Hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Medan meminta Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
agar enghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan mantan Pj Sekda Effendy
Pohan pada sidang lanjutan kasus korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum
Tata Ruang (DPUPR) Sumut. Keduanya diminta memberikan penjelasan tentang pergeseran
anggaran yang merupakan asal muasal terjadinya kasus korupsi yang sedang
diungkap pada persidangan itu.Proses persidangan kasus korupsi jalan di Pengadilan Tipikor Medan. Hakim meminta agar Bobby Nasution (kanan) segera dihadirkan pada sidang berikutnya
Permintaaan ini disampaikan hakim pada lanjutan kasus korupsi yang menyeret kontraktor dan eks Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (24/9/2025).
Adapun agenda sidang itu adalah pembuktian dakwaan jaksa KPK kepada dua terdakwa, yakni Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi. Kedua pengusaha konstruksi ini merupakan ayah dan anak. Keduanya dituding sebagai pihak yang menyuap sejumlah pejabat di Sumut untuk bisa mendapatkan proyek jalan itu.
Dalam sidang itu, Ketua Majelis Hakim yang dipimpin Khamozaro Waruwu sempat mencecar tiga saksi yang dihadirkan, yakni Andi Junaidi Lubis petugas keamanan Kantor Unit Pelaksana Teknis Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Muhammad Haldun selaku Sekretaris Dinas PUPR Sumut, dan Edison Pardamean Togatorop selaku Kepala Seksi Perencanaan Dinas PUPR Sumut.
Hakim Khamozaro Waruwu bersama dua hakim lainnya Mohammad Yusafrihadi Girsang dan Fiktor Panjaitan secara bergantian menanyakan detail penganggaran proyek pembangunan jalan ruas Sipiongot - Padang Lawas Utara - Batas Labuhan Batu dan ruas Sipiongot – Hutaimbaru yang ada Kabupaten Padang Lawas Utara.
Saksi Andi Junaidi Lubis mengaku ia hanya sempat ditugaskan untuk menunjukkan jalan rusak kepada rombongan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Topan Ginting saat keduanya meninjau jalan yang akan ditender tersebut.
“Pada 22 April 2025 saya memandu rombongan mobil off road yang diikuti oleh Gubernur dan Kadis PUPR Sumut di mana kehadiran rombongan itu disambut warga Desa Sipingot sambil membentangkan spanduk bertuliskan dukungan kepada pejabat yang datang berkunjung. Warga meminta agar jalan Sipiongot diperbaiki,” kata Andi Junadi Lubis.
Namun Khamozaro Waruwu meminta saksi Andi Lubis mengakui secara jujur tentang kehadiran rombongan Gubernur Sumut Bobby Nasution ke Sipiongot dalam rangka survei jalan.
“Saudara saksi, kedatangan gubernur dan rombongan dalam rangka off road atau survei jalan yang akan ditender? Saudara saksi diperintah oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Gunung Tua Dinas PUPR Sumut menunjukkan jalan rusak yang akan dibangun. Jadi yang sebenarnya mereka itu sekedar off road atau survei jalan yang akan ditender? Saudara saksi jangan bohong,” tanya hakim Waruwu ke Andi Lubis.
Menjawab pertanyaan itu, Andi Junaidi Lubis mengaku kalau ia tidak banyak tahu tentang tujuan rombongan itu sebab ia hanya mendapat perintah sebagai penunjuk jalan. Lagi pula ia hanya seorang petugas keamanan di kantor.
Sementara dari keterangan terdakwa Muhammad Akhirun Piliang, hakim mendapat informasi pengakuan soal adanya pertemuan dirinya dengan Kapolres Tapanuli Selatan (kala itu) AKBP Yasir Ahmadi dan juga Kadis PUPR Sumut Topan Ginting di Tong’s Coffee Medan pada 22 Maret 2025, atau sebulan setelah Topan Ginting dilantik sebagai Kadis PUPR.
Pertemuan tersebut membahas proyek pembangunan jalan Sipiongot-Labuhan Batu dan Hutaimbaru-Sipiongot. Lalu pada 22 April 2025, Gubernur Sumut Bobby Nasution, Topan Ginting dan rombongan meninjau lokasi jalan yang akan dibangun tersebut. Peninjauan yang dilakukan Bobby Nasution ini yang diwarnai dengan kegiatan offroad.
Sementara kepada saksi Muhammad Haldun dan Edison Pardamean Togatorop, hakim lebih banyak menanyakan soal system penganggaran untuk proyek jalan itu. Bagaimana ceritanya sehingga ada proyek perbaikan jalan yang diproyeksikan Dinas PUPR Sumut. Padahal proyek itu sama sekali tidak ada dianggarkan di dalam APBD 2025.
Saksi Muhammad Haldun membenarkan penjelasan hakim itu. Ia mengakui kalau proyek jalan itu tidak tercantum di dalam APBD Sumut.
“Benar sekali bahwa proyek itu belum dianggarakan dalam APBD, masih sebatas proses pengalokasian anggaran dari pergeseraan anggaran yang nanti akan diputuskan oleh gubernur,” kata Muhammad Haldun.
Sementara saksi Edison Togatorop mengakui, ia tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan kedua ruas jalan yang akan dibangun itu, termasuk dalam menentukan konsultan perencana.
“Saya tidak dilibatkan Pak Hakiim, jadi saya kurang paham,” kata Edison.
Masalah pergeseran anggaran ini yang kemudian menjadi sorotan hakim. Dari pengakuan para saksi itu jelas disebutkan bahwa asal mula kasus korupsi itu adalah soal pergeseran anggaran tersebut.
Adapun yang bertanggungjawab soal pergeseran anggaran ini adalah Gubernur Bobby Nasution dan Pj Sekda kala itu, yakni Effendi Pohan. Sedangkan para saksi hanya sebatas menjalankan perintah saja. Saksi Muhammad Haldun bahkan menyebutkan bahwa Gubernur Bobby Nasution sampai melakukan pergeseran anggaran itu enam kali. Setiap pergeseran diperkuat dengan peraturan gubernur (Pergub).
“jadi memang pergeseran anggaran itu merupakan produk gubernur,” kata Haldun.
Mendengar penjelasan itu, hakim Khamozaro Waruwu langsung memutuskan untuk meminta keterangan Bobby Nasution dan Effendi Pohan. Ia memerintahkan jaksa segera menghadirkan kedua orang itu.
“Soal pergeseran anggaran ini, setelah kita dengar kesaksian saksi Muhammad Haldun, saya minta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu, yakni Effendy Pohan dan saudara Gubernur pada sidang berikutnya. Kita mau tanyakan apa dasar hukum lahirnya Pergub Sumut mengenai pergeseran anggaran yang dilakukan hingga enam kali. Semua orang sama didepan hukum. Saudara saksi (Muhammad Haldun), jangan takut kehilangan jabatan, takut lah kepada Tuhan,” kata Waruwu.
Sebelumnya Jaksa penuntut dari KPK, Eko Wahyu mengatakan bahwa anggaran untuk proyek pembangunan jalan yang dikerjakan Dinas PUPR Sumut itu dikumpulkan dari pergeseran sejumlah proyek lain. Sama sekali tidak melalui perencanaan sebagaimana mestinya.
Buktinya, kata jaksa, paket pembangunan jalan langsung diumumkan lewat lelang elektronik pada Kamis, 26 Juni 2025 pukul 17.32 WIB, disetujui penyedia lelang yakni Dinas PUPR Sumut pada pukul 23.34 WIB dengan pemenangnya PT Dalihan Na Tolu Grup. Prosesnya sangat cepat.
Kejanggalan lainnya, konsultan perencana baru mengajukan perencanaan pada akhir Juli 2025. Untuk paket Sipiongot-Batas Labuhan Batu, dikerjakan konsultan perencana dari CV Balakosa Konsultan. Sedangkan paket Hutaimbaru-Sipiongot konsultan perencana dari CV Wira Jaya Konsultan.
"Kedua konsultan perencana tersebut baru memasukkan detail perencanaan pembangunan kedua ruas jalan dengan nilai total Rp 165 miliar itu pada akhir Juli 2025. Padahal pemenang tender sudah diumumkan 26 Juni 2025," kata jaksa Eko.
Sesuai peraturan yang berlaku, jaksa mengakui bahwa untuk proyek yang sifatnya mendesak maupun Proyek Strategis Nasional (PSN) dimungkinkan dikerjakan tanpa proses perencanaan. Hanya saja, untuk pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Hutaimbaru-Sipiongot tidaklah masuk kategori mendesak dan bukan pula PSN.
Jadi jaksa dan hakim menilai asal muasal proyek jalan yang dikorupsi itu memang sangat aneh. Makanya perlu meminta keterangan langsung dari Bobby Nasution dan Sekda Sumut kala itu. Hakim akan mencecar mereka pekan depan dengan berbagai keterangan terkait kebijakan menggeser anggaran. Maka Bersiap-siaplah Bobby..!***