Sejumlah Ormas Agama Desak Pemerintah Pusat Kembalikan Empat Pulau Sengketa ke Aceh

Sebarkan:
KH Shabri Lubis dan  Yusuf Muhammad Martak serta para ulama yang meminta agar empat pulau sengketa di pantai barat Sumatera dikembalikan ke Provinsi Aceh

Sejumlah organisasi agama, seperti Front Persaudaraan Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fakta Ulama (GNPF-U) dan Persaudaraan Alumni 212 menyerukan Pemerintah pusat, khususnya Menteri Dalam Negeri, untuk segera merevisi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menyebutkan empat pulau di Pantai Barat Sumatera masuk ke wilayah Sumut.

Para pengurus organisasi itu sepakat mengatakan bahwa keputusan itu sebuah langkah blunder dari Mendagri Tito Karnavian, sebab menurut sejarah dan fakta yang ada, sejak dulu pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh.

“Mendagri jangan sampai membuat kegaduhan yang bisa menyebabkan ancaman terhadap keutuhan NKRI. Segera kembalikan status empat pulau itu menjadi milik Aceh. Itu bukan wilayah Sumatera Utara,” kata Habib Muhammad Alatthas dalam surat pernyataannya yang disampaikan kepada Kajianberita.com.

Hal senada juga disampaikan Ketua GNPF Ulama, Ustad Yusuf M Martak  yang meminta agar kegaduhan mengenai empat pulau itu segera diselesaikan.

Ia menegaskan bahwa secara  historis, sosiologis maupun dokumen yuridis, empat pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh. Masalah itu juga telah dituntaskan secara yuridis pada 1992 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini, bersama  dengan Gubernur Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) dan Gubernur Aceh (Ibrahim Hasan).

“Sumut tidak boleh  mengklaim kedaulatan atau mengeluarkan izin usaha di empat pulau itu. Mendagri harusnya paham sejarah itu,” ujar Yusuf M Martak.

Oleh karena itu, GNPF Ulama sangat mendukung upaya agar polemik kepemilikan empat pulau itu segera diselesaikan. Jika tidak, maka seharusnya Presiden Prabowo segera mengambilalih masalah tersebut.

“Intinya, tetap dikembalikan ke Aceh. Pemerintah pusat jangan lagi membuat persoalan baru,” tambahnya.

Adapun empat pulau yang disengketakan itu adalah Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Lipan. Sebelumnya keempat pulau itu masuk wilayah Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.

Hal itu juga diperkuat melalui  perjanjian damai Helsinki, UU Nomor 24 Tahun 1956 yang mengatur pemisahan antara wilayah Aceh dan Sumut. Keputusan itu dipertegas lagi dalam  Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 01.P/HUM/2013 yang menolak gugatan Sumut atas klaim ke-4 pulau tersebut.

Namun sangat disayangkan, Mendagri Tito Karnavian diam-diam menyusun scenario busuk untuk memindahkan kepemilikan keempat pulau itu ke Sumut. Ia sama sekali  tidak pernah berdiskusi dengan Pemerintah Aceh.

Karuan, Pemerintah Aceh dan seluruh rakyatnya sangat marah.  Bahkan mayoritas masyarakat Sumut juga menolak keputusan Mendagri itu. Warga Sumut tidak senang jika wilayahnya dianggap mencaplok wilayah tetangga.

Tak heran jika ketua PDIP Sumut Rapidin Simbolon turut mengkritik Mendagri yang dianggapnya lalai. Malah Rapidin mencurigai ada scenario lain di balik pemindahan kepemilikan empat pulau itu, yakni untuk menjadikannya sebagai kawasan tambang seperti Blok Medan, kawasan tambang di Maluku Utara yang dikelola  Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu.

Kecurigaan Rapidin sangat masuk diakal, sebab ternyata di kawasan empat pulau itu ditemukan cadangan minyak dan gas yang cukup besar.

Kalau status wilayah itu merupakan milik Aceh, maka Pemerintah Aceh yang paling berhak mengelolanya karena Aceh memiliki keistimewaan tersendiri di bidang sumber daya alam. Sebaliknya, jika masuk ke wilayah Sumut, maka Pemerintah pusat yang paling berkuasa.

Inilah inti dasar strategi pemindahan kepemilikan pulau itu, sehingga nantinya Tito Karnavian dan jaringannya bisa mengendalikan sumber daya alam di sana.

“Kami melihat ada motif ekonomi dan politis di balik status empat pulau itu,” kata KH. Ahmad Shobri Lubis, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212.

Hal seperti ini tentu sangat tidak elok.  Oleh karena itu, Ahmad Shobri Lubis berharap Mendagri segera menyadari kesalahannya.

Para Ormas agama itu berharap presiden bisa melakukan evaluasi atas kekeliruan yang dilakukan Mendagri Tito Karnavian. Sedangkan Pemerintah Provinsi Sumut tidak perlu campur tangan sebab masalah empat pulau itu cukup diselesaikan antara Aceh dan pemerintah pusat saja. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini