Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sistem pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, yang saat ini dipimpin oleh Bobby Nasution, masuk dalam kategori merah atau rawan korupsi.
Catatan tersebut berdasarkan data Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) tahun 2024, yakni sebuah sistem terpadu yang dirancang untuk mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintah daerah, khususnya dalam pelaksanaan program dan kebijakan.
"KPK menyoroti khusus capaian pengadaan barang dan jasa yang baru mencapai rerata 57% atau masuk kategori merah," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Budi menilai Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dan jajarannya belum menunjukkan komitmen dalam memperbaiki sistem pengadaan yang rawan korupsi. Dengan kata lain, Bobby adalah sumber masalah karena kurang tegas dalam memimpin.
Bobby dinilai hanya tegas bertindak pada ASN yang dianggap tiidak loyal kepadanya. Sedangkan ASN yang berpihak kepadanya akan selalu mendapat keistimewaan.
Terkait kerawanan yang ada di Pemerintah Sumut itu, lanjut Budi, terlihat dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis malam, 26 Juni 2025, terkait dugaan suap proyek jalan di wilayah Sumatera Utara. Salah satu yang terjerat adalah orang dekat Bobby, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP).
"Kondisi ini dinilai belum memenuhi komitmen daerah dalam memperbaiki sektor pengadaan yang selama ini menjadi area rawan korupsi. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi temuan dalam kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK di wilayah Sumut," kata Budi.
Lebih jauh, Budi menjelaskan bahwa berdasarkan data MCSP, rerata skor wilayah se-Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2024 adalah 75,02 atau masuk kategori kuning. Empat indikator yang masih mencatat skor rendah meliputi pengadaan barang dan jasa (PBJ), pengelolaan barang milik daerah (BMD), pengawasan aparat pengawas internal pemerintah (APIP), serta optimalisasi penerimaan pajak daerah.
Selain itu, KPK juga merujuk hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024, di mana rerata skor wilayah Provinsi Sumatera Utara sebesar 70,28. Khusus untuk Pemerintah Provinsi Sumut sendiri, skornya hanya mencapai 58,55 atau masuk kategori rentan.
"Faktor penyebab rendahnya skor tersebut di antaranya karena lemahnya pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dalam proses pengangkatan, pemindahan, hingga pemberhentian aparatur sipil negara (ASN), serta pengelolaan pengadaan barang dan jasa, di mana kedua sektor tersebut skornya masih di bawah 60," ucap Budi.
Menurutnya, selain penindakan, KPK terus mendorong upaya pencegahan korupsi dengan memperkuat fungsi pengawasan melalui MCSP dan SPI sebagai instrumen pemantauan terhadap kinerja pemerintah daerah.
OTT Sumut
Diketahui sebelumnya, KPK melakukan OTT di wilayah Sumatera Utara sejak Kamis malam, 26 Juni 2025. Pasca OTT, penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi guna mengamankan barang bukti terkait kasus dugaan suap proyek jalan.
Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai dari enam proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp231,8 miliar. KPK menyatakan masih akan menelusuri proyek-proyek lain yang berpotensi bermasalah.
Kelima tersangka yang diumumkan pada Sabtu (28/6/2025) antara lain:
- Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Sumut
- Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT Daya Nur Global (PT DNG)
- M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT Rukun Nusantara (PT RN)
KPK menyebut total nilai suap yang terlibat dalam proyek ini diperkirakan mencapai Rp2 miliar. Namun dalam OTT, penyidik baru mengamankan uang tunai sebesar Rp231 juta yang diduga bagian dari komitmen fee.
Dalam konstruksi perkara, kasus pertama terjadi di lingkungan Dinas PUPR Sumut. Topan Obaja Putra Ginting bersama Rasuli Efendi Siregar dan M. Akhirun Efendi Siregar diduga merekayasa pengadaan proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp157,8 miliar. PT DNG ditunjuk sebagai pelaksana tanpa melalui prosedur yang sah. Dalam pelaksanaannya, Akhirun bersama putranya, Rayhan, diduga memberikan sejumlah uang kepada Rasuli dan Topan sebagai imbalan atas pengaturan proyek.
Kasus kedua menjerat Satker PJN Wilayah I Sumut. Heliyanto, selaku PPK, diduga menerima suap sebesar Rp120 juta dari Akhirun dan Rayhan sebagai imbalan pengaturan e-katalog, sehingga PT DNG dan PT RN memenangkan sejumlah proyek sejak 2023 hingga 2025. (inilah)