![]() |
Eks Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dalam konferensi pers Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025). |
Kemampuan Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden sangat tidak layak untuk diakui. Oleh karena itu sejumlah purnawiran TNI terus mendesak agar tuntutan mereka untuk pemakzulan Gibran segara dibahas MPR. Jika tidak, sejumlah purnawirawan mengancam akan menduduki Gedung DPR dan MPR RI.
Ancaman pendudukan itu disampaikan oleh mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dalam jumpa pers di kawasan Kemang, Jakarta, Rabu (2/7/2025). Slamet mengaku kecewa sebab surat usulan pemakzulan yang mereka kirim tak kunjung ditanggapi lembaga legislatif.
Menurut Slamet, Forum Purnawirawan telah menempuh jalur konstitusional dengan mengirim surat resmi ke DPR dan MPR. Namun, sikap diam parlemen membuat mereka mempertimbangkan aksi massa.
“Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita akan duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan,” kata Slamet dalam pernyataannya.
Bukan Sosok Sembarangan
Slamet Soebijanto adalah mantan KSAL pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia lahir pada tahun 1951 dan saat ini telah berusia 73 tahun. Purnawirawan TNI jenderal bintang 4 ini tercatat aktif menjabat sebagai KSAL pada tahun 2005 hingga 2007.
Slamet memiliki rekam jejak karier yang cemerlang di TNI AL. Ia merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1973. Berbagai jabatan strategis di TNI AL juga sudah pernah ia emban.
Dikutip dari Wikipedia, Slamet Soebijanto tercatat pernah menjabat sebagai Kasie Navi KRI Thamrin (1974) dan Kadep Navop KRI Rakata (1980). Selain itu, ia juga sempat menduduki posisi jabatan sebagai Komandan KRI Pulau Ratewo dan Komandan KRI Monginsidi.
Karier Slamet makin moncer setelah ia didapuk menjadi Kasilingstra Ditdik Seskoal pada 1991. Pada 2000, Slamet dipercaya untuk mengisi kursi jabatan sebagai Waasrenum TNI. Tak lama setelah itu, ia diutus untuk menduduki posisi jabatan sebagai Asrenum Panglima TNI.
Pada tahun 2003, Slamet Soebijanto kemudian ditugaskan untuk mengemban jabatan sebagai Pangarmatim. Di tahun yang sama, ia lalu dimutasi menjadi Wagub Lemhannas. Baru setelah itu Slamet Soebijanto diangkat sebagai KSAL pada tahun 2005.
Purnawirawan yang mengancam akan menduduki Gedung MPR tidak hanya disampaikan oleh mantan KASAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto saja. Ada sejumlah purnawirawan lain menyampaikan hal yang sama.
Para purnawirawan itu bergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Mereka semua mengancam akan menduduki Gedung MPR RI di Senayan, Jakarta, jika DPR dan MPR tak kunjung memproses usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Hal ini menunjukkan bahwa Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyatakan siap mengambil langkah paksa terhadap DPR dan MPR terkait mandeknya proses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan,” kata mantan Danjen Kopassus, Mayjen TNI (Purn) Soenarko.
Soenarko menilai kehadiran Gibran di pucuk kekuasaan sebagai "situasi genting bagi bangsa". Ia menilai Indonesia berada di "ujung tanduk" dan harus diselamatkan dari potensi kehancuran.
“Negara kita memang berada di ujung tanduk, masih ada atau hancur. Oleh karena itu mau enggak mau, kita semua harus bergerak untuk menyelamatkan bangsa ini,” tegasnya.
![]() |
Gibran Rakabuming, wakil presiden yang dianggap tidak layak mendampingi Presiden Prabowo |
Sementara itu Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan kalau mereka akan segera memproses surat usulan tentang pemakzulan Gibran.
"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa (Minggu lalu, red) dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk, namun nanti kalau sudah diterima tentu saja kita akan baca dan kita akan proses sesuai dengan mekanismenya," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Juli.
Puan menampik jika surat tersebut tak menjadi atensi khusus DPR RI lantaran dikirim pada masa reses. Hanya saja, kata Puan, DPR RI baru membuka masa sidang pada Selasa, 24 Juni, sehingga masih banyak surat yang belum sampai ke meja pimpinan.
"Ya dalam masa reses, tapi kan dibukanya baru Selasa yang lalu masa sidangnya dan surat yang ada masih banyak sekali. Jadi kita lihat dulu bagaimana dan seperti apa," ucap Puan.
Selain itu, tambah Puan, pimpinan DPR juga perlu berkoordinasi dengan MPR dan DPD RI terkait tindaklanjut dari surat tersebut. ***