![]() |
| Pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah sudah aktif memberikan bantuan kepada korban bencana |
Muhammadiyah perkuat persaudaraan dan ukhuwah bangsa melalui konsolidasi gerakan nasional penghimpunan bantuan untuk penyintas bencana di Aceh, Sumatra Barat (Sumbar), dan Sumatra Utara (Sumut).
Dalam rilis yang diterima Kajianberita.com Selasa 16 Desember 2025, untuk tahap awal, aksi bantuan Muhammadiyah diberikan dalam bentuk respon tanggap darurat, yang dilakukan oleh Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) atau Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU).
Setelah asesmen awal dilakukan oleh MDMC, tim menyusun peta lokasi terdampak dan kebutuhan penyintas.
Muhammadiyah juga mengerahkan relawan kesehatan yang tergabung dalam Emergency Medical Team (EMT) Muhammadiyah.
Pada tahap respon tanggap darurat ini, Muhammadiyah telah menerjunkan ratusan relawan, serta bantuan kebutuhan pokok untuk para penyintas seperti obat-obatan, makanan siap saji, tenda, selimut, dan kebutuhan pokok lainnya.
Selain itu Muhammadiyah juga memberikan bantuan intangible dengan mengerahkan relawan dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) untuk memberikan layanan psikososial, serta relawan kesehatan dari Rumah Sakit Muhammadiyah-’Aisyiyah (RSMA) yang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera.
Relawan yang dikerahkan menembus berbagai lokasi bencana yang terisolir di Aceh, Sumbar, dan Sumut, itu berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Lampung, Bengkulu, dan lainnya yang dikoordinasi MDMC PP Muhammadiyah.
Respons tanggap darurat telah diberikan Muhammadiyah sejak 27 November 2025 yang dilakukan oleh MDMC, LazisMu, MPKU, Majelis Diktilitbang, MPKS, Majelis Tabligh dan LDK.
Setelah masa tanggap darurat, respon selanjutnya adalah tahap transisi darurat ke pemulihan dengan melibatkan Majelis Dikdasmen, LazisMu, Diktilitbang, MPKS, serta Majelis Tabligh dan LDK.
Kemudian pada tahap ketiga yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi yang diberikan Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen, LazisMu, MPM, Diktilitbang, MPKS, Majelis Tabligh dan LDK, serta Ortom dan LLHPB ‘Aisyiyah.
Berbeda dengan Muhammadiyah yang begitu peduli dengan korban bencana, organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang selalu mengklaim sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia justru lebih sibuk mengurus konflik perebutan kekuasaan di internal mereka. NU bergolak setelah Ketua Umum sebelumnya, Yahya Cholil Staqub digulingkan oleh pengurus yang lain, sementara Yahya sendiri mengaku sampai saat ini tetap sebagai ketua umum yang sah.
Pergolakan di tubuh NU tidak lepas dari perebutan pengelolaan izin tambang yang mereka dapatkan dari Pemerintah. Lokasi tambang itu berada di Kalimantan Tengah yang disebut-sebut banyak mengandung mineral Batubara.
Selama ini NU selalu mengaku sebagai ormas berpengaruh di Indonesia. Bahkan seakan mereka yang Islamnya paling benar. Sampai-sampai ada kader NU yang menyebutkan kalau jabatan Menteri Agama tidak boleh diberikan kepada ormas lain, selain NU. Pokoknya mereka inilah yang merasa paling hebat di Indonesia.
Tak tahunya, kini terungkap betapa busuknya pengurus yang ada di dalam organisasi itu. Mereka saling berebut kekuasaan untuk bisa mengolah tambang.
Selama ini NU cenderung bermain politik membela penguasa, sementara tugas membina Ummat sebagai mana yang dicetuskan pendiri organisasi itu, mulai diabaikan. Makanya jangan heran jika NU tidak bisa diharapkan untuk berkontribusi membantu korban bencana.
Tunggu saja nanti saat Pemilu atau Pilkada, mereka pasti akan tampil menonjol dengan pasukan Banser dan baju hijaunya. Seolah mereka lah yang paling nasionalis***
