Seleksi Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Tirtanadi yang baru saja selesai telah memastikan bahwa posisi itu diisi oleh dua politisi, yakni Yudha Johansyah dan Andi Atmoko Panggabean. Terpilihnya kedua sosok ini pada dasarnya sudah diduga sejak awal karena keduanya adalah anggota tim sukses Bobby Nasution pada Pilkada lalu.
Makanya sangat mengherankan jika ada yang percaya kalau proses seleksi itu berjalan fair dan objektif. Tidak heran jika banyak peserta seleksi yang begitu bersemangat mengikuti semua proses dari awal.
Yudha dan Andi Atmoko pada dasarnya bukanlah sosok yang berpengalaman dalam bisnis dan distribusi air konsumsi. Keduanya sebenarnya lebih tertarik menjadi anggota legislatif.
Namun karena gagal pada Pemilu 2024, mereka banting setir menjadi pendukung Bobby di Pilkada. Kebetulan keduanya juga berasal dari partai yang meng-endorse Bobby sebagai gubernur.
Setelah Bobby berhasil duduk sebagai gubernur, seperti biasa, bagi-bagi jabatan pun dilakukan.
Sejak awal Bobby menjanjikan kalau Yudha dan Andi Atmoko akan mendapat jabatan sebagai dewan pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi.
Namun sesuai Peraturan Daerah Sumut Nomor 2 tahun 2022 tentang Perusahaan Umum Daerah Tirtanadi, pemilihan dewan pengawas haruslah melalui proses seleksi terbuka. Oleh karena itu, mau tidak mau Bobby memerintahkan Sekda provinsi segera dilakukan seleksi yang bisa diikuti semua masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku.
Syarat utamanya, minimal berpendidkan S-1, usia tidak lebih dari 60 tahun dan bukan pengurus partai.
Syarat ini sempat menghambat Yudha Johansyah karena kala itu ia tercatat sebagai Sekretaris DPD Partai Demokrat Sumut. Untuk memenuhi syarat itu, Yudha terpaksa mengundurkan diri dari partai tersebut. Kepada teman-temannya ia mengaku pamit sebentar. Nanti akan bergabung lagi dengan partai itu.
Toh, di Partai Demokrat Sumut, Yudha juga tidak banyak berperan. Semua orang tahu bahwa ia adalah pengurus titipkan pusat. Ayah Yudha, yakni Mayjen (Purn) Djali Yusuf, yang merupakan mantan Pangdam Iskandar Muda adalah sahabat dekat Ketua Majelis Tinggi Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Oleh karena itu meski tidak begitu dikenal di Sumatera Utara, Yudha yang berdarah Aceh tetap ditunjuk sebagai Sekretaris partai. Tak satupun pengurus Demokrat Sumut yang bisa memproses keputusan itu karena penunjukan itu perintah pusat.
Masalahnya, ketika Pemilu Legislatif 2024, Yudha yang bertekad merebut posisi anggota DPRD dari daerah pemilihan Sumut 2 tidak berhasil mendapatkan dukungan suara memadai karena tidak banyak pemilih yang mengenalnya. Padahal iklan tentang dirinya cukup besar terpampang di tengah kota Medan.
Gagal di Pemilu legislatif, Yudha kemudian memutuskan bergabung sebagai dalam tim Bobby-Surya pada Pilkada 2024 dengan jabatan wakil ketua tim kampanye. Di sinilah asal muasal kedekatannya dengan Bobby.
Lain lagi dengan Andi Atmoko Panggabean. Sosok yang satu ini sudah berinteraksi dengan Bobby saat menantu Jokowi itu menjabat walikota Medan. Selain sebagai politisi, Andi Atmoko juga berpengalaman dalam dunia bisnis, khususnya di sektor perumahan. Ia pernah menjabat ketua Real Estate Sumut dua periode, dari 2017-2023.
Namun naluri politiknya lebih kuat. Hal itu yang mendorong Andi Atmoko bergabung sebagai kader Gerindra. Pada Pemilu 2024, ia mencalonkan diri maju merebut kursi DPRD provinsi dari daerah pemilihan Sumut 10. Sama seperti Yudha, ia gagal terpilih karena kurang dukungan suara.
Pada Pilkada 2024, partainya Gerindra lantas menugaskan Andi bergabung sebagai tim sukses Bobby-Surya. Tidak hanya sekedar anggota tim, Andi juga disebut-sebut ikut andil dalam mendukung pembiayaan kampanye.
Makanya, Bobby termasuk cukup berhutang budi kepadanya. Tak heran jika Andi turut mendapatkan jabatan sebagai dewan pengawas Tirtanadi, salah satu perusahaan daerah air minum yang cukup banyak memberi profit bagi Pemerintah Sumut.
Lain halnya dengan Yudha yang tercatat sebagai pengurus partai, Andi Atmoko Panggabean hanyalah seorang kader di Gerindra, sehingga ketika seleksi untuk dewas Tirtanadi dibuka, Andi tidak perlu harus pamit untuk mengundurkan diri dari partai. Larangan bagi peserta seleksi hanya berlaku untuk pengurus partai, bukan untuk kader.
Tentu saja keputusan Bobby menunjuk Yudha dan Andi sebagai Dewas Tirtanadi tidak disampaikan ke public. Sebaliknya, Bobby memerintahkan jajarannya di Pemerintah Provinsi untuk mengumbar janji ke public bahwa seleksi mencari dewan pengawas Tirtanadi akan dilakukan secara objektif. Hanya dua peserta terbaik yang akan terpilih.
Tak heran jika ada banyak yang tertarik bersaing mendapatkan jabatan itu. Bahkan yang mendaftar mencapai lebih dari 20 orang. Mereka tidak hanya dari kalangan kampus, tapi juga para ahli di bidang air minum dan sejumlah pengusaha. Tidak sedikit yang merupakan mantan pejabat penting di PDAM Tirtanadi.
Mereka inilah orang-orang yang tertipu dengan janji proses seleksi objektif itu. Mereka sejak awal siap bersaing adu gagasan dan ketrampilan di bidang pengawasan usaha air minum daerah, tapi mereka tidak sadar bahwa Bobby sejak awal telah menetapkan kalau posisi Dewas untuk dua tim suksesnya. Pada akhirnya peserta ini tertipu mentah-mentah.
Kajianberita.com telah membeberkan scenario busuk Bobby Nasution untuk bagi-bagi jabatan bagi pendukungnya. Tapi masih banyak yang berharap bahwa Bobby akan bersikap jujur untuk mencari sosok yang berpengetahuan tinggi guna menduduki jabatan Dewas itu.
Kini semua terjawab sudah. Yudha dan Andi Atmoko dipastikan sudah menduduki jabatan itu setelah keduanya menerima Surat Keputusan pengangkatan langsung dari Bobby Nasution pekan ini. Dalam pernyataannya, Bobby mengatakan bahwa kedua sosok ini adalah peserta terbaik dari proses seleksi yang berlangsung.
Tentu saja pernyataan ini hanyalah sebuah retorika yang sudah bisa ditebak sejak awal. Ucapan politik dari seorang penguasa yang tidak layak dipercaya.
Namun harus dipahami juga bahwa langkah Bobby itu sudah biasa, sebab sebagai penguasa, ia tentu ingin orang-orangnya yang mendapat jabatan strategis di perusahaan daerah. Yang bodoh adalah mereka yang tercaya bahwa seleksi akan berjalan objektif.
Orang-orang ini sudah menghabiskan energi yang cukup banyak untuk mengikuti semua proses seleksi yang berlangsung. Mereka belajar keras dan bahkan sudah mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk berbagai kebutuhan administrasi. Tak tahunya, mereka adalah korban permainan penguasa.
Kasihan orang-orang ini. Dan berjayalah Yudha serta Andi Atmoko. Mereka tidak perlu belajar keras untuk menghadapi proses seleksi sebab mereka sudah tahu bakal dimenangkan oleh sang tuan.
Kini keduanya pun bisa duduk tenang menerima gaji Dewan pangawas Tirtanadi yang setiap bulannya mencapai minimal Rp25 juta. Inilah renteran proses seleksi penuh tipu-tipu, sarat permainan ecek-ecek, dan janji omong kosong para pendusta. Betapa busuknya PDAD Tirtanadi di era Bobby Nasution.**