Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengatakan, sampai saat ini belum ada pengajuan dari penyidik lembaga
antirasuah tersebut untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution
sebagai saksi.Gubernur Sumut Bobby Nasution
“Sejauh yang saya ketahui belum ada pengajuan. Walau sebenarnya kita terus mencari tahu adanya perintah atasan bagi tersangka melakukan korupsi itu, ” ujar Asep saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Tersangka yang dimaksud Asep adalah Topan Ginting, mantan kepala Dinas PUPR Sumut yang terlibat kasus gratifikasi Lelang proyek jalan di Tapanuli bagian Selatan.
Asep menyampaikan pernyataan tersebut untuk mengonfirmasi pernah atau tidaknya rencana Bobby Nasution diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan di Sumut. Sebab banyak yang berkeyakinan, atasan yang memerintah Topan untuk mengambil uang gratifikasi proyek jalan dari kontraktor adalah Bobby sendiri, tidak ada yang lain.
Tidak adanya rencana KPK memanggil Bobby untuk dimintai keterangan menunjukkan bahwa posisi keluarga Jokowi sampai saat ini masih sangat kuat. Mereka tetap bisa mengendalikan system hukum di Indonesia sehingga Bobby yang sudah beberapa kali diadukan ke KPK, sama sekali tidak pernah dipanggil.
Kasus Bobby di KPK tidak hanya terkait dengan korupsi yang melibatkan anak buahnya Topan Ginting, tapi ada sejumlah kasus lain yang lebih besar, seperti penyelundupan nikel dari Maluku Utara ke China, kasus gratifikasi tambang di Maluku Utara sebagaimana yang pernah diungkap dalam persidangan di Ternate, dan sejumlah kasus terkait penyelewengan APBD.
Sampai sekarang, tak satupun kasus itu yang ditindaklanjuti KPK. Sudah banyak yang menduga kalau Bobby tak akan tersentuh hukum karena ia pasti mendapat perlindungan dari jaringan mertuanya yang masih mengendalikan lembaga hukum, seperti KPK, Polri dan Jaksa.
Dalam kasus korupsi jalan di Tapanuli Selatan, sepertinya KPK berupaya memangkas pelaku hanya sampai Topan Ginting saja. Sementara sosok atasan yang memberi perintah, tampaknya tidak akan pernah tersentuh, kecuali ada perubahan rezim.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto. ***