-->

Pemilihan Rektor USU jadi Arena ‘Perang’ Mendikti Saintek dan Menteri Imapas

Sebarkan:

Agus Andrianto, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (kiri) dan Brian Yuliarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi 
Pemilihan rektor USU yang berlangsung di penghujung tahun ini sebenarnya merupakan parhelatan biasa yang tidak begitu Istimewa. Lagi pula, USU bukan lagi merupakan kampus besar yang memiliki pengaruh secara nasional. Popularitas kampus ini sudah pudar, bahkan bersaing di Tingkat Sumatera pun sudah sulit.

Di Tengah kemunduran itu, belakangan ini situasi kampus USU kian panas setelah ada aroma politik yang menyertai pemilihan rektor yang Tengah  berlangsung. Aroma itu kian kental dengan mencuatnya perbedaan sikap antara Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto dengan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menteri Imapas), Agus Andrianto.

Perseteruan itu bakal memuncak pada 18 November mendatang seiring langkah Agus Andrianto yang memaksakan agar pemilihan rektor USU tahap terakhir, yakni pemilihan di tingkat Majelis Wali Amanat (MWA), segera dilakukan. Ia telah menentukan tempatnya di ruang rapat Menteri Lantai V Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jalan Rasuna Said,  Jakarta, pada pukul 10.00 wib.

Agus adalah Ketua Majelis Wali Amanat USU periode 2025-2030.  Dengan jabatan itu, ia merasa bertanggungjawab mengarahkan proses pemilihan rektor.  Maka itu Agus telah melayangkan undangan kepada 19 anggota Majelis Wali Amanat, plus kepada Gubernur Sumut  Bobby Nasution dan Mendikti Saintek sebagai pemilik suara untuk ikut terlibat pada pemilihan pekan depan.

Agus sama sekali tidak pernah berdiskusi dengan Brian Yuliarto terkait jadwal pemilihan rektor itu. Ia nekad menentukan sendiri tanpa memperdulikan struktur MWA di mana ada peran Mendikti Saintek sebagai pemilik suara terbesar. Bahkan Agus seakan lupa bahwa Mendikti Saintek merupakan pemegang otoritas penuh dalam menetapkan rektor terpilih. 

Sebelumnya Brian Yuliarto sudah mengeluarkan keputusan bahwa pemilihan rektor USU harus ditunda sampai batas yang tidak ditentukan sebab ada indikasi kecurangan dan manipulasi semasa kepemimpinan Muryanto Amin periode 2020-2025. Keputusan Brian ini yang dilawan oleh Agus Andrianto.  Merasa tak sabar dengan penundaan itu, Agus menentukan sendiri jadwal pemilihan rektor.

Tak terbantahkan lagi, proses pemilihan rektor USU kali ini bagaikan benang kusut. Kalaupun nantinya Agus bersama anggota Majelis Wali Amanat lainnya sepakat memilih rektor baru, langkah selanjutnya pasti tidak akan mulus. Jika Mendikti Saintek tidak setuju, pemilihan itu pasti sia-sia. Sebab bagaimana pun juga, keputusan akhir pengangkatan rektor perguruan tinggi negeri ada di tangan Mendikti Saintek, bukan di bawah kendali MWA.

Di sisi lain, Mendikti Saintek, Brian Yuliarto belum mau mengubah keputusannya yang menunda proses pemilihan rector USU. Ia terus mengulur-ngulur waktu tanpa alasan yang jelas.

Adapun penundaan itu bermula dari  kecurigaan terjadinya berbagai manipulasi di kampus USU masa kepemimpinan rektor Muryanto Amin. Situasi diperparah setelah nama Muryanto Amin disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut yang menjerat orang-orang terdekat Gubernur Bobby Nasution. Mencuat kabar kalau Muryanto ikut menerima aliran dana suap proyek itu.

Fakta itu diperkuat dengan langkah KPK yang telah memanggil Muryanto Amin untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Dua kali sudah dilayangkan surat panggilan, semuanya ditampik oleh Muryanto. Ia mangkir.

Setelahnya, KPK tak berani melayangkan panggilan ketiga. Konon kabarnya Muryanto mendapat back-up kuat dari Bobby Nasution dan pejabat tinggi di Jakarta yang dekat dengan Jokowi.

Kedekatan Muryanto dengan kubu Jokowi juga menjadi persoalan tersendiri bagi Mendikti Saintek.  Brian sudah tahu kalau Muryanto merupakan salah satu aktor politik yang banyak bermain pada Pilkada di Sumut. Ia disebut-sebut berperan sebagai konsultan politik bagi Bobby Nasution.

Muryanto juga merupakan bagian dari elemen yang bermain memperkuat pengaruh Jokowi di Sumut. Sangat kuat dugaan kalau Muryanto telah memanfaatkan jabatan rektor USU untuk kepentingan politiknya.

Atas kecurigaan itu, Brian memutuskan untuk menunda pemilihan rektor sampai batas yang tidak ditentukan. Padahal jauh hari Agus Andrianto sebagai Ketua Majelis Wali Amanat telah menyusun jadwal pemilihan secara rinci.

Pemilihan di tingkat Senat Akademik telah berlangsung 25 September 2025. Selanjutnya menyusul pemilihan di tingkat Majelis Wali Amanat yang sempat dijadwalkan pada 2 Oktober 2025.

Jadwal terakhir ini yang dibatalkan Brian Yuliarto dengan alasan adanya indikasi kecurangan pada pemilihan di tingkat senat akademik dan berbagai kasus penyelewengan semasa kepemimpinan Muryanto Amin. Ada pula dugaan kalau Muryanto terlibat permainan money politic.

Pada pemilihan di tingkat senat akademik, ada tiga besar calon rektor yang terpilih. Muryanto Amin kembali menjadi kandidat terkuat dengan mendapatkan dukungan 53 suara, menyusul Poppy Anjelisa Z Hasibuan yang mendapat 18 suara, dan di posisi ketiga Isfenti Sadalia yang meraih 16 suara.

Tiga kandidat ini yang selanjutnya akan dipilih lagi di tingkat sidang Majelis Wali Amanat untuk memilih satu nama dengan dukungan suara terbesar. 

Rekayasa sejak Pemilihan Senat Akademik

Sudah menjadi rahasia umum di USU bahwa dua calon rektor yang masuk bersama Muryanto dalam posisi tiga besar di pemilihan tingkat Senat itu adalah kandidat bayangan yang memang sudah disusun sejak awal oleh Muryanto Amin.  Sebagai rektor petahanan, Muryanto punya kekekuasaan untuk mengatur scenario itu sebab sebagian besar dari 112 anggota Senat akademik USU adalah orang pilihannya.

Sejak awal nama  Poppy Anjelisa Z Hasibuan dan Isfenti Sadalia telah digadang-gadang masuk posisi tiga besar untuk menyingkirkan calon rektor potensial lainnya. Scenario selanjutnya, pada pemilihan di tingkat Majelis Wali Amanat nanti, kedua nama itu pasti tersingkir sehingga pada akhirnya Muryanto mulus kembali terpilih sebagai rektor.  

Dari delapan kandidat yang mendaftar sebagai calon rektor USU, ada dua nama yang sangat dikuatirkan Muryanto masuk dalam posisi tiga besar. Keduanya adalah Johny Marpaung (guru besar Fakultas Kedokteran) dan Hasim Purba  (guru besar Fakultas Hukum).  

Kalau saja dua nama ini masuk posisi tiga besar, bisa jadi Muryanto berpotensi tersingkir karena keduanya memiliki jaringan yang kuat dengan elit pusat. Johny Marpaung dikabarkan dekat dengan Presiden Prabowo karena keduanya sama-sama aktif sebagai pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Sementara Hasim Purba dekat dengan sejumlah menteri lainnya karena keterlibatannya dalam berbagai aktivitas akademis di tingkat nasional.

Muryanto Amin terseret korupsi proyek jalan di Sumut tapi tetap bernafsu menjadi rektor USU
Makanya, sejak pemilihan di tingkat senat akademik, Muryanto berupaya keras agar dua nama itu tidak masuk tiga besar. Dia sudah mengatur strategi agar dua kandidat lain yang masuk tiga besar adalah orang-orang pilihannya sehingga saat pemilihan akhir di tingkat Majelis Wali Amanat, Muryanto bisa menyingkirkan mereka dengan mudah. Toh, nantinya dua nama yang tersingkir itu tetap akan mendapat jabatan empuk di kampus.

Muryanto tidak sendirian mengatur strategi itu. Ada sahabatnya Agus Andrianto yang turut mengatur permainan di tingkat Majelis Amanat.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Muryanto dan Agus Andrianto adalah dua sahabat dekat yang banyak berperan sebagai aktor dalam  permainan politik di Sumut. Keduanya juga merupakan operator penting bagi kemenangan Bobby Nasution pada Pilkada 2020 dan Pilkada 2024.

Pada Pilkada itu, keduanya memegang peran  berbeda. Muryanto bermain dalam mengatur strategi kampanye untuk Bobby Nasution, sedangkan Agus Andrianto -- yang kala itu merupakan perwira tinggi Polri -- bermain mengerahkan ‘Partai Coklat’ untuk menekan para kepala desa dan kepala lingkungan. Agus Andrianto sangat dekat dan mengenal Sumatera Utara karena ia lama bertugas di wilayah ini.

Ia pernah menjabat Kapolsek, Kapolres, Direskrim, Wakapolda dan Kapolda di Sumut. Ketika Jokowi mendorong menantunya tampil di Pilkada Medan dan Pilkada Sumut, Agus Andrianto adalah salah satu motor lapangan yang menggerakkan Partai Coklat.

Kerjasama Agus dan Muryanto ini yang menjadi salah satu kunci kemenangan Bobby Nasution sehingga ia melenggang mulus memenangkan Pilkada Walikota Medan 2020 dan Pilkada Gubernur Sumut 2024.

Setelah Pilkada Gubernur selesai, Agus mendapat promosi sebagai Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan. Promosi itu tidak lepas dari rekomendasi Jokowi sebagai hadiah atas dukungannya kepada Bobby Nasution.

Tidak cukup sampai di situ, Muryanto yang menjabat rektor USU kemudian menunjuk Agus Andrianto sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU yang memiliki peran sebagai lembaga pengawas di kampus itu.

Jadi, tidak heran jika Agus Andrianto akan selalu mendukung Muryanto dalam menjalankan kebijakan di USU. Bisa dipastikan,  Agus pun sangat mendukung agar Muryanto kembali terpilih sebagai rektor USU periode kedua 2025-2030.

Untuk memuluskan rencana itu, Agus sudah mengatur agar 19 anggota MWA lainnya kukuh memberi suara bagi kemenangan  Muryanto saat pemilihan di tingkat Wali Amanat nanti. Kalau rencana ini mulus, duet Muryanto dan Agus bakal kembali bermain pada Pilkada 2029 mendatang untuk mendukung Bobby Nasution. Malah berkembang isu kalau nantinya USU menjadi menjadi salah satu pusat kampanye bagi kubu pendukung Jokowi.

Terbaca oleh Mendikti Saintek

Strategi ini rupanya terbaca oleh Mendiktisaintek, Brian Yuliarto sehingga upaya untuk menghempang Muryanto mulai dilakukan. Diawali dengan langkah Brian yang menunda pemilihan di tingkat Wali Amanat yang seharusnya berlangsung pada 2 Oktober lalu. Tentu saja penundaan itu bukan karena alasan politik, tapi karena adanya indikasi abuse of power yang dilakukan Muryanto selama memimpin USU lima tahun ke belakang.

Keputusan penundaan itu kemudian  disusul dengan pengiriman  tim audit ke USU guna melakukan investigasi atas semua manipulasi yang terjadi.

Selama bertugas di Medan pada pertengahan September lalu, sejumlah nara sumber telah diwawancarai tim audit itu, termasuk para calon rektor yang tersingkir, sejumlah dosen yang dituding terindikasi terlibat money politic, dan para dosen senior lainnya yang paham tentang kondisi manajerial kampus. Tim audit berada di Medan selama hampir satu minggu. Terkadang mereka bekerja secara rahasia untuk bertemu para pihak terkait.

Sejak awal system kerja tim audit itu sangat tertutup. Setelah investigas dilakukan, sama sekali tidak ada informasi public terkait apapun hasil yang telah mereka dapatkan. Brian juga tidak pernah bersuara menyampaikan kesimpulan dari hasil investigasi itu.

Hal ini yang membuat Agus Andrianto selaku Majelis wali Amanat USU merasa keberatan. Ia menilai kalau Brian tidak transparan atas kebijakan yang dilakukannya.

Brian terus menunda pemilihan rektor tanpa menjelaskan secara rinci alasan di balik penundaan itu. Sementara kasus manipulasi dan kecurangan di USU hanya santer terungkap di media, tapi Brian sendiri tidak pernah membeberkan secara konkrit.

Sikap tidak transparan ini yang membuat Agus Andrianto merasa harus mengambil langkah tegas. Tak mau menunggu terlalu lama, ia langsung menyusun secara sepihak jadwal pemilihan rektor USU di tingkat Majelis Wali Amanat. Agus pun telah mengirim undangan kepada semua anggota Majelis Wali Amanat untuk datang pada 18 November ke kantornya di Kementerian Imigrasi Jakarta guna melanjutkan proses pemilihan itu.  

Langkah Agus ini agak aneh, sebab selama ini proses pemilihan rektor di tingkat Majelis Amanat bagi perguruan Tinggi Negeri selalu dilakukan di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta. Makanya banyak yang heran dengan sikap Agus ini. 

Setidaknya hal ini menunjukkan Gambaran betapa Agus sudah tidak sejalan lagi dengan Brian Yuliarto. Ia ingin mengambil keputusan sendiri.  Agus sepertinya sudah tidak sabar untuk memastikan bahwa Muryanto kembali terpilih sebagai rektor USU periode lima tahun ke depan.

Di sisi lain, Mendikti Saintek, Brian Yuliarto tetap bersikeras menolak rencana itu.  Sebagai salah seorang penentu akhir dalam proses pemilihan rektor di semua kampus negeri, Brian merasa langkah Agus itu sebuah kesalahan besar.

Kalaupun Agus dan Kawan-kawannya tetap ngotot melanjutkan pemilihan, sudah pasti Brian menolaknya. Bagaimana pun juga, sebagai Mendikti Saintek, ia adalah pejabat yang paling berhak mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan Rektor. Bisa saja ia bersuara berbeda dari anggota Majelis Wali Amanat lainnya.

Inilah dilema yang dialami USU sehingga membuat proses pemilihan rektor menjadi semrawut. Perbedaan sikap antara ketua Majelis Wali Amanat dan Mendiktisaintek tampak begitu kontras setelah keduanya saling berupaya menunjukkan otoritas.

Majelis Wali Amanat memang punya hak untuk menentukan jadwal pemilihan, tapi mereka semestinya tetap harus tunduk kepada Mendikti Saintek sebagai pemilik suara terbesar dalam proses pemilihan rektor. Lagi pula, SK penetapan rektor ada di tangan Mendikti Saintek.  Dengan kata lain, melalui otoritas yang dimilikinya, Brian Yuliarto sebagai Mendikti Saintek tetap bisa mementahkan hasil pemilihan di tingkat Wali Amanat itu.

Tapi masalahnya, Brian Yuliarto sendiri tidak bersikap transparan atas kasus penyelewenangan kekuasaan yang mereka temukan di USU selama kepemimpinan Muryanto Amin. Bisa saja Brian keberatan kalau Muryanto terpilih kembali sebagai rektor, tapi alasan itu tidak pernah disampaikannya secara terbuka.

Pada akhirnya proses pemilihan rektor itu telah melahirkan ‘perang’ terbuka antara dua Menteri di kabinet Pemerintahan Prabowo. Keduanya saling adu kuat, adu pengaruh dan adu wibawa. Perang ini terus memanas sebab keduanya punya visi berbeda dalam melihat keberadaan kampus.

Agus cenderung melihat kampus dari perspektif politik karena menilai USU akan punya peran penting pada Pemilu 2029. Maka itu ia bersikeras agar sahabatnya Muryanto Amin kembali terpilih sebagai rektor  agar misi mereka membangun kekuasaan Bobby Nasution dan keluarga Jokowi di Sumut berjalan mulus. Sedangkan Brian Yuliarto tetap menggunakan kacamata akademik. Hal yang wajar, sebab ia adalah seorang akademisi yang lama berkarir di dunia kampus.  Brian tahu betul seluk beluk dalam membangun kampus. Maka itu ia cenderung sangat tajam melihat persoalan yang terjadi di USU.

Brian sangat berkepentingan agar USU bisa kembali meraih kejayaannya sebagai salah satu kampus besar di Indonesia. Di masa kepemimpinan Muryanto Amin, kampus ini telah babak belur karena sarat campur tangan politik.

Tidak jelas sampai kapan adu kuasa antara dua menteri ini akan berlangsung. Kalaupun nanti Agus Andrianto ngotot melaksanakan pemilihan rektor pada 18 November, langkah itu pasti akan membuat konflik semakin sengit.

Biang keroknya sebenarnya adalah Muryanto Amin yang begitu aktif bermain di dunia politik  sehingga nama USU dibawa-bawa untuk kepentingan penguasa. Muryanto terlalu liar menjalankan kekuasaannya sampai-sampai ia berani melompat batas-batas yang ditentukan. Tidak hanya berperan aktif sebagai konsultan politik Bobby pada Pilkada 2020 dan Pilkada 2024,  Muryanto juga terlibat dalam pergeseran APBD Sumut 2025 hingga namanya dikaitkan dengan kasus korupsi proyek jalan di Tapanuli Selatan.

Kisruh ini adalah buah dari keliaran Muryanto sehingga -- langsung atau tidak langsung – ia telah membawa USU melebur menjadi kepanjangan tangan penguasa. Kepentingan ini yang kemudian menggiring Agus Andrianto terlibat dalam Majelis Wali Amanat untuk meramaikan permainan.

Agus yang dikenal sebagai perwira polisi yang pengalaman luas di dunia intelijen, tentu saja tak mau melewatkan kesempatan untuk memainkan kuasanya di  kampus USU. Ia tentu sangat paham memainkan berbagai trik politik guna memanfaatkan kampus ini.

Pada akhirnya aroma politik ini tidak bisa lagi dipendam. Aroma itu telah menyebarkan bau ke berbagai arah sehingga memaksa manipulasi lain ikut terbongkar.

Puncaknya terjadi pada pemilihan rektor karena di sinilah kesempatan bagi semua suara yang selama ini terpendam untuk terangkat ke permukaan. Maka itu momen pemilihan rektor adalah kesempatan bagi USU untuk memperbaiki diri.

Jika elit USU tetap ingin menjadi pemain politik pada 2029, Misi Agus Andrianto dan Muryanto Amin adalah jalannya. Tapi jika ingin kembali menjadi kampus yang concern pada penguatan kualitas akademik, visi Brian Yuliarto pastas menjadi panutan. Sekarang terserah para pamain itu. Mau menghancurkan USU atau kembali meraih kejayaan seperti masa lalu…****

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini