Nonjobkan Sejumlah Pejabat dan Ingin Laksanakan Job Fit, Ketua BKN Sindir Bobby Nasution

Sebarkan:

Kepala BKN, Zudan Arif
Terungkap sudah mengapa Ketua Badan Kepegawaian Negara (BKN) menolak mengizinkan Gubernur Sumut,  Bobby  Nasution, menyelenggarakan uji kompetensi atau fit and proper test (job fit) guna menjaring pimpinan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di Provinsi Sumut. Ternyata Bobby tidak paham aturan kepegawaian. Sampai kapanpun  izin itu tidak akan diberikan.

Ketua BKN Zudan Arif memang tidak secara langsung menyebut nama Bobby sebagai kepala daerah yang salah kaprah.  Tapi semua orang tahu kalau Bobby merupakan gubernur yang telah beberapa kali menggeser sejumlah pimpinan OPD di provinsi Sumut dan menempatkan mereka dalam posisi non-jon.  

Setidaknya sudah enam pimpinan OPD Sumut menjadi korban Bobby karena ambisinya untuk menempatkan orang-orangnya di posisi itu.

Adapun soal pergeseran pejabat itu, alasannya adalah untuk pemeriksaan oleh Inspektorat, sebab mereka terindikasi memiliki masalah.  Padahal bukti sama sekali belum  jelas.

Dengan alasan pemeriksaan itu, Bobby menonjobkan sejumlah pimpinan OPD dan kemudian meminta agar BKN memberi izin kepadanya menyelenggarakan Job fit.

Tapi BKN menolak permintaan itu.  Malah ketua BKN menyindir Bobby karena dianggap tidak paham aturan.

“Ini yang salah. Hal seperti ini perlu diluruskan. Job Fit bukanlah alasan untuk menonjobkan pejabat di daerah. Harusnya para kepala daerah paham ini,” kata Zudan Arif.

Tidak hanya Bobby yang terkena sindiran ini, tapi juga sejumlah pejabat lain yang melakukan hal yang sama. BKN sendiri tidak akan memberi izin kepada para kepala daerah untuk menyelenggarakan job fit kalau ternyata memunculkan tindakan kesewenang-wenangan.

Zudan Arif mengingatkan, bahwa uji kompetensi harus dilakukan secara objektif, adil, dan berlandaskan pada prinsip pembinaan ASN yang profesional serta bebas dari kepentingan politik.

Meluruskan Pemahaman Job Fit

Isu mengenai job fit atau uji kompetensi bagi pejabat eselon II kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan publik, terutama di antara para kepala daerah karena banyak kepala daerah yang menuntut BKN agar mereka diizinkan menyelenggarakan uji kompetensi untuk menyaring pejabat baru.

Sayangnya, pemahaman yang keliru mengenai esensi dari pelaksanaan job fit masih cukup meluas. Tak sedikit yang beranggapan bahwa job fit dapat dijadikan justifikasi untuk mencopot atau menonaktifkan seorang pejabat dari jabatannya.

Menanggapi kesalahpahaman ini, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif, memberikan klarifikasi yang sangat penting. Melalui unggahan terbarunya di akun Instagram resmi BKN, Zudan Arif secara tegas menyatakan bahwa job fit tidak boleh disalahgunakan sebagai alat untuk menyingkirkan pejabat yang sedang menduduki suatu jabatan.

Zudan Arif mengungkapkan adanya fenomena unik di mana banyak permintaan job fit atau uji kompetensi dan evaluasi kinerja yang diajukan ke BKN dari berbagai daerah, namun ironisnya, ujung dari proses tersebut seringkali berujung pada penonaktifan pejabat.

Beliau menekankan bahwa praktik semacam ini tidak diperbolehkan. "Ini tidak boleh terjadi. Job fit itu bukan instrumen untuk menonjobkan," tegas Zudan Arif, Kamis (15/5/2025

Lebih lanjut, Kepala BKN menjelaskan bahwa tujuan utama dari job fit adalah untuk memastikan adanya kesesuaian yang optimal antara posisi jabatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan.

Dengan demikian, job fit seharusnya menjadi sarana untuk melakukan penyesuaian penempatan, mutasi, atau rotasi jabatan yang lebih tepat dan efektif. "Yang sudah duduk, diputar, dimutasi, ditempatkan dalam tempat yang fit. Jadi jobnya difitkan, dicocokkan.

Jadi yang namanya uji kompetensi itu bukan mekanisme untuk menonjobkan eselon dua. Tidak," imbuhnya.

Memahami Esensi Job Fit

Secara definisi, job fit, atau sering juga disebut sebagai uji kompetensi, adalah sebuah proses yang bertujuan untuk mengevaluasi tingkat kecocokan antara kemampuan seorang pegawai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh posisi jabatan tertentu.

Dalam konteks Aparatur Sipil Negara (ASN), pelaksanaan job fit memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa pejabat yang menduduki jabatan struktural, khususnya eselon II, benar-benar memiliki kompetensi dan kapasitas yang relevan dengan tanggung jawab jabatannya.

Hasil dari job fit ini seharusnya digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan terkait penempatan, mutasi, hingga rotasi jabatan, dengan tujuan untuk mengoptimalkan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan pemerintahan.

Zudan Arif menambahkan bahwa apabila penilaian kinerja menjadi fokus perhatian, maka seharusnya hal tersebut dilakukan melalui mekanisme evaluasi kinerja rutin yang dilaksanakan secara periodik, baik bulanan maupun triwulanan, dan bukan dengan serta-merta menggunakan proses job fit dengan tujuan untuk mencopot jabatan.

Beliau juga menjelaskan bahwa apabila terjadi pelanggaran serius seperti penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin, atau masalah integritas, maka telah ada jalur sanksi tersendiri yang diatur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Dievaluasi kinerjanya secara rutin, secara periodik. Sanksi itu dijatuhkan karena disiplin pegawai. Ada pelanggaran hukum, pelanggaran netralitas, ada pelanggaran integritas, penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan jabatan di sana," jelasnya.

Menurut Kepala BKN, job fit merupakan bagian integral dari sistem pembinaan ASN yang sehat dan adil, dan bukan merupakan celah untuk mengakomodasi kepentingan subjektif atau politik dalam penentuan jabatan.

Dengan pemahaman yang tepat, job fit semestinya menjadi alat untuk memperkuat birokrasi, bukan melemahkannya. diperlukan komitmen bersama dari seluruh pihak agar proses ini dijalankan secara objektif, adil, dan bebas kepentingan, demi menciptakan tata kelola ASN yang profesional dan berintegritas. (Audy)

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini