-->

Mahfud MD Sebut Kejagung Lindungi Terpidana Silfester, Kini Kasusnya Malah Naik PK

Sebarkan:

Silfester Matutina, terpidana yang mendapat perlindungan dari Kejaksaan Agung
Sampai detik ini ternyata Kejaksaan Agung belum juga mau mengekskusi Silfester Matutina, salah seorang komisaris BUMN yang dikenal sebagai penjilat Joko Widodo. Alasannya, karena  Silfester adalah pembela penguasa. Tapi kalau saja Silfester adalah masyarakat biasa atau dari kelompok oposisi, bisa dipastikan Kejaksaan Agung pasti cepat bertindak.

Yang lebih aneh lagi, kini kasus yang sudah inkrah itu malah naik ke proses Peninjauan Kembali (PK). Padahal tidak ada landasan hukum yang kuat untuk proses PK itu. Hanya rekayasa  hukum agar penahanan tidak jadi dilakukan. Kebusukan yang sangat kentara…!

Tentu saja semua itu karena sikap keberpihakan kejaksaan kepada Silfester. Sikap Kejaksaan ini menunjukkan betapa buruknya  system hukum di Indonesia. Sampai-sampai Mantan Menko Polhukam Mahfud MD meyakini kalau Kejaksaan Agung telah melindungi Silfester dari hukuman penjara.

“Kalau Kejaksaan Agung tidak melindunginya, seharusnya sudah sejak lama Silfester itu ditahan,” tegas Mahfud.

Alasannya jelas, sebab Silfester telah menerima vonis 1,5 tahun penjara  dari Mahkamah Agung dalam kasus pencemaran nama naik. Putusan itu bersifat inkrah alias berkekuatan hukum. Tidak ada lagi hambatan yang bisa menghalangi hukuman itu untuk dilaksanakan.

“Inilah bukti rusaknya hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung telah mempertontonkannnya!” tegas Mahfud.

Beberapa waktu lalu pejabat Kejaksaan Agung sebenarnya sudah merasa malu dengan tuduhan ini. Mereka lantas berjanji untuk menangkap Silfester.

Namun sampai detik ini, rencana itu tidak pernah dilakukan. Kabarnya Joko Widodo sangat keberatan dengan hukuman itu karena Silfester sangat berperan besar membelanya dalam berbagai tuduhan kebohongan dan kepalsuan.

Fakta ini menunjukan betapa posisi kejaksaan masih berada di bawah kendali Jokowi. Hal yang sama juga terjadi pada Polri dan KPK. Tak heran jika sampai sekarang tak ada satupun keluarga Jokowi yang tersentuh hukum meski pengaduan terhadap mereka sudah cukup banyak.

Terutama pengaduan terhadap menantu Jokowi, Bobby Nasution yang diduga terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Tapi jangan bermimpi kasus akan ditindaklanjuti. Jangankan memproses Bobby Nasution, untuk menangkap Silfester yang sudah wajib menjalani hukuman saja, aparat hukum tidak mau bertindak. 

Eks Wakapolri periode 2013-2014, Komjen Pol (Purn) Oegroseno turut mengkritisi masalah ini. Ia sangat menyayangkan prilaku lembaga hukum yang mempermalukan negara. Oegroseno pun lantas  menyinggung kasus pencemaran nama baik yang menjerat Silfester Matutina.

Purnawairawan jenderal bintang tiga itu berkomentar melalui akun instagram pribadinya @oegroseno_official, " Jangankan menjalani pidana, ia malah diangkat jadi komisaris BUMN. Agak lain," tulis caption Oegroseno menggunakan emotion tersenyum.

Oegroseno juga menyenggol para ternak Mulyono atau biasa disingkat Termul, sebutan para pengikut keluarga Joko Widodo. Menurutnya, popularitas Silfester belakangan ini yang kerap tampil dan berseteru dengan Roy Suryo Cs terkait isu ijazah palsu Jokowi, justru membuka tabir kelam masa lalunya.

"Para Termul tidak perlu membela Silfester Matutina!!! Popularitasnya membuka vonis pidana yang belum dilaksanakan," ujar Oegro.

Oegro menilai seharusnya penunjukkan Silfester untuk mengisi posisi Komisaris BUMN patut dipertanyakan sebab, dia saat ini menyandang status terpidana.

"Pada saat ditunjuk sebagai komisaris BUMN, seharusnya dia menyatakan bahwa dirinya berstatus pidana. Apakah BUMN tidak minta SKCKnya sebelum diangkat jadi Komisaris BUMN?" tanya Oegro.

Diketahui, Silfester Matutina merupakan komisaris independen ID FOOD. Adapun ID FOOD merupakan corporate brand name dari Induk Holding BUMN Pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).

Kasus Silfester Matutina

Pencemaran nama baik yang dilakukan Silfester terkait dengan penghinaannya terhadap Jusuf Kalla pada (JK) 2017. Kala itu menjelang Pemilu Presiden, JK  mengkritisi sikap Jokowi yang banyak gagal menjalankan program pembangunan.

Sebagai penjilat Jokowi, Silfester sangat keberatan dengan sikap itu. Ia melakukan orasi di depan public yang menghina JK dan keluarganya. Kata-kata kasar ia tuding kepada JK yang dianggap menebarkan kebohongan.

Padahal JK adalah wakil presiden yang mendampingi Jokowi pada masa itu. Ia tentu tahu betul kelemahan yang ada. Tentu saja JK punya data lengkap untuk menyampaikan kritiknya.

Namun Silfester tak mau menerima kritikan itu sehingga ia pun menyebarkan fitnah kepada JK dan keluarganya. Hal ini yang membuat JK marah sehingga mengadukann kasus itu ke polisi.

Setelah  melalui proses persidangan yang panjang,  pada 2020 akhirnya Silfester divonis 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Mahkamah Agung.

Ironisnya, Kejaksaan Agung pura-pura lupa dengan masalah ini. Hampir 5 tahun berlalu, Silfester tak pernah dieksekusi. Sampai akhirnya ada nitizen mengingatkan kasus itu, sehingga membuat Kejaksaan Agung sontak sadar diri.

Mereka mengaku lalai dan akan segera mengeksekusi Silfester. Namun nyatanya sampai sekarang hal itu tidak mereka lakukan.

Klaim Sudah Damai

Silfester Matutina sendiri sempat mengaku kalau masalah hukumnya sudah damai dan hubungannya dengan Jusuf Kalla baik-baik saja. Dengan perdamaian itu, Silfester merasa ia tidak pantas lagi menjalani hukuman.

Hal ini yang membuat Mahfud MD tertawa terbahak-bahak. Dalam kasus pidana yang sudah vonis, tentu saja tidak ada istilah damai. Semestinya Silfester paham ini sebab ia mengaku  sebagai pengacara, meski alumni dari sebuah kampus ruko.

“Jika sudah vonis dan berkekuatan hukum tetap, ya, harus dijalani hukuman itu,” tegas Mahfud.

Istilah damai sama sekali tidak bisa menjadi alasan untuk menghilangkan kasus itu. Apalagi keluarga JK sendiri mengaku kalau perdamaian dengan  Silfester sama sekali tidak pernah ada.

Ya, begitulah wajah hukum di Indonesia. Siapa yang berkuasa, ia yang menentukan arah hukum. Putusan hukum akan cepat bertindak kepada musuh penguasa atau rakyat biasa. Tapi kalau kepada penjilat penguasa, hukum akan terus dimanipulasi. Bahkan sampai Lembaga Kejaksaan Agung pun tidak malu untuk memanipulasi hukum itu.

Kejaksaan Agung sepertinya tidak peduli meski dicaci maki oleh public secara transparan. Bagi jaksa Agung, yang penting mereka juga bisa memberikan layanan yang terbaik kepada tuannnya, bukan kepada rakyat.

Kasusnya naik ke PK 

Kasus yang  melibatkan Silfester Matutina ini semakin menggelikan karena secara resmi ia malah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kepada PK. Sidang perdana akan digelar pada 20 Agustus. Nantinya putusannya bisa ditebak, ia akan dibebaskan dari segala tuduhan.

 "Telah dijadwalkan Sidang pemeriksaan PK pada tanggal 20 Agustus 2025," ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten kepada VOI, Jumat, 8 Agustus.

Silfester Matutina disebut resmi mengajukan permohonan PK pada 5 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan itupun telah diterima. 

Duh, rekayasa apa lagi ini. Anehnya, negara kok tidak malu..!


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini