![]() |
Gubernur Sumut Bobby Nasution wajib hadir di persidangan. Jika ikut terlibat, harus jadi tersangka |
Kesaksian Bobby sangat penting karena hakim menilai, sebagai gubernur, Bobby terkait erat dengan kasus itu. Kebijakannya yang mengubah dan menggeser APBD menjadi biang kerok terjadinya kasus korupsi tersebut.
Maka itu, sangat aneh jika saat penyelidikan di KPK, Bobby sama sekali pernah diperiksa. Hakim menilai sepertinya ada kejanggalan dalam penyidikan KPK itu. Agar lebih jelasnya, hakim yang kemudian memaksa Bobby agar hadir di pengadilan.
“Bagaimana pun juga, keterangan dari Gubernur Sumut sangat penting dalam kasus ini. Saya minta gubernur harus hadir di pengadilan. Pj Sekda Sumut juga harus dipanggil,” kata hakim Khamozaro Waruwu.
Jika memang kasus korupsi itu ada kaitannya dengan kebijakan Bobby, bukan tidak mungkin menantu Jokowi itu layak dijadikan tersangka. Dalam hukum di Indonesia, kebijakan yang merugikan negara juga merupakan tindakan pidana korupsi.
Atas Keputusan hakim yang memaksa menghadirkan Bobby di persidangan, tim penyidik KPK hanya bisa patuh. Mereka tentu saja malu karena terbukti tidak berani memanggil Bobby selama ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau pimpinan KPK yang sekarang masih tunduk kepada Jokowi.
Mereka juga kabarnya mendapat perintah dari Kapolri untuk tidak menyentuh Bobby Nasution walaupun sejak awal keterlibatan Bobby sangat jelas dalam kasus itu. Mencuat kabar kalau penerimaan uang gratifikasi dari kontraktor itu adalah atas perintah Bobby.
Yang menarima uang adalah Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut yang kini sudah menjadi tersangka. Topan adalah orang kepercayaan Bobby. Topan masih belum disidangkan karena KPK masih melengkapi datanya. Yang terlebih dahulu disidangkan adalah kontraktor yang memberi suap untuk memuluskan proyek jalan itu.
Bobby Wajib Hadir di sidang
Terkait perintah majelis hakim yang mewajibkan Bobby hadir di sidang berikutnya, KPK tidak bisa membantahnya. Pihak KPK saat ini sedang menunggu penjelasan dari jaksa terkait jadwal pemanggilan itu.
"Kami juga sedang menunggu timnya masih ada di sana. Biasanya nanti sidang itu satu minggu, terus nanti kembali ke sini," kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (26/9/2025).
Asep menjelaskan, laporan dari jaksa nantinya akan dibahas bersama pimpinan KPK untuk mendapatkan persetujuan terkait pemanggilan Bobby. Selain itu, Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, juga diminta majelis hakim untuk hadir memberikan keterangan di persidangan.
"Nanti akan dijelaskan oleh Pak JPU-nya kepada kami. Dan setelah itu ya tentunya kami juga akan diskusikan ini dengan pimpinan untuk sidang di minggu depan," ujarnya.
Asep memastikan Bobby akan diminta memberikan keterangan langsung di Pengadilan Tipikor Medan, bukan melalui pemeriksaan awal di Jakarta. Terkait ketidakberanian KPK memeriksa Bobby selama ini, Asep tidak mau menjawab.
" Karenanya tahapnya kan sudah di persidangan, biar majelis hakim yang mengungkap kasus itu. Jadi saksi-saksi yang diminta di persidangan itu langsung dihadirkan di persidangan," jelasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan meminta jaksa dari KPK menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut.
Permintaan tersebut muncul setelah terungkap adanya pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) dalam sidang yang digelar pada Rabu (24/9/2025).
Permintaan untuk menghadirkan Bobby disampaikan Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, usai mendengar keterangan saksi Muhammad Haldun, Sekretaris Dinas PUPR Sumut.
Haldun mengakui anggaran untuk dua proyek jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar, tidak dialokasikan dalam APBD murni 2025.
Anggaran itu justru muncul dari pergeseran dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.
"Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan, maka gubernur harus bertanggung jawab," kata hakim Khamozaro Waruwu dalam persidangan.
Selain Bobby, majelis hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.
Sidang ini mengadili dua terdakwa pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Sementara itu tersangka lain dalam perkara ini masih dalam proses penyidikan diduga menerima suap yaitu: mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus PPK Rasuli Efendi Siregar dan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto.
Mereka terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara pada Kamis (26/6/2025) malam.**