Tangkap Bobby Nasution atau KPK Dianggap Hanya Kambing Hitamkan Topan Ginting

Sebarkan:

Bobby Nasution bersama Topan Ginting saat memeriksa proyek infrastruktur di Sumut. Keduanya punya hubungan sangat istimewa.
Aksi KPK yang melakukan operasi tangkap tangan di Sumut mendapat banyak apresiasi dari masyarakat. Operasi tangkap tangan itu mendapat sorotan nasional karena  salah seorang yang menjadi tersangka. Yakni Topan Obaja Putra Ginting alias Topan Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumut, adalah anak emas Gubernur Bobby Nasution.

Keduanya terkenal sangat dekat. Sampai-sampai Topan dikatakan sebagai “pejabat Istimewa” di kalangan pejabat pemerintahan Kota Medan dan Pemerintahan Sumut. Yang jelas, Bobby dan Topan seakan tidak bisa dipisahkan. Maka itu, kasus korupsi yang dilakukan Topan selalu saja dikaitkan dengan kemungkinan adanya komando dari Bobby Nasution.

Topan adalah bawahan Bobby saat menantu mantan Presiden Joko Widodo itu masih menjadi Wali Kota Medan. Saat itu, dia ditempatkan menjadi Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Konstruksi.

Kemudian, pada masa pemilihan kepala daerah 2024, Bobby menempatkan Topan Ginting sebagai penjabat Sekretaris Daerah Kota Medan. Setelah Bobby terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara, Topan ikut diboyong untuk menempati posisi Kepala Dinas PUPR.

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan pemeriksaan terhadap Bobby sangat relevan dengan perkara korupsi yang saat ini ditangani lembaga antirasuah. "Pemeriksaan Bobby penting agar kasus ini makin jelas dan terang benderang," katanya pada Rabu, 2 Juli 2025.

Operasi yang digelar KPK berhubungan dengan dugaan suap pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara. Penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.

Dari lima tersangka itu, tiga di antaranya adalah pejabat Provinsi Sumatera Utara. Mereka diduga menerima suap untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam enam proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar. Adapun dua tersangka lain adalah pengusaha yang diduga sebagai pemberi suap

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan mungkin saja penyidik memanggil Bobby Nasution untuk diperiksa. Apalagi bila memang menantu mantan Presiden Joko Widodo itu terbukti memberikan perintah agar perusahaan tertentu memenangkan lelang. Namun, hingga saat ini, penyidik belum memiliki agenda memanggil Bobby. 

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyidik masih mempelajari keterangan para tersangka dan bukti-bukti yang didapatkan dari operasi tangkap tangan. "KPK terbuka kemungkinan untuk memanggil siapa saja yang diduga terlibat," katanya pada Selasa, 1 Juli 2025.

Ketua IM57+ Lakso Anindito sependapat dengan Yudi Purnomo. Terlebih, kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa kerap melibatkan kepala daerah. Karena itu, pemeriksaan terhadap Gubernur Sumatera Utara menjadi penting.

"KPK harus melakukan penelusuran untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang paling diuntungkan dalam korupsi ini," katanya.

Penelusuran bisa dilakukan dengan mengikuti aliran uang suap. Upaya ini ada kemungkinan tidak mudah karena penyidik akan berhadapan dengan intervensi dari pihak lain.

"Itu berdasarkan pengalaman dalam sejumlah operasi tangkap tangan di beberapa daerah,” katanya.

Peneliti pada Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, mengatakan KPK punya kewenangan untuk menggali fakta hukum dari Bobby Nasution. Sebagai kepala daerah, Bobby pasti mengetahui proyek-proyek yang berada di lingkungan pemerintahannya.

"KPK harus mengusut tuntas dugaan korupsi proyek jalan di Sumut ini, baik untuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat maupun menelusuri aliran uang yang digunakan untuk praktik suap," ujarnya.

Status Bobby Nasution sebagai adik ipar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kata Yuris, memang berpotensi menjadi batu sandungan. Namun dia berharap penyidik tidak menjadikan hal ini sebagai alasan menghentikan penyidikan. “KPK sebagai lembaga antirasuah harus lepas dari intervensi politik,” katanya.

Guru besar hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat, keterlibatan seseorang dalam kasus korupsi harus dibuktikan secara materiil. Dalam konteks ini, bukti materiil umumnya dibangun melalui penelusuran aliran dana.

Untuk dugaan suap dalam proyek jalan di Sumatera Utara, kata Hibnu, gubernur sudah pasti mengetahui atau bahkan memberikan perintah.

Namun, selama belum ditemukan bukti aliran dana, sulit untuk menjeratnya dengan pasal korupsi. Sebab, belum ada ketentuan hukum yang secara khusus mengatur hal tersebut.

"Jadi istilahnya korupsi karena pengaruh, ya. Ini belum ada aturannya. Kalau hanya perintah, kan belum ada bukti fisik," katanya.

Agar kasus itu lebih jelas, pemeriksaan terhadap Bobby mutlak harus dilakukan KPK. Jika sedikit saja terbukti, maka Bobby layak dijadikan tersangka.

Tangkap segera!  Pasti bukan sekali ini saja pasangan itu korupsi. Jika KPK tidak melakukan penangkapan terhadap Bobby, artinya KPK hanya sekedar pencitraan saja karena cuma berani menangkap anak buah. Sementara atasan yang memberi perintah tidak berani disentuh.

Data tersangka hasil operasi tangkap tangan KPK di Sumut pada Jumat 27 Juni 2025
Bobby sendiri sudah menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada KPK. Namun ia mengklaim sama sekali tidak menerima aliran dana. 

Adapun untuk proyek jalan yang dikerjakan oleh Dinas PUPR, kata Bobby, memang atas sepengetahuannya. "Saya meninjau ke lokasi untuk melihat secara langsung kondisi jalan karena selama ini hanya melalui foto,” katanya. 

Bobby menegaskan, seluruh jajaran di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menerima uang suap proyek itu wajib memberikan keterangan. Mereka juga harus diproses secara hukum. “Kalau ada aliran uang ke seluruh jajaran, bukan hanya ke sesama, melainkan ke bawahan atau ke atasan mengalir uangnya, ya, wajib memberikan keterangan,” katanya. (**/tem)

 



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini