-->

Kisah Desa Garoga, Tapanuli Selatan yang Hilang Disapu Bencana, Warga Marah kepada Negara

Sebarkan:

 

Wajah Desa Garoga yang hilang tersapu bencana
Banjir besar yang menghantam aliran Sungai Aek Garoga pada Selasa siang (25/11/2025) telah mengubah wajah Desa Garoga hanya dalam beberapa jam. Dalam sekejap, hampir seluruh bagian desa yang berada di Kecamatan Batangtoru itu tersapu air bah. Sebagian warga tertimbun di dalamnya. Sampai hari ini Rabu 3 Desember, pencarian masih dilakukan di Lokasi itu.

Desa Garoga yang luasnya mendekati satu juta meter persegi berada di tepi Jalan Lintas Sumatra. Wilayahnya memanjang dari Desa Hutagodang hingga memasuki perbatasan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Sungai Aek Garoga sendiri menjadi batas alam utama dua kabupaten tersebut. Sebagian besar penduduk tinggal di pulau kecil sepanjang lebih dari satu kilometer yang terbentuk oleh dua aliran sungai. Sekitar separuh dari 270 kepala keluarga menggantungkan hidupnya dari sawah dan kebun di area itu. Dua jembatan, Garoga dan Anggoli, menjadi akses utama keluar-masuk warga.

Menurut pengakuan penyintas bencana, banjir awalnya tidak datang langsung dalam ukuran besar. Pada pukul 03.00 dan 06.00 WIB, air hanya naik sebentar lalu turun lagi. Namun karena hujan terus mengguyur, beberapa warga memilih naik ke dataran lebih tinggi.

Sukrianto (51), salah satu warga yang selamat, mengatakan air besar datang sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu, gelombang air membawa batang-batang kayu dan menghantam permukiman. Rumah-rumah di area pulau hilang seketika, seolah disapu ombak besar. Air kemudian membentuk alur sungai baru.

Banyak warga yang mencoba bertahan di jembatan Garoga. Mereka mengira lokasi itu cukup aman karena berada lebih tinggi. Namun, pohon-pohon besar di sekitar jembatan tumbang terbawa arus dan menimpa warga yang berada di dekatnya.

Istri Sukrianto hilang saat mereka berusaha menyelamatkan diri. Hingga hari ini ia masih mencari jejak keluarga sambil berharap pemerintah memberi tempat tinggal darurat untuk para penyintas.

Sampai Sabtu malam, Puskesmas Batangtoru menerima delapan jenazah tambahan. Total 40 korban telah ditemukan, sebagian dalam kondisi rusak sehingga sulit diidentifikasi.

Seorang remaja bernama Adjie masih memeriksa satu per satu jenazah untuk mencari ibunya. Namun sampai saat ini ia belum menemukan sosok yang dicari. Sementara desa sudah tertimbun tanah.

Ada beberapa desa di  Batangtoru yang terkena bencana itu, seperti  Huta Godang dan Aek Ngadol yang berada di sepanjang aliran sungai hingga lebih dari dua kilometer. Namun kondisinya tidak separah Desa Garoga. Desa yang satu ini nyaris tidak berbentuk lagi.

Hampir semua rumah tersapu oleh lumpur bercampur batu dan gelondongan kayu.  Dari kejauhan terlihat sebuah bangunan masjid yang tidak lagi utuh. Mungkin itulah satu-satunya bangunan desa yang masih berdiri di tempatnya, tapi begitupun, kondisinya sudah tidak mungkin digunakan lagi.

Sudah banyak pejabat daerah yang berkunjung ke des aitu dan menemui sejumlah warga yang menjadi korban bencana yang mengungsi di Lokasi yang lebih tinggi. Yang terbaru, giliran   Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia yang mengunjungi lokasi pengungsian itu pada Selasa (3/12/2025).

Bahlil sempat berdialog  dengan beberapa pengungsi.  Seorang warga, Nurhayati Siregar (76), menyampaikan tentang kondisi tempat tinggalnya yang habis akibat tertimbun akibat banjir bandang disertai material lumpur dan kayu-kayu besar, yang terjadi pada Selasa (25/11/2025).

"Lihatlah, Pak, kayu-kayu besar itu. Sudah habis rumah saya, Pak. Tertimbun, Pak, tertimbun," ungkap Nurhayati sambil menangis.

Nurhayati berharap kepada pemerintah agar rumah-rumah mereka dapat dibangun kembali. Negara harus bertanggungjawab karena bencana itu tidak bisa dilepaskan dari kerusakan hutan. Negara pula yang memberi izin untuk penebangan hutan itu. Wajar jika warga pun marah kepada negara.

"Lihat kami, Pak. Tidak ada lagi tempat tinggal kami. Sudah habis semuanya," ucap Nurhayati.

Bahlil mengatakan akan segera  merespons permintaan warga. Ia akan mengirimkan 250 tenda sebagai lokasi pengungsian dan tempat tinggal sementara bagi korban banjir bandang di Desa Garoga, Tapanuli Selatan.

"Tadi Bapak Kepala Desa meminta kebutuhan sebanyak 250 tenda. Minggu depan, akan kami serahkan langsung ke sini," ujar Bahlil.

Ia juga meminta kepada ESDM yang membidangi perusahaan untuk membersihkan semua material banjir dan longsor berupa kayu-kayu.

"Saya minta kepada ESDM untuk membersihkan semua kayu-kayu ini, pakai alat yang berasal dari perusahaan tambang (PT Agincourt Resources), supaya bisa kita bersihkan semua," ujar Bahlil.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut  menyebutkan,  sampai Rabu pagi 3 Desember 2025,  jumlah korban meninggal dunia di tiga wilayah yang menjadi sasaran bencana di Sumut, yakni Tapanuli Tengah, Sibolga dan Tapanuli Selatan,  290 jiwa meninggal, hilang masih 154 jiwa, sebanyak 614 terluka, dan 538.792 orang mengungsi.

"Dan hingga saat ini masih ada 17 daerah di Sumut yang terdampak musibah tersebut," ungkap  Kepala Bidang Penanganan Darurat, Peralatan, dan Logistik BPBD Sumut, Sri Wahyuni Pancasilawati lewat keterangan resmi yang diterima Kajianberita.com.

Adapun lokasi terparah masih berada di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Total korban meninggal dunia 86 orang, luka-luka 508 orang, hilang 85 orang, dan sebanyak 7.382 orang masih mengungsi.

Sedangkan daerah terparah kedua berada Kabupaten Tapanuli Selatan. Di wilayah tersebut terdapat 79 korban meninggal dunia, 38 orang hilang, 49 orang luka, dan 5.366 warga mengungsi. Lokasi terparah ketiga yaitu Kota Sibolga, dengan 47 korban meninggal dunia, 12 orang hilang, 45 orang luka, dan 17.824 warga mengungsi.

Kondisi Desa Garoga yang sangat menyedihkan karena desa itu bisa dikatakan hilang tertimbun lumpur, gelondongan kayu dan bebatuan yang cukup tinggi. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini