![]() |
| Tom Lembong |
Di Pengadilan, sebenarnya sama sekali tidak ada bukti bahwa Tom Lembong melakukan korupsi. Kalaupun Ia dianggap bersalah melakukan impor, semua itu semata-mata atas perintah presiden pada masa itu, Jokowi. Makanya Tom Lembang berharap agar Jokowi dihadirkan di pengadilan, tapi majelis hakim menolak.
Pada akhirnya saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta 18 Juli 2025, Tom divonis 4 tahun 6 bulan penjara. Uniknya, hakim mengakui kalau Tom sama sekali tidak mendapat keuntungan dari kebijakan impor itu. Makanya, pengadilan korupsi yang menyidangkan Tom dianggap salah satu peradilan sesat.!
Para pegiat demokrasi sangat kecewa atas vonis tersebut. Salah satunya Saut Situmorang, mantan pimpinan KPK yang sangat yakin bahwa Tom Lembong hanyalah korban politik. Ia divonis karena tidak sejalan dengan Pemerintahan Jokowi.
Tom menjadi sasaran kebencian Jokowi setelah ‘Raja Jawa’ itu gagal mencari kesalahan Anies. Tom dianggap lebih berpeluang untuk dijerat karena kasusnya bisa direkayasa.
Putusan terhadap Tom menjadi bukti bahwa pengaruh Jokowi dalam system peradilan Indonesia masih cukup kuat. Si presiden pembohong itu kini bisa nyaman menyaksikan salah satu musuhnya masuk dalam perangkap KPK.
Sejak masa Pemerintahan Jokowi, posisi KPK memang berada di bawah kendali Polri. Sedangkan Kapolri tunduk kepada presiden. Adapun Kapolri yang berkuasa saat ini, Jenderal Listyo Sigit Prabowo merupakan orang pilihan Jokowi. Tak heran jika Polri dan KPK tetap berada di bawah kendali Jokowi.Dalam situasi seperti itu, jangan bermimpi keluarga Jokowi bakal ada yang terjerat perangkap KPK. Bobby Nasution, meski dipastikan terlibat dalam berbagai kasus korupsi di negeri ini, tetap tidak akan pernah tersentuh KPK.
Begitu juga soal ijazah palsu Jokowi, sampai kapanpun hal itu tidak akan dibenarkan oleh Polri dan pengadilan. Jokowi tetap dianggap sarjana asli, meski sudah banyak bukti yang meyakini bahwa ia tidak selesai dari UGM.
Kembali ke persidangan Tom Lembong, pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menilai vonis 4 tahun 6 bulan yang dijatuhkan hakim adalah bentuk proses peradilan yang menyimpang dan sarat muatan politik.
Menurut Hudi, vonis itu bukanlah hal yang mengejutkan jika merujuk pada ketentuan formil peradilan. Ia menyebut besarnya hukuman 4,5 tahun berkaitan langsung dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Tom selama 7 tahun penjara.
"Menurut saya, divonis 4.5 tahun karena besarnya tuntutan JPU 7 tahun karena hakim tidak boleh memvonis kurang dari 2/3 dari tuntutan JPU," kata Hudi di Jakarta, Sabtu (19/7/2025).
Hudi menjelaskan, hakim mendasarkan putusannya pada Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur mengenai perbuatan melawan hukum dan memiliki ancaman pidana minimal 4 tahun. Dari sisi formil, hal itu dianggap sah.
Namun, ia menegaskan, posisi Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan hanya sebagai pelaksana atau bawahan yang menjalankan perintah. Sementara pihak yang memberikan perintah atau "majikan" justru belum tersentuh proses hukum.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"Yang jadi masalah adalah Tom Lembong hanya 'pembantu' yang jalankan perintah majikan, selanjutnya yang memberi perintah 'majikan' belum diproses hukum, ada apa?," ujar Hudi menegaskan.
Hudi mencermati proses hukum terhadap Tom Lembong mencerminkan ketimpangan dan potensi kriminalisasi terhadap individu tertentu tanpa menyentuh aktor utama yang seharusnya bertanggung jawab.
"'Majikan' seyogyanya diproses hukum bukan hanya 'pembantu' karena masalah utama ada perintah majikan sehingga ini adalah proses peradilan sesat yang bernuansa politik," kata Hudi menekankan.
Selain hukuman penjara, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman kurungan selama enam bulan. Tom tidak diwajibkan membayar uang pengganti karena dinilai tidak menikmati keuntungan pribadi dari perkara impor gula tersebut.
Banyak yang menangis melihat putusan Tom Lembong itu. Para pegiat demokrasi yang menghadiri sidang itu umumnya terkejut. Di ruang pengunjung terlihat Rocky Gerung, sosok pengamat politik yang vocal dan berani, ada Said Didu, mantan Sekjen BUMN yang kerap mengkritik Jokowi, ada pula Anies Baswedan, sahabat karib Tom Lembong. Anies dan Tom sudah bersahabat sejak keduanya sama-sama belajar di Amerika.
![]() |
| Saut Situmorang begitu bersedih saat mendengar putusan terhadap Tom Lembong |
Sama halnya dengan Saut, Anies juga tidak bisa menyembunyikan raut kesedihannya. Mimik wajah Anies seperti orang-orang yang mencoba tetap tegar menghadapi duka.
Meski tak tampak air matanya menetes jatuh, Anies tampak menahan diri, menahan dukanya karena sahabatnya akan mendekam lebih lama di balik jeruji besi.
Pada hari itu, ruang sidang Pengadilan Tipikor memang lebih banyak dihadiri para pegiat demokrasi. Mereka tadinya berharap Tom bebas karena memang sejak awal bukti korupsinya tidak ada. Tapi kenyataannya berbeda, sehingga suasana sedih tampak di wajah semua pengunjung sidang.
Tom sendiri tetap tenang. Ia sudah pasti akan mengajukan banding atas putusan itu. Sementara saat bersamaan, si pendusta Jokowi sedang menghadiri pesta bersama partai pujaannya PSI, karena ia akan duduk sebagai pembina di partai itu. ****


