Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyoroti kasus penembakan
remaja bernama M Syuhada (15) oleh Kapolres Belawan AKBP Oloan Siahaan saat
penertiban tawuran di kawasan Tol Belmera, Sabtu (3/5/2025). LBH Medan menyebut
terdapat delapan kejanggalan dalam peristiwa tersebut. AKBP Oloan Siahaan, Kepala Polres Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, yang menjadi sorotan karena menembak dua remaja di Belawan. Salah seorang diantaranya meninggal dunia
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, mengatakan narasi bahwa Kapolres Belawan diserang oleh massa disampaikan secara sepihak dan belum berimbang.
"Karena sampai sekarang pihak keluarga korban dan anak lainnya saksi B (17) yang merupakan saksi kunci belum memberikan pernyataan keterangan apapun ke publik," ujar Irvan melalui keterangan tertulis, Kamis (8/5/2025).
Kejanggalan kedua, menurut Irvan, adalah keterangan polisi yang belum disertai bukti kuat secara hukum. Ia menyoroti tidak adanya rekaman CCTV, hasil autopsi korban, maupun dokumentasi mobil dinas kapolres yang disebut terkena serangan senjata tajam.
Ketiga, Irvan menyatakan keterangan soal Kapolres yang diserang tidak dapat langsung dibenarkan secara logika hukum.
"Dimana jika ditelaah secara logika hukum, dimana jika dia telah secara mendalam dan sesuai keterangan resmi Kabid Humas Polda Sumut dapat disimpulkan jika AKBP Oloan dan supirnya saja yang menghadapi 10 orang pelaku tawuran," ujarnya.
Kejanggalan keempat berkaitan dengan kondisi Kapolres yang hanya berdua dengan sopirnya dalam menghadapi kerumunan pelaku tawuran, yang menurut Irvan tidak masuk akal. Terlebih saat itu disebut terjadi pelemparan batu, mercon, dan sabetan klewang ke arah mobil dinas.
Kejanggalan kelima, LBH Medan menyoroti belum adanya penjelasan resmi hasil uji balistik dari peristiwa tersebut.
"Dimana pemeriksaan ini mengidentifikasi jenis senjata api, jenis amunisi, jarak tembak dan arah tembak, serta menganalisis kerusakan akibat yang disebabkan oleh peluru," katanya.
Keenam, Irvan mempertanyakan siapa yang membawa korban ke rumah sakit setelah penembakan. Menurutnya, tidak ada informasi jelas terkait hal itu.
"Atau boleh jadi korban memang telah meninggal dunia pasca ditembak," katanya.
Kejanggalan ketujuh berkaitan dengan dugaan pelanggaran terhadap prosedur tetap kepolisian. Irvan menyebut tindakan AKBP Oloan tidak sesuai dengan Protap Nomor 1 Tahun 2010, Perkap Nomor 1 Tahun 2009, dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009.
"Dimana penembakan ke arah pelaku merupakan upaya terakhir dengan kehati-hatian yang tinggi dan bertujuan menghentikan melumpuhkan, bukan mematikan," ujarnya. "Akan tetapi berdasarkan hasil pemberitaan media, korban mengalami luka tembak pada bagian perut, seyogyanya penembakan pada bagian perut jelas mengakibatkan potensi kuat pada kematian seseorang," tandasnya.
Terakhir, Irvan menyebut penembakan oleh AKBP Oloan bertentangan dengan Pasal 3 huruf B Perkap Nomor 1 Tahun 2009.
"Penembakan yang dilakukan oleh AKBP Oloan sepatutnya memiliki prinsip nesesitas, proporsional dan reasonable, sehingga tidak menghasilkan tindakan yang berlebih,'' katanya.
Berdasarkan delapan poin tersebut, LBH Medan menduga tindakan Kapolres Belawan tidak sesuai prosedur dan masuk dalam kategori *ekstra judicial killing”. Irvan juga mengungkap bahwa LBH memiliki catatan lama terhadap AKBP Oloan.
Pada 2022, ia diduga menerima suap dari istri bandar sabu dan dijatuhi sanksi etik. Selain itu, saat menjadi Plh Kapolres Karo, Oloan pernah menangani kasus pembakaran rumah wartawan Rico.
Saat itu, ia menyampaikan kepada publik bahwa kejadian tersebut adalah kebakaran, meski fakta di lapangan menunjukkan adanya unsur pembunuhan berencana.
"Dia memberikan keterangan kepada publik secara tidak benar dengan mengatakan kasus tersebut merupakan kebakaran, padahal faktanya merupakan pembunuhan berencana," ungkap Irvan.
Meski demikian, LBH Medan mengapresiasi langkah cepat Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Wisnu Hermawan yang menonaktifkan AKBP Oloan Siahaan dari jabatannya.
“LBH Medan menilai tindakan Kapolda sudah tepat dan benar. Hal ini untuk memberikan kepercayaan kepada publik jika proses hukum kasus ini dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabilitas," kata Irvan.
Sebelumnya diberitakan, insiden penembakan terjadi saat AKBP Oloan Siahaan turun langsung menangani laporan tawuran di kawasan Jalan Tol Belmera. Tawuran tersebut dilaporkan bermula dari Simpang Kantor Camat Belawan pada Sabtu malam.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Ferry Walintukan menyampaikan, Kapolres memimpin apel siaga hingga pukul 02.00 WIB di Posko Berkawan, lalu melanjutkan patroli ke wilayah lain. Saat melintasi Tol Belmera, mobil dinasnya dihadang oleh sekelompok pelaku tawuran.
"Saat memasuki Tol Belmera, dia (Oloan) mendapati adanya tawuran. Para pelaku melakukan penghadangan terhadap mobil dinas Kapolres Pelabuhan Belawan," kata Ferry dalam keterangan tertulis yang diterima Kajianberita.com.
Ferry menjelaskan, Oloan sempat memberikan tiga kali tembakan peringatan. Namun, serangan dari para pelaku berlanjut sehingga Oloan melepaskan tiga tembakan ke arah kaki.
"Dia mengarahkan tembakan ke bagian kaki para pelaku. Namun, kondisi di lokasi kurang terang," katanya.
Akibat tembakan itu, dua remaja mengalami luka tembak. Satu di antaranya, MS, terkena tembakan di bagian perut dan meninggal dunia. Sementara B (17) terluka di bagian tangan. Dalam kasus ini, Kapolres Belawan mengaku tembakan yang ia lakukan untuk membela dirinya.
Pernyataan Kapolres ini sejak awal perlu pembuktian. Bisa saja ada potensi kebohongan di dalamnya.
Yang sangat mengherankan, banyak orang yang tidak tahu masalah, tapi pagi-pagi buta langsung menyatakan tindakan Kapolres Belawan itu sudah tepat. Orang-orang yang masuk kelompok ini lantas membawa-bawa nama ormas, nama organisasi, bahkan ada yang membawa nama nenek moyangnya untuk membela Kapolres Belawan.
Padahal kasusnya di Belawan, sementara posisi mereka entah di belahan dunia mana kala itu. Mereka hanya mengetahui peristiwa itu dari media yang arah tulisannya mudah sekali digiring untuk kepentingan penguasa.
Oleh karena itu pembentukan tim pencari fakta untuk membongkar kasus ini sangat dinantikan. Tim investigasi bentukan Kapolda Sumut diharapkan bisa bekerja independen membongkar kasus ini sehingga semuanya jadi terang benderang. ***