Pasca Abolisi Tom Lembong, Giliran Borok Hakim yang Dibongkar, Vonis itu Ternyata Pesanan!

Sebarkan:

Tom Lembong

Meski telah bebas dari tahanan usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong tidak menghentikan upaya hukumnya. Ia tetap melanjutkan laporan terhadap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Pengaduan itu penting, sebab sejak awal ketiga majelis hakim yang menyidangkannya --  bekerjasama dengan jaksa – terus menunjukkan sikap yang aneh. Mereka sangat menekan Tom sebagai terdakwa meski bukti korupsi sama sekali tidak ditemukan dalam seluruh tahap pemeriksaan saksi.

Dari semua saksi yang diperiksa di persidangan, tak ada satupun yang memberatkan Tom Lembong. Fakta adanya niat jahat dalam kasus korupsi itu juga tidak ditemukan. 

Malah akhirnya majelis hakim membuat putusan aneh dengan kalimat, “ Terdakwa telah menerapkan system ekonomi kapitalis,,!”  Dengan tuduhan itu Tom akhirnya divonis 4,5 tahun penjara. Sungguh di luar nalar.

Tentu saja putusan itu sangat tidak masuk diakal. Tapi memang sejak awal penangkapan dan penahanan Tom sangat sarat dengan rekayasa. Ia dihukum bukan karena kasus korupsi, tapi karena adanya pesanan dari pihak  tertentu. Siapa lagi kalau bukan rezim Jokowi!

Tidak bisa dibantah, sampai detik ini Jokowi masih punya pengaruh kuat di Lembaga hukum, baik itu di Mahkamah Agung, Kejaksaan, Polri maupun KPK. Tentu saja pimpinan lembaga itu akan membantah tuduhan ini, namun bagi yang punya akal sehat, bantahan itu adalah sikap normatif.

Selama masa pemerintahan Jokowi, kinerja lembaga hukum di Indonesia telah menjadi alat penguasa. Bahkan kondisi itu masih berlangsung sampai sekarang karena pengaruh Jokowi masih sangat kuat di Pemerintahan. Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, dan Pimpinan KPK adalah orang-orang pilihannya.

Sejak awal persidangan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sudah terlihat banyak kejanggalan yang muncul. Betapa tidak, dari semua saksi yang hadir, tidak ada satupun yang memberatkan Tom. Jaksa dan Majelis hakim sempat menuding Tom membuat kebijakan impor gula di saat produksi gula  dalam negeri berlimpah.

Nyatanya, perintah impor itu adalah perintah dari presiden yang dibahas dalam rapat cabinet. Tom sudah membebarkan semua fakta itu. Ia mengaku hanya menjalankan perintah presiden. Tanpa perintah presiden, ia tidak akan mungkin melakukan impor. 

Sebagai penguat fakta, Tom meminta Jaksa dan Hakim menghadirkan Joko Widodo sebagai saksi karena saat peristiwa terjadi, Jokowi adalah presidennya.

Namun jaksa dan hakim menolak permintaan ini. Bisa dipahami, sebab tujuan mereka sejak awal  bukanlah membongkar fakta dan menerapkan keadilan, tapi untuk menghukum Tom Lembong karena ia sangat berani berpihak kepada Anies Baswedan saat Pilkada yang lalu.

Lagi pula Jaksa dan Hakim tidak akan mungkin memanggil Jokowi sebagai saksi, sebab yang memesan penghukuman Tom Adalah rezim Jokowi sendiri. Tentu mereka tidak akan berani memanggil tuannya. Di mata hakim dan jaksa, Tom harus bersalah dan dihukum penjara.

Beruntungnya, Presiden Prabowo membaca kejanggalan ini sehingga memberikan abolisi kepada Tom Lembong. Tom yang merupakan alumni Harvard, Amerika ini akhirnya bebas murni. Sedangkan kasusnya dianggap tidak pernah ada.

Yang lebih gilanya, setelah pembebasan Tom Lembong, barulah Jokowi kepada media mengakui bahwa perintah impor gula sebenarnya berasal dari dirinya. Tom hanya menjalankan perintah yang ia berikan. Apa tidak setan orang seperti ini..?

Perlu reformasi pengadilan

Namun Tom tidak hanya merasa puas dengan pembebasan itu. Ia tetap menginginkan adanya perubahan system pengadilan di Indonesia agar tidak ada lagi orang yang menjadi korban kebiadaban seperti yang ia alami.   

Bagi Tom, pembebasan melalui abolisi bukan akhir perjuangan.  Ia tetap ingin memastikan proses peradilan dijalankan secara adil dan profesional.

“Sebelum dan setelah abolisi, kami tetap melaporkannya, karena Pak Tom komitmen harus ada perbaikan proses penegakan hukum Indonesia,” ujar kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, saat dihubungi Kajianberita.com, Minggu (3/8/2025).

Zaid menyebut, selama persidangan kasus dugaan korupsi impor gula, terdapat sejumlah kejanggalan sikap majelis hakim, terutama menyangkut prinsip-prinsip dasar peradilan seperti praduga tak bersalah (presumption of innocence).

“Kami melanjutkan laporan-laporan kami sebelumnya mengenai dugaan tindakan hakim yang imparsial dan secara jelas Hakim Anggota Alfis terlihat ingin menghukum Tom Lembong selama pemeriksaan saksi di persidangan,” kata Zaid.

“Bahkan tidak jarang hakim anggota bernama Alfis menyimpulkan dengan tidak mengedepankan sikap presumption of innocence, melainkan dengan sikap presumption of guilty,” tambahnya.

Dalam perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tom Lembong diadili oleh majelis yang diketuai oleh Dennie Arsan Fatrika, dengan anggota Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan. 

Dengan adanya pengaduan ini, nasib Majelis hakim mulai ketar ketir. Sangat diharapkan agar Komisi Yudisial mau membongkar bau busuk yang mereka bawa ke pengadilan saat menyidangkan kasus Tom.

Meski laporan ditujukan kepada seluruh anggota majelis, Zaid menegaskan bahwa sikap Alfis menjadi salah satu poin penting dalam aduan mereka ke lembaga pengawas yudisial.

“Kami melaporkan semua hakim majelis pemeriksa, tetapi salah satu poin pentingnya adalah sikap hakim Alfis,” ucapnya.

Adapun Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Tom Lembong dengan hukuman 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga impor gula. Namun, pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden tentang abolisi, yang menghentikan seluruh proses hukum terhadap Tom. Ia pun langsung dibebaskan dari Rutan Cipinang malam harinya. Respons PN Jakarta Pusat

Terkait laporan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan belum mendapatkan informasi resmi mengenai pengaduan terhadap hakim yang menangani perkara Tom Lembong.

“Hingga saat ini kita belum menerima atas laporan tersebut, sehingga belum dapat meresponsnya,” kata juru bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).

“Nanti kita akan cek lagi dan memastikan apakah benar adanya laporan tersebut,” imbuhnya.***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini