Angka pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025, meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun tipis menjadi 4,76%. Data ini merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pekan ini.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut lonjakan jumlah penganggur naik 1,11% dari bulan sebelumnya yang mencapai 7,20 juta orang. Lonjakan ini dipicu oleh laju pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat, dari kemampuan pasar menyerap tenaga kerja.
“Jumlah angkatan kerja bertambah cukup banyak, tapi belum semua bisa langsung terserap,” ujar Amalia.
BPS mencatat selama setahun terakhir, sebanyak 3,59 juta orang masuk ke bursa kerja. Namun, banyak di antaranya yang belum mendapatkan pekerjaan, atau bahkan hanya masuk sektor informal, yang tidak terlindungi secara hukum.
Hal ini tercermin dari naiknya proporsi pekerja informal dari 59,17% menjadi 59,40% dalam periode yang sama.
Lebih lanjut, angka pekerja penuh waktu (full time) pada Februari 2025 hanya 66,19%. Sementara sebanyak 25,81% bekerja paruh waktu, dan 8% dalam kategori setengah pengangguran.
Amalia menegaskan, situasi ini menunjukkan “kualitas kerja masih menjadi tantangan utama di pasar tenaga kerja kita.”
Sektor perdagangan jadi penyerap tenaga kerja terbanyak, dengan kontribusi 980 ribu pekerja tambahan, diikuti sektor pertanian 890 ribu pekerja, dan industri pengolahan 720 ribu pekerja.
Sebelumnya International Monetary Fund (IMF) telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Asia Tenggara. Dalam laporan World Economic Outlook April 2024, IMF pengangguran di Indonesia berada di level 5,2%. Angka ini berada di atas Filipina 5,1%, Malaysia 3,5%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9%, dan Thailand 1,1%.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa data ini hanya mencakup penduduk usia kerja, yang sedang mencari pekerjaan aktif. Meskipun demikian, IMF menyebut kondisi ini cukup ironis, karena Indonesia memiliki jumlah penduduk terbanyak di antara negara-negara ASEAN.
Laporan dari World Bank Data juga menunjukkan serupa. Pengangguran di Indonesia berada di level 3,5% pada 2022. Sementara di Brunei 5,2% dan Malaysia 3,9%.
Peningkatan angka pengangguran ini berbanding terbalik dengan janji Joko Widodo, mantan presiden yang dulu mengatakan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh pesat setelah pengesahan UU Cipta Kerja. UU yang sejak awal diprotes para buruh ini tetap disahkan Jokowi karena dianggap berpihak kepada investasi.
![]() |
Joko Widodo, Presiden tok de tok yang dulu pernah berjanji lapangan kerja akan terbuka luas dan investasi akan berkembang setelah UU Cipta kerja disahkan |
Sebagai presiden, Jokowi diakaui unggul dalam pencitraan karena banyak memelihara buzzer yang dibayar mahal untuk meningkatkan pamornya. Sampai sekarang para buzzer itu masih menikmati uang karena sebagian besar dari mereka dititipkan di pemerintahan Prabowo.
Sedangkan Jokowi terus berencana untuk memperkuat dinasti politiknya dari luar. Anak dan menantunya sudah duduk di singgasana politik yang bergengsi. Jokowi berharap pada 2029 anak dan menantunya akan naik kelas. Ia sendiri digadang-gadang akan bergabung ke Partai Golkar. **