabowo tak merasa tersinggung dengan pertemuan tersebut, Tapi bisa menjadi akan anggapan munculnya Matahari Kembar.

Meski belakangan pihak Humas DPP PKS, Mabruri menyatakan bahwa pernyataan itu ungkapan pribadi Mardani dan tidak terkait PKS secara lembaga, karena Mardani saat ini tak lagi di DPP PKS, saat ini Mardani hanya sebagai Badan kerjasama Antar Parlemen di komisi DPR.

Kunjungan sejumlah orang beberapa mantan menteri yang sekarang berlanjut di Kabinet merah Putih di bawah pemerintah presiden Prabowo, Ke kediaman Jokowi di sana kemudian Muncul komentar dan statemen yang kemudian membuat banyak bingung, seolah ada dua.

Trenggono, Menteri KKP yang saat itu hadir ke kediaman Jokowi membenarkan menemui mantan Bosnya dan masih bosnya juga, untuk bersilaturahmi lebaran, pernyataan itu disayangi banyak. seolah kedua Menteri itu masih punya loyalis kepada Prabowo dan Jokowi, kendati Jokowi tak lagi memiliki pengaruh. Selain kunjung sejumlah Menteri ke Jokowi.

Kunjungan para siswa Sespimmen (Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah Polri) juga mendatangi rumah Jokowi, Hal ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak, Pakar Politik Militer, Slamet Ginting menilai kedatangan sejumlah Siswa Sespimmen tak mungkin tanpa izin dari Kapolri. 

Apalagi saat ini Jokowi sedang menghadapi Ijazah yang dipersoalkan sejumlah orang, sehingga kehadiran sejumlah Perwira polri di moment itu menimbulkan banyak interpretasi di publik.

Sejumlah Menteri yang kedapatan menemui Jokowi mengatakan itu hanya kunjungan silaturahmi biasa. Menurut Sekjen Partai PAN, Eko Hendro Purnomo (alias Eko Patrio), momen itu yang sangat wajar.  

Apalagi suasana setelah Ramadan, nuansanya masih dalam semangat halalbihalal. Jadi, pertemuan ini saya pandang sebagai bentuk silaturahmi biasa, tidak perlu dipersepsikan macam-macam," Eko kepada wartawan, di DPR Minggu pekan lalu.

Eko menyebut pertemuan di Solo itu silaturahmi antara para menteri yang hari ini menjadi pembantu Presiden Prabowo Subianto dengan Jokowi. Menurut Eko silaturahmi mempunyai sisi positif dan menjaga hubungan baik antar tokoh bangsa. Menurut Eko, "Istilah Matahari Kembar itu berlebihan"

Munculnya isu Matahari Kembar akan berimplikasi berbagai hal antara lain, sebagian pihak melihat hal itu bisa menimbulkan kaburnya otoritas kepemimpinan. Dalam sistem presidensial, presiden adalah pemegang mandat tunggal rakyat.

Jika menteri masih mencari arahan dari mantan presiden, hal ini dapat mengaburkan hierarki pemerintahan dan melemahkan kewibawaan Prabowo sebagai pemimpin tertinggi.

Juga bisa ciptakan potensi konflik kebijakan. Jika Jokowi tetap aktif memberikan masukan di luar struktur resmi, kebijakan pemerintahan Prabowo berisiko terdilusi oleh kepentingan politik lama. Pengamat politik Hendri Satrio (Hensa) menilai bahwa isu ini dapat memicu ketidakstabilan jika tidak dikelola dengan baik.

Bahkan bisa jadi ancaman terhadap stabilitas politik, Prabowo sendiri pernah menyatakan bahwa dirinya "Tidak menjadi presiden dengan meminta-minta", menegaskan bahwa kepemimpinannya harus dihormati. Namun, jika isu matahari kembar terus berkembang, hal ini dapat memicu friksi internal di kalangan elite pendukung pemerintah.

Upaya Menepis Isu Matahari Kembar

Jokowi telah berulang kali membantah isu ini, menegaskan bahwa "tidak ada matahari kembar" dan bahwa satu-satunya pemimpin sah adalah Prabowo 110. Salah satu langkah strategis untuk meredam isu ini adalah pengutusan Jokowi sebagai perwakilan Indonesia di pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.

PAN menilai bahwa langkah ini menunjukkan kepercayaan Prabowo kepada Jokowi sekaligus menegaskan bahwa tata kelola pemerintahan berjalan secara konstitusional.

Namun, beberapa pengamat seperti Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan bahwa meskipun Prabowo tampak tidak terganggu, "penumpang gelap" (aktor politik yang memanfaatkan situasi) bisa memanipulasi dinamika ini untuk kepentingan mereka.

Agar pemerintahan berjalan efektif, Prabowo harus menegaskan otoritasnya secara tegas. Slamet Ginting melihat munculnya petisi dari Forum Purnawirawan Prajurit berisi 8 pernyataan sikap mereka yang ditandatangani sekitar 300 an jendral, puluhan marsekal dan bisa sebagai amunisi bagi Prabowo untuk melepas keterikatan dengan Jokowi selama ini.

Lebih jauh isu Matahari kembar itu merambat dengan munculnya Pernyataan Sikap sejumlah Forum purnawirawan Prajurit TNI, selain menjadi dukungan agar Prabowo dapat memisahkan dari bayang-bayang Jokowi dan tampil sebagai presiden seutuhnya.

Selain menyampaikan keresahan dengan penyampain 8 butir pernyataan sikap mereka pernyataan yang ditandatangani sekitar 300 jendral, puluhan Marsekal juga puluhan letkol dalam pernyataan itu selain menyerukan pengembalian UUD 45 yang asli juga menyerukan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabumingraka dengan alasan prosesnya melanggar konstitusi.

Sementara sejumlah tokoh menyarankan tetap menjaga hubungan baik dengan Jokowi penting untuk stabilitas, batas antara silaturahmi dan intervensi politik harus jelas. Jika tidak, isu matahari kembar akan terus menjadi bayang-bayang yang mengganggu konsolidasi kekuasaan dan fokus pembangunan nasional. (redaksi/voi)

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini