-->

Pemerintah Aceh Resmi Bentuk Tim Rehab Rekon Pascabencana, Bagaimana dengan Bobby?

Sebarkan:

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf 
Tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan, Pemerintah Aceh bergerak cepat membentuk Tim Kerja Rencana Rehab dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) atau disebut dengan Tim Kerja R3P Hidrometeorologi Aceh. Tim itu terbentuk melalui SK Gubernur Aceh Muzakir Manaf no 300.2/1471/2025 tertanggal 16 Desember 2025.

Tim Kerja R3P Hidrometeorologi Aceh terdiri atas Tim Pembina yang diketuai Langsung Gubernur Aceh, serta Tim Pelaksana yang diketuai oleh Sekda Aceh, dalam hal ini M Nasir Syamaun MPA. Adapun Tim pelaksana terdiri atas Tim Koordinator, Tim Pengumpul Data serta Tim Analisis dan Pelaporan.

Masing-masing tim itu memiliki peran yang berbeda, seperti Tim Pembina yang bertugas memberikan pertimbangan, arahan strategis, perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan R3P.

Sementara Tim Koordinator memiliki peran antara lain, mengkoordinir pelaksanaan dan pengawasan lapangan, memberikan arahan dalam proses pembangunan dan melaporkan hasil kerja kepada penanggungjawab. Adapun tim analisis dan pelaporan bertugas mengolah data hingga menyusun laporan.

Tim Kerja R3P itu mulai bekerja paling lambat satu minggu sebelum masa tanggap darurat berakhir. Tim R3P itu juga memiliki unsur keterwakilan dari lembaga terkait mulai dari kalangan perguruan tinggi hingga instansi vertical.

Dengan wilayah kerja pada 18 kabupaten/kota terdampak di Aceh, Tim R3P juga melibatkan jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten/kota sebagai mitra lapangan. 

Pemerintah Aceh bergerak cepat membentuk tim penanganan bencana karena mereka paham betapa pentingnya melakukan langkah-langkah strategis ke depan untuk membantu para korban. Pemerintah Daerah tidak boleh berdiam diri apalagi hanya berharap dari Pemerintah pusat untuk mengatasi bencana itu. Lagipula bencana ini masih kategori bencana daerah. Gubernur harus berada di garis depan dalam menanganinya.

“Kita tidak boleh cengeng. Aceh harus cepat bangkit!” kata Muzakir Manaf alias Mualem.

Lantas  bagaimana dengan Sumut? 

Berbeda dengan Mualem yang bekerja lebih cerdas, Gubernur Sumut Bobby Nasution masih kebingungan untuk melakukan langkah strategis penanganan bencana di wilayahnya. Padahal tingkat kehancuran di Sumut sangat berat. Bahkan ada sejumlah desa di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah yang hilang tertimbun lumpur yang terbawa arus banjir.

Sampai 30 Desember 2025, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas akibat bencana di Sumut sebanyak 365 orang, 60 orang masih hilang dan sekitar 11.600 orang berstatus pengungsi. 

Bencana di Sumut melanda 18 kabupaten/kota, dengan wilayah terparah terdapat di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga dan Tapanuli Utara.

Langkah-langkah  penanganan korban bencana di Sumut lebih banyak ditangani Pemerintah pusat, Sementara Gubernur Sumut Bobby Nasution tidak banyak paham mengenai langkah tersebut.

Agar terlihat bekerja, Bobby kerap menyampaikan rencana yang telah disusun Pemerintah pusat terkait relokasi korban kepada media, sehingga terkesan kalau program itu seakan dari dia. Padahal Bobby tidak tahu apa-apa dalam penanganan korban bencana itu.  Semuanya diambilalih oleh pemerintah pusat. 

Bobby hanya menyampaikan ulang apa yang sudah dirancang pemerintah.

Ketika Aceh sudah bergerak membentuk tim Rencana kerja Rehab Rekon Pascabencana,  Bobby malah bingung harus melakukan apa. Kalau ia membentuk tim yang sama, konsekuensinya harus tersedia anggaran yang cukup.

Sementara dalam APBD Sumut 2025 anggaran penanganan bencana hanya tersedia Rp98 miliar, itupun sudah ludes. Sedangkan APBD Sumut 2026 hanya dialokasikan Rp70 miliar. Bobby menilai tidak penting menyiapkan anggaran penanganan bencana di daerah ini karena ia menganggap langkah antisipasi bencana bukanlah prioritas. 

Lebih penting lagi membangun jalan karena ada fee yang bisa diterima.

Mengandalkan dana penanggulangan bencana dari APBD Sumut tentu saja tidak cukup sebab untuk menjalankan program rehab rekon tersebut minimal dibutuhkan sekitar Rp10 triliun. Makanya Bobby tidak berani meniru langkah cepat yang dilakukan Aceh.

Nasib korban bencana di Sumut sepenuhnya tergantung sikap Pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat cepat bertindak, penderitaan para korban akan cepat diatasi. Jika lamban, maka tekanan bagi korban akan berlanjut.

Sayangnya, Sumut tidak memiliki gubernur cekatan yang sigap melobi para pihak agar lebih tanggap menangani bencana ini. Gubernur  Bobby adalah anak manja yang tidak terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Jadi para korban hanya bisa berharap sepenuhnya dari pusat. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini