Video tentang aksi Gubernur Bobby Nasution bersama sejumlah pimpinan Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) Sumut yang melakukan razia denganm menghentikan angkutan truk menggunakan plat BL di wilayah Langkat, telah menyebar di dunia maya. Aksi itu mendapat reaksi keras dari para politisi di tingkat nasional, berbagai elemen masyarakat dan juga Gubernur Aceh.
Bahkan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem merespon aksi Bobby itu dengan tegas. “Kalau mereka jual, ya, kita beli,” kata Mualem dengan santai saat berlangsung sidang anggota DPR Aceh pada Senin (29/9/2025) yang membahas masalah tambang di wilayah itu.
Sekilas ucapan Mualem ini sangat sederhana, tapi bagi masyarakat Aceh, makna yang terkandung di dalamnya sangat dalam. Masyarakat Sumut juga pasti paham makna ucapan “ kalau kau jual, aku beli!”.
Jelas itu adalah sebuah sikap tidak mundur dari tantangan. Bahkan bisa jadi balasannya akan lebih parah lagi.
Kalau saja pembalasan dilakukan oleh Mualem, kondisinya akan lebih buruk lagi, sebab bisa dipastikan ada lebih banyak lagi kendaraan yang menggunakan plat BK yang beroperasi di Aceh. Namun selama ini kendaraan itu sama sekali tidak mendapat gangguan. Hanya di Sumut saja plat BL yang ketap mendapat intimidasi.
Kalau saja semua kendaraan itu ditertibkan di Aceh, situasi tentu akan lebih parah. Kondisi itu bukan tidak mungkin memunculkan kisruh antardua daerah ini. Padahal selama ini hubungan Sumut dan Aceh sangat harmonis.
Tiba-tiba saja hubungan itu dirusak oleh seorang yang bernama Bobby Nasution. Yang lebih parahnya lagi, ia langsung melakukan intimidasi di lapangan kepada beberapa sopir yang mengendarai truk berplat BL. Selama negeri ini ada, hanya Bobby yang pernah melakukan intimidasi seperti itu.
Tapi Aceh tidak mundur. Balasan tegas sudah disampaikan Mualem, “ Kalau kau jual, kami beli!”
Mendengar ini, Bobby mulai tampak kecut. Ia tentu paham bahwa nyalinya pasti tidak mampu menyaingi seorang Mualem. Semua orang tahu, Mualem adalah sosok mantan pejuang GAM yang telah banyak makan asam garam dalam dunia politik dan gerilya. Ia tampil sebagai pemimpin rakyat berkat system pengkaderan lapangan. Ia mundul dari arus bawah, bukan pemimpin karbitan.
Bandingkan dengan Bobby, yang jepas-jelas merupakan pemimpin karbitan. Ia tampil sebagai pemimpin karena berkah hasil pernikahan dengan Kahiyang Ayu, putri Presiden Indonesia kala itu, Joko Widodo. Tanpa pernikahan itu, Bobby bukanlah siapa-siapa. Hanya secuil warga Sumut yang kenal dengan dirinya. Itupun seputar keluarga mereka saja.
Meski lahir di Medan, Bobby lebih lama menghabiskan hidupnya di Lampung, Kalimantan Barat dan Pulau Jawa. Setelah menikah, barulah ia menetap di Medan.
Ia kembali ke Medan karena ingin mengintai jabatan kepala daerah dengan memanfaatkan dukungan dari mertua. Bobby semestinya sadar diri, bahwa ia adalah pemimpin yang diangkat dari atas. Berbeda dengan Mualem yang jelas-jelas pemimpin yang berangkat dari arus bawah.
Masihkah Bobby berani melawan Mualem? Sungguh nekad anak itu. Apalagi Mualem memiliki hubungan sangat erat dengan Presiden Prabowo. Mereka sudah menjalin kedekatan pribadi sebelum Prabowo menjabat presiden.
Makanya Prabowo menunjuk Mualim sebagai ketua Pembina Partai Gerindra di Aceh. Padahal Mualem sendiri juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Aceh. Di Aceh memang ada aturan yang mengizinkan seseorang bisa menjadi pengurus di dua partai, yakni satu di partai lokal dan satunya lagi partai nasional.
Sementara hubungan Bobby dengan Prabowo hanya sebatas hubungan politik. Itupun karena pengaruh mertuanya. Jika pengaruh Jokowi terus menurun, jangan mimpi Bobby akan bisa terus arogan seperti saat ini.
Membantah telah Merazia
Meski videonya jelas-jelas menunjukkan bahwa Bobby telah menghentikan paksa sebuah truk berplat BL yang melintas di Langkat, namun belakangan ia mengaku bahwa itu bukanlah razia. Langkah itu hanya sekedar sosialisasi tentang pajak daerah.
“Saya bukan razia, tapi sosialisasi saja,” katanya.
Sikap Bobby ini terlihat berbeda dengan isi video yang beredar, sebab di dalam video itu jelas menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak melalukan sosialisasi, tapi pemaksaan. Meski tampak tersenyum, tapi Bobby terlihat memaksa para sopir supaya memberitahukan kepada pimpinannnya agar segera mengganti plat BL kendaraan itu menjadi BK atau BB.
![]() |
Aksi Bobby saat mengintimidasi sopir truk berplat BL, katanya cuma mau sosialisasi. |
Pernyataan Bobby itu diperkuat pula oleh tekanan yang disampaikan Asisten Administrasi Umum Pemprovsu yang ikut dalam razia itu.
Suib menegaskan kepada sopir, “ Segera diganti ya. Jangan lagi menunggu lama!” terlihat jelas ada tekanan pada kalimat itu. Tentu itu itu bukan sosialisasi, tapi pemaksaan. Jika sosialisasi, sifatnya hanya menyampaikan informasi, tapi kalau pemaksaan jelas mengandung tekanan.
Padahal secara hukum, sama sekali tidak ada dalil yang memaksa setiap kendaraan yang ada di satu daerah wajib menggunakan plat dari daerah itu. Secara hukum, setiap kendaraan menggunakan plat daerah manapun tetap bisa beroperasi di seluruh Indonesia.
Karuan, aksi razia Bobby itu langsung mendapat respon negatif dari sejumlah politisi di DPR RI.
“Plat itu adalah kebijakan nasional. Ada hukum nasional yang mengaturnya, hanya saja diberi kewenangan kepada daerah untuk menjalankannya. Jadi langkah Bobby itu telah melawan hukum nasional,” kata Nasir Djamil, anggota DPR RI.
Menariknya, tak ada satupun politisi yang mendukung langkah Bobby itu. Bahkan rakyat Sumut ramai-ramai menuding Bobby sebagai gubernur bodoh dan tak tau aturan hukum. Dasar pemimpin karbitan…!
Maknya, Bobby mulai kecut. Ia mulai sadar bahwa mertuanya tidak lagi berkuasa. Makanya ia buru-buru klarifikasi dengan mengaku bahwa ia sebenarnya ia tidak melakukan razia di Langkat kala itu.
“Saya kan hanya sosialisasi saja,” katanya. Yang disosialisasikannya adalah surat edaran gubernur yang meminta semua kendaraan beroperasi di Sumut untuk menggunakan plat BK atau BB. Surat edaran itupun keluar setelah heboh video razia yang beredar.
Tapi Bobby perlu paham, yang namaya surat edaran, sifatnya hanya himbauan saja. Tidak boleh ada pemaksaan. Makanya Bob, jangan kau lantang merazia lagi. Jangan permalukan Sumut..!**