Bobby Menawarkan Gagasan Konyol soal Pengelolaan Empat Pulau, Aceh Tegas Menolak

Sebarkan:
Bobby bertemu Muzakir Manaf di Banda Aceh pada 4 Juni 2025 lalu.  Tapi Muzakir hanya menyambut sekejab setelah itu ia memerintahkan kepala dinas untuk berbicara dengan Bobby membahas empat pulau sengketa di wilayah selatan Aceh. Sengketa itu semestinya urusan Aceh dan pusat, bukan dengan Bobby sebab Bobby tidak tahu menahu soal sengketa pulau itu.

Pemerintah Aceh marah. Betapa tidak, empat pulau yang selama ini s statusnya milik Pemerintah Istimewa Aceh, tiba-tiba dialihkan masuk ke wilayah Sumatera Utara, tepatnya Tapanuli Tengah.  Tak pelak  lagi, protes bertubi-tubi dari Aceh langsung diarahkan kepada Pemerinah  pusat.

Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil. Pulau itu terletak di wilayah Selatan Pantai barat Aceh, tepatnya di wilayah Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil. Berbagai bukti nyata masih ada di pulau itu yang jelas-jelas menunjukkan kalau wilayah itu milik Aceh.

Ada tugu yang menegaskan kepemilikan Aceh, ada prasasti sebagai penanda wilayah Aceh, dan sejumlah peninggalan sejarah Aceh lainnya.

Namun tanpa  alasan yang masuk diakal, Pemerintah pusat – melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau – sejak 25 April 2025 menyatakan empat pulau itu masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Gubernur Sumut, Bobby Nasution dan Bupati Tapanuli tengah Masinton Pasaribu pada dasarnya tidak tahu sama sekali latar belakang sengketa pulau itu. Semua itu permainan Pemerintah pusat. Diam-diam Pemerintah Pusat sebenarnya telah berupaya memindahkan kepemilikan pulau itu sejak 2002 atau 13 tahun lalu.

Ketika rencana itu disiapkan, Bobby Nasution belum dikenal masyarakat. Ia baru muncul ke permukaan setelah menikah dengan putri Jokowi, Kahiyang Ayu pada November 2017.  

Jadi kalau ada anggapan bahwa pemindahan itu scenario dari Bobby, jelas salah besar. Ia baru menyadari adanya masalah terkait pulau itu setelah keluar keputusan dari Kemendagri.

Belakangan Bobby seolah-olah ingin menjadi sosok pahlawan dalam sengketa pulau itu. Padahal sebenarnya persoalan pulau itu sama sekali tidak berkaitan dengan Pemerintah Sumut atau kabupaten Tapanuli Tengah. Sengketa itu murni antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah pusat.

Bobby dan Masinton hanya tampil sebagai pelengkap informasi saja karena kebetulan saja lokasi pulau itu ada di Sumut, tepatnya di Tapanuli Utara.

Pemerintah Aceh tentu saja lebih tahu cara menangani pulau itu. Untuk menyelesaikan sengketa itu, yang mereka hadapi adalah Kementerian Dalam Negeri, bukan Provinsi Sumut atau Tapanuli Utara.

Eh, tiba-tiba saja Bobby merasa ingin jadi pahlawan dengan mendatangi Gubernur Aceh untuk membahas masalah pulau itu.

Hey…ada urusannya dengan Sumut? Bobby, Anda  pasti tidak tahu menahu soal pulau itu.

Kalau pun ada sumber daya alam di pulau itu, maka pengelolaannya akan ditangani Pemerintah pusat, bukan di provinsi. Provinsi Sumut hanya sebagai symbol karena  tidak memiliki keistimewaan dalam mengelola sumber daya alam, apalagi terkait dengan Minyak dan gas.

Berbeda sekali dengan Aceh sebab wilayah itu memiliki Undang-Undang Keistimewaaan yang statusnya sama dengan pemerintah pusat. Kalaupun pulau itu memiliki sumber daya alam yang kaya, maka Aceh punya hak lebih besar untuk mengelolanya.

Oleh karena itu, keinginan Bobby Nasution agar pengelolaan pulau itu dilakukan bersama antara pemerintah Aceh dan Provinsi Sumut, tentu saja merupakan usulan yang aneh. Apa dasar hukum bagi Bobby untuk mengusulkan ide itu?

Apakah sebagai gubernur, Bobby punya kewenangan membuat keputusan soal pengelolaan pulau secara bersama? Bagaimanapun juga, kalau masuk wilayah Sumut,  aturan pengelolaanya tetap merujuk kepada Undang-undang yang ada di Pemerintah pusat.

Oleh sebab itu, usulan Bobby untuk pengelolaan bersama pulau itu sama sekali tidak masuk diakal. Omong kosong..! Hanya manis dibibir saja.  Belum ada di negeri ini aturan pengelolaan pulau secara bersama.

Makanya Gubernur Aceh, Muzakir Manaf hanya tertawa sinis ketika Bobby menyampaikan usulan itu.

Dalam system keistimewaan Aceh, pengelolaan bersama sama sekali tidak ada aturannya. Sumber daya yang ada di daratan Aceh hanya diatur dengan menggunakan Undang-Undang keistimewaan Aceh. Pemerintah pusat mutlak tunduk dengan undang-undang itu. 

Lokasi empat pulau yang disengketakan, dekat ke wilayah Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah
Tak heran jika Gubernur Aceh Muzakir Manaf menolak membahas masalah empat pulau itu dengan Bobby Nasution dan Masinton Pasaribu. Saat keduanya datang ke Banda Aceh pada 4 Juni lalu, Muzakir hanya menyambut mereka sekejab saja. Setelah itu ia beranjak dan memerintahkan para kepala dinas untuk berbicara dengan Bobby dan Masinton.

Bagi Muzakir, sengketa pulau itu lebih layak dibahas antara dirinya dengan Mendagri, bukan selevel Bobby. Bobby tidak tahu apa-apa terkait sejarah pulau itu. Makanya lebih baik ia mengurus masalah lain ketimbang melayani menantu Jokowi itu.

Terkait usulan pengelolaan bersama pulau itu, para politisi Aceh hanya tertawa saja sebab usulan itu tidak masuk diakal. Itu hanya khayalan Bobby saja.

Kalau Sumut merasa sebagai pemiliknya, silahkan urus bersama Pemerintah pusat. Tidak perlu melibatkan Aceh. Lagi pula tidak ada aturan soal pengelolaan pulau bersama antara dua daerah di Indonesia. Akan terlalu banyak habis energi bangsa ini kalau harus membuat aturan baru lagi.

"Gagasan tersebut menyimpang dari aspirasi masyarakat Aceh yang selama ini konsisten menuntut kejelasan status dan pengembalian kedaulatan penuh atas wilayah yang disengketakan," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Sudirman Haji Uma terkait tawaran Bobby itu.

Pemerintah Aceh sendiri telah menegaskan komitmen untuk memperjuangkan perubahan status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang telah ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara agar kembali ke Aceh.

“Sesuai komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, di Banda Aceh, Senin, 26 Mei 2025 seperti dikutip dari Antara.

Syakir menjelaskan bahwa proses perubahan status empat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2002. Beberapa kali juga memfasilitas rapat koordinasi serta survei lapangan oleh Kementerian Dalam Negeri. Ia mengatakan saat proses verifikasi, Pemerintah Aceh telah menunjukkan berbagai bukti otentik termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung lainnya.

Ada gagasan dari Pemerintah Aceh untuk menggugat Keputusan mendagri itu melalui gugatan PTUN. Namun ide ini belum tentu dijalankan, sebab Upaya lobby politik akan terus dilakukan dengan harapan tahun depan akan muncul Keputusan baru yang mengembalikan lagi status pulau itu  menjadi milik Aceh.

Keempat pulau itu menjadi perhatian pemerintah pusat karena ada kemungkinan kandungan minyak dan gas di wilayah itu. Kalau kawasan itu masuk wilayah Aceh, maka kandungan Migas itu akan menjadi milik Aceh. Pengaturannya juga harus tunduk sesuai undang-undang keistimewaan Aceh Nomor 11 tahun 2006.  

Sedangkan jika pulau itu dimasukkan ke wilayah Sumatera Utara, maka pengelolaan potensi Migas itu sepenuhnya dikuasai pemerintah pusat. Aceh tidak akan bisa campur tangan.

Inilah sebenarnya yang menjadi latar belakang sehingga kepemilikan pulau itu dipindahkan dari Aceh ke Sumut. Sebab Pemerintah pusat tahu betapa rumitnya berurusan dengan Aceh manakala  pulau itu milik pemerintah Aceh. ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini