Institut Peradaban mengundang Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dalam forum dialog kebangsaan di Jakarta, Rabu (30/7/2025). Saat SBY berpidato, beberapa tokoh nasional, termasuk Menko bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyonno (AHY) dan beberapa perwakilan kedutaan negara sahabat hadir di acara ini menyimak dengan serius.
SBY mengetengahkan ide pemikiran terkait tentang gejala the world disorder. Tatanan dunia yang bergejolak, yang penting diantisipasi dengan segala akibatnya dalam dinamika peradaban manusia, di mana Indonesia, mau tidak mau terlibat aktif di dalamnya.
Peradaban Indonesia maju sebagai bagian dari perkembangan peradaban dunia haruslah terus terlibat aktif dalam agenda kemanusiaan global. Pidato SBY sangat menarik dan menginspirasi semua pihak untuk berbuat sesuatu yang semakin baik untuk masa depan.
SBY dalam pidatonya berbicara soal peradaban dan faktor penyebab runtuhnya peradaban yang perlu diperhatikan dalam kondisi dunia saat ini.
Menurutnya, negara yang kuat bisa mengalami keruntuhan jika pemimpinnya menempatkan diri di atas hukum dan rakyat.
“Satu abad terakhir, kita kerap menyaksikan negara kuat jatuh, saya ulangi, negara kuat jatuh lantaran pemimpinnya meletakkan dirinya di atas peranata hukum, di atas sistem yang adil, dan di atas kesetiaan sejati terhadap negara dan rakyatnya,” kata SBY.
"Sejarah dan pemikiran para tokoh peradaban tadi memberi kita pelajaran penting. Bahwa daya tahan peradaban bukan ditentukan oleh kejayaan atau senjata. Tetapi oleh kematangan nilai, ketangguhan sosial, dan kapasitas untuk beradaptasi secara cerdas dan bermoral. Mereka yang bertahan bukanlah yang paling kuat secara fisik, tapi yang paling mampu mengelola perubahan," ujarnya.
Dalam kegiata ini, juga dipamerkan 2 lukisan karya SBY seolah mendampingi sang empunya berpidato. Lukisan itu adalah Stop War, United For Peace tahun 2025 berukuran 240 cm X 140,5 cm. Kedua, Peace With Nature tahun 2025 berukuran300 cm x 150 cm.
Banyak pihak meyakini lukisan tidak hanya bisa dinikmati sebagai suatu karya seni yang indah saja. Lebih dari itu, lukisan bisa menjadi alat diplomasi.
Saat politik dunia dipenuhi ketegangan, seperti sekarang ini, seni bisa dijadikan sebagai alat diplomasi penting. Agar suasana bisa jadi lebih cair dan sudut pandang menjadi lebih lembut.
Pembina Yayasan Institut Peradaban Prof Jimly Asshiddiqie memberikan hormat yang tinggi kepada SBY yang telah berhasil memimpin pemerintahan Indonesia pasca reformasi dengan gemilang.
SBY berhasil mengantarkan transisi yang mulus kepada pemerintahan selanjutnya, kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (2014-2024). Namun setelah Joko Widodo memimpin selama 10 tahun, barulah terlihat kekacauan di sana sini.
”SBY berhasil mengakhiri tugas pengabdiannya dengan husnul khatimah dan terus berkarya melalui kesenian, warisan-warisan kebudayaan, dan pemikiran kebangsaan, serta peran aktif dalam mempromosikan kebijakan perubahan iklim dan pentingnya lingkungan hidup yang sehat, serta kampanye kemanusiaanuntuk perdamaian dunia yang berkeadilan,” katanya.
Dalam pidatonya SBY tadi, lanjut Jimly, seperti pernah terjadi pada pertengahan abad ke-20, setelah Perang Dunia I, Great Depression pada 1930-an, dilanjutkan Perang Dunia II pada 1940-an yang berakhir dengan terjadinya big-bank change in the human history.
Maka menuju pertengahan abad ke-21, besar kemungkinan akan terjadi lagi another big-bank change in the world history yang harus diantisipasi.
”Mari kita mempersiapkan dengan segala langkah yang terukur untuk kepentingan peradaban Indonesia maju di tengah dinamika ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaianyang abadi, dan keadilan sosial,” lanjutnya.
Institut Peradaban adalah sebuah lembaga yang diniatkan ikut berperan dalam perjalanan bangsa ke arah peradaban yang lebih tinggi. Melalui forum ini, Institut Peradaban ingin mengirim pesan bahwa masih ada ruang untuk merajut dialog. (sindo)