-->

Prabowo Resmikan Koperasi Merah Putih, Awas Peluang korupsi sangat Besar..!

Sebarkan:
Presiden Prabowo meresmikan Koperasi Merah Putih

Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Koperasi Merah Putih, Senin (21/07), yang dia klaim akan memperkuat ekonomi kerakyatan. Digadang-gadang mendorong perekonomian gotong-royong, kenyataan di lapangan memperlihatkan koperasi rentan menjadi ladang korupsi. Untuk tahap awal, ada sebanyak 80 ribu koperasi di Indonesia, sebanyak 6.100 di antara di Sumatera Utara.

Lembaga riset menyebutkan, potensi korupsi sudah mencuat bahkan di tahap pembentukan koperasi, dari pencarian modal awal yang berbasis dana desa atau pinjaman bank hingga penggelembungan biaya pendirian koperasi.

April 2025, misalnya, kepolisian menangkap pegawai sebuah koperasi di Kulon Progo, Jawa Tengah, atas dugaan korupsi dana nasabah. Kerugian negara ditaksir menyentuh miliaran rupiah.

Sebulan setelahnya, belasan ribu anggota koperasi di Magetan, Jawa Timur, mengadu ke polisi karena menjadi korban korupsi. Dana mereka yang terdampak kasus itu sebesar Rp43 miliar.

Pemerintah menyebut anggaran untuk pembentukan Koperasi Merah Putih mencapai Rp400 triliun. Nantinya, setiap koperasi bisa mendapat pinjaman modal maksimal Rp3 miliar dari bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Salah satu persoalan yang terjadi di  lingkup koperasi itu adalah system  pengawasan anggaran karena besarnya potensi korupasi yang terjadi. Maka itu Pemerintah mengaku akan melakukan audit secara berkala untuk  memastikan laporan keuangan koperasi itu dapat diakses publik.

Namun program koperasi yang kerap dikampanyekan Prabowo itu juga menghadapi tantangan mendasar lainnya, yaitu minat dan kemampuan warga untuk mengelola koperasi yang tak merata di setiap daerah.

Erni Sembiring, warga Desa Tiga Panah, Karo, cukup antusias dengan kehadiran Koperasi Merah Putih. Dia berharap sayur-mayur yang dia kumpulkan dapat langsung diangkut pegawai koperasi itu.

"Kami cuma tinggal mengerjakan lahan, setelah panen langsung dijual ke koperasi," ujarnya, Senin kemarin.

Jika kenyataan sesuai harapan itu, Erni dan petani lainnya di Karo tidak perlu membawa produksi dari lahan mereka menuju ke pasar. Jarak dari tempat Erni tinggal ke pasar lokal terdekat sekitar 10 kilometer. Ongkos yang perlu dia keluarkan untuk distribusi ini kurang lebih Rp100 sampai Rp200 ribu sekali jalan.

Ketika Koperasi Merah Putih sudah beroperasi, barang jualan milik Lim akan diambil pegawai koperasi. Dia hanya tinggal menyetor, atau mempersiapkan, saja.

"Karena Koperasi Merah Putih punya logistik, jadi langsung dijemput. Jadi, dari pengurus minta atas semua lahan kami, jika ada panen mereka langsung datang, membeli, dan ditampung ke koperasi," ujarnya.

Erni memang berharap, Koperasi Merah Putih ini berbeda dari koperasi yang pernah dia ikuti sebelumnya. Apabila koperasi yang dulu Erni  bergabung hanya menawarkan fasilitas pinjaman uang, Koperasi Merah Putih disebutnya memberikan sejumlah kemudahan yang beragam.

Ia berkata, layanan koperasi ini tidak hanya gerai sembako berharga murah, tapi juga toko obat beserta klinik dan dokter yang berjaga di dalamnya.

"Terus ada gerai logistik dan juga menurut kami yang paling penting sekali adalah pertanian di mana kami punya barang yang nanti dibeli koperasi untuk dijual lagi," ujarnya.

Untuk menjadi anggota, Erni  menebus iuran bulanan senilai Rp20 ribu. Apabila hendak sekali bayar, tahunan, tarifnya dipatok Rp200 ribu—dapat dipotong dari penjualan barang ke koperasi. Namun apakah mimpi Erni itu sesuai harapan,  ini yang menjadi pertanyaan banyak orang.

Mimpi Koperasi Merah Putih

Peluncuran Koperasi Merah Putih merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang berlaku sejak 27 Maret 2025.

Dalam peresmian Koperasi Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto mengibaratkan koperasi seperti seikat lidi. Ketika lidi hanya berjumlah satu, kata Prabowo, lidi itu lemah dan tidak berarti. Berbeda kalau, katakanlah, lidi itu kuantitasnya banyak: dia menjadi alat yang bermanfaat serta kuat.

Selain membangun konsolidasi ekonomi nasional, pemerintah, lewat Koperasi Merah Putih (KMP), juga ingin mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja, hingga meringkas rantai distribusi bahan-bahan pokok bagi masyarakat.

Khusus soal rantai pasok, harapannya peran tengkulak dapat ditekan dan konsumen mampu memperoleh harga produk lebih terjangkau ketika alurnya diperpendek.

"Yang desa, nelayan punya pendingin lebih besar untuk bikin es dan menjaga ikan. Kemudian sebelahnya gudang akan ada gerai-gerai untuk sembako. Ada gerai untuk simpan pinjam," ujar Prabowo.

Secara umum, program KMP berdiri dengan berbagai fasilitas pendukung seperti kantor koperasi, gerai sembako, unit simpan pinjam, klinik serta apotek desa, ruang penyimpanan, sampai layanan distribusi logistik.

Pengembangan KMP, pemerintah melanjutkan, ditempuh menggunakan tiga strategi: pembentukan koperasi baru, pengembangan koperasi yang sudah ada, dan revitalisasi koperasi yang belum optimal.

Target pemerintah, seluruh koperasi di Indonesia dapat beroperasi dalam jangka waktu tiga bulan ke depan, sebut Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan.

"Gerakan ini sudah dimulai dari bawah, sudah berjalan. Saya pastikan 80.081 [koperasi] berdiri tegak. Satu juta pengelola siap mendampingi masyarakat desa membangun koperasi desa," tegasnya.

"Kita harus berdaulat. Kita harus berdikari memberdayakan petani melalui sistem yang adil dan berkelanjutan. Kita bangun ekosistem pertanian berbasis desa," imbuh Zulkifli. 

Presiden meninjau salah satu koperasi Merah Putih di Jawa
Awas  Korupsi sektor koperasi

Terlepas dari sosialisasi yang belum merata di beberapa daerah, Koperasi Merah Putih dinilai memiliki potensi masalah yang kompleks dan serius. Sorotan yang utama adalah potensi korupsi. Selama ini kasus korupsi di koperasi lazim dijumpai.

April silam, kepolisian menangkap pegawai koperasi di Yogyakarta setelah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Pelaku menggunakan modus seperti pengajuan kredit fiktif, mark-up pencairan pinjaman, dan tidak menyetorkan uang nasabah ke kas koperasi.

Praktik korupsi ditempuh selama 2015 sampai 2021. Salah satu saluran anggaran yang dikorupsi ialah suntikan modal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sebesar lebih dari Rp600 juta. Sejumlah barang bukti, dari rumah sampai mobil, disita kepolisian—disinyalir dibeli dari uang hasil korupsi.

Di Magetan, Jawa Timur, ribuan nasabah koperasi simpan pinjam gagal menarik dana mereka, Mei 2025. Total dana yang tersangkut di koperasi menyentuh Rp43 miliar dari belasan ribu anggota. Pihak kepolisian menyebut kuat dugaan pengurus koperasi telah menyelewengkan dana para nasabah.

"Setiap bulan minus Rp300 hingga Rp400 juta selama bertahun-tahun. Aset yang diklaim sebesar Rp3-4 miliar ternyata tidak ada. Nilai riil yang kami temukan hanya sekitar Rp700 juta," terang penyidik dari Satreskrim Polres Magetan.

"Bahkan, sejak pergantian manajemen pada 2019, sejumlah aset koperasi hilang tanpa jejak."

Sedangkan DPRD Magetan, berdasarkan informasi yang mereka himpun, menyatakan koperasi bersangkutan turut memanipulasi laporan keuangan.

Masih pada bulan yang sama, ketua koperasi di Kementerian Agama Kabupaten Pandeglang, Banten, dicokok aparat karena korupsi yang membuat boncos keuangan negara senilai Rp1,6 miliar. Modus tersangka yakni dengan kredit fiktif.

Mundur sedikit ke belakang, tepatnya pada 2023, kelompok guru di Medan, Sumatra Utara, melaporkan pengurus koperasi guru ke Ombudsman RI sehubungan dugaan pengelolaan yang buruk. Dana simpanan yang disetorkan ke koperasi itu, total puluhan juta untuk setiap anggota, tidak dapat ditarik.

Indikasi penyelewengan dana sudah terlihat sejak 2021 manakala aset koperasi mengalami penurunan secara signifikan, dari Rp5,07 miliar menjadi Rp1,9 miliar. Menurut para guru, hal tersebut "sangat aneh" lantaran gaji bulanan mereka seketika dipotong Rp200 ribu untuk koperasi.

Kecemasan para anggota semakin membesar setelah mendapatkan kabar mereka tidak lagi bisa meminjam dana koperasi—dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang minim.

Balik ke Koperasi Merah Putih. Studi yang dibikin Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menjelaskan risiko korupsi dan kebocoran anggaran di program Koperasi Merah Putih mencapai Rp4,8 triliun—dari 80 ribu koperasi yang ditargetkan pemerintah.

Angka Rp4,8 triliun dikumpulkan dari risiko kebocoran anggaran di tingkat desa sebesar 20%—taksiran sesuai studi Bank Dunia—dari total potensi pembiayaan bank milik negara (Rp3 miliar).

Dengan asumsi semua Koperasi Merah Putih mendapatkan pembiayaan yang sama, nilai risiko kebocoran per unit koperasi adalah Rp60 juta setiap tahunnya. Kalikan dengan 80 ribu koperasi maka diperoleh Rp4,8 triliun. Celah korupsi, masih mengutip studi CELIOS, berpeluang ditemukan di semua tahapan koperasi.

"Misalnya, saat pencairan modal awal, yang berasal dari dana desa ataupun pinjaman bank, rawan korupsi berupa mark-up biaya pendirian ataupun koperasi fiktif. Di tahap ini, pelaku korupsi bisa berasal dari kepala desa, pejabat daerah, maupun notaris," jelas peneliti CELIOS, Muhamad Saleh, saat diwawancarai BBC News Indonesia, Senin (21/7).

Sementara di fase penyelenggaraan, CELIOS melanjutkan, potensi korupsi jauh lebih banyak, terpampang di delapan tahapan: mulai dari pembesaran nilai proyek hingga penggunaan dana koperasi untuk kepentingan pemilu. Penyelewengan bisa melibatkan elite desa maupun partai politik.

Sekitar 65% responden dalam studi CELIOS—melibatkan 108 kepala desa di 34 provinsi—mengindikasikan adanya celah besar di tata kelola Koperasi Merah Putih. Pendeknya, program ini rentan disusupi praktik kecurangan serta korupsi terselubung.

Potensi korupsi berhubungan erat dengan aturan hukum yang membawahi program Koperasi Merah Putih, tambah Saleh.

CELIOS mengungkapkan Koperasi Merah Putih rentan berkonflik atas aturan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pasalnya, pemerintah desa dipaksa membentuk Koperasi Merah Putih dengan cara berutang ke bank sebesar Rp3 miliar.

Saleh menyoroti bagaimana pembayaran cicilan itu bukan berasal dari keuntungan koperasi, melainkan pemotongan dana desa.

Temuan CELIOS memaparkan sebanyak 76% responden menolak skema pembiayaan Koperasi Merah Putih. CELIOS menyebut skema ini berisiko menciptakan korupsi terstruktur dan sistematis. Kekhawatiran bahwa korupsi menyelimuti implementasi Koperasi Merah Putih dapat berkaca dari pengelolaan dana desa.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan tren korupsi dana desa mengalami peningkatan dari 2021 sampai 2023 dengan jumlah kasus terakhir menyentuh 187. Kerugian yang dialami negara mencapai Rp162 miliar. Lebih dari 800 perangkat desa ditetapkan sebagai tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memandang salah satu faktor pemicunya yaitu pengawasan yang lemah. Hal inilah yang dinilai membuat posisi KMP sarat korupsi. Karena itu tidak heran jika mencuat analisis kalau KMP akan mengalami gagal bayar Rp85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman.

Kalau kondisi ini benar terjadi, maka kehadiran KMP akann membuat ekonomi nasional semakin terpuruk dan semakin banyak orang yang terjerat kasus korupsi. ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini