![]() |
| Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat medatangi gedung KPK |
Gugatan ini masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 7 November 2025. Sidang perdana akan digelar pada Senin, 17 November 2025. Duduk sebagai tergugat yaitu pimpinan KPK.
"Para pemohon bermaksud mengajukan permohonan praperadilan tidak sahnya penghentian penyidikan," kata Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho melalui keterangan tertulis, Selasa, 11 November 2025.
Kurniawan menduga KPK sudah menghentikan perkara karena tidak kunjung menetapkan tersangka. Dengan begitu ia menganggap penghentian penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah.
Penggugat berharap hakim tunggal yang mengadili perkara ini dapat bersikap adil.
"Mohon untuk memutus perkara praperadilan ini dengan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlalu,” ujar Kurniawan.
Tindakan KPK yang ‘takut’ dalam memutuskan tersangka kasus korupsi kuota haji itu merupakan aksi tidak tahu malu berikutnya yang mereka lakukan setelah sebelumnya mereka juga melindungi Bobby Nasution, Gubernur Sumut dalam sejumlah kasus korupsi di negeri ini.
Nama Bobby sebenarnya sudah diungkap dalam kasus sidang korupsi tambang di Maluku Utara, tapi KPK tetap tak mau menyentuhnya. Belakangan nama Bobby juga terseret dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut. Sampai-sampai hakim Tindak Pidana Korupsi Medan telah memerintahkan jaksa KPK untuk menghadirkan Bobby di persidangan.
Namun KPK tetap bersikeras menolak. Mereka tanpa malu menunjukkan sikap melindungi Bobby. Pimpinan KPK sepertinya tidak mau kasus korupsi itu menyeret keluarga Jokowi karena mereka adalah bagian dari elit penguasa yang dipilih dan dilantik oleh presiden ke-7 itu saat masih berkuasa.
Hal yang sama terjadi dalam kasus kuota haji di mana KPK cenderung menunjukkan sikap yang melindungi sejumlah tersangka utama. Padahal semua orang tahu bahwa episentrum dari kasus korupsi ini adalah Yaqut Kholil Qoumas, Menteri Agama RI periode 2019-2024. Yaqut sudah beberapa kali diperiksa, tapi KPK sama sekali belum berani menetapkannya sebagai tersangka.
Mencuat kabar kalau sejumlah ulama dan tokoh NU turut bermain melindungi Yaqut. Hal ini tidak mengherankan sebab Yaqut adalah represtasi NU dalam kabinet Jokowi waktu itu. Apalagi ketua NU yang berkuasa saat ini, KH. Yahya Cholil Staquf adalah abang kandung Yaqut.
Dua kakak beradik ini sebenarnya bukan ulama, tapi politisi. Hanya saja mereka kerap menggunakan topeng agama untuk mendapatkan kekuasaan. Keduanya juga sama-sama ‘menjual’ nama NU untuk mendapatkan posisi di jaringan pemerintahan.
Yahya Cholil Staquf beberapa waktu lalu sempat mendapat cercaan public karena mengundang seorang akademisi pro zionis dari Amerika untuk tampil berbicara di sejumlah acara NU. Sosok ketua NU ini tidak jauh berbeda dengan adiknya, sama-sama sarat kontroversi.
Yaqut sendiri terkenal kerap memunculkan pernyataan kontroversial saat menjabat sebagai Menteri agamanya. Prilakunya sama sekali jauh dari kesan orang yang paham agama. Sampai-sampai ia pernah menyamakan suara anjing dengan suara azan.
Tapi yang seperti ini pasti dilindungi NU. Apalagi keluarga Yaqut cukup sebagai bagian dari NU yang punya nama besar di Jawa. Ingat, di Jawa, bukan di Indonesia. Sebab NU hanya punya pengaruh besar di Jawa.
Kekuatan NU di Jawa ini yang menjadi daya tawar mereka sehingga kadernya bisa mendapat kekuasaan. Kekuatan NU pula yang menjadi alat bargaining bagi mereka untuk melindungi sejumlah tersangka dalam kasus korupsi kuota haji ini.
Ironisnya, KPK tunduk dengan pengaruh itu. Terbukti sampai sekarang lembaga itu tidak berani menyebutkan siapapun tersangka dalam kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun. Angka yang fantastis tentunya, apalagi itu dilakukan di sebuah Kementerian Agama yang dipimpin orang NU.
Sikap ini yang membuat KPK semakin tidak tahu malu. Mereka hanya terlihat garang dalam menangkap pejabat yang punya pengaruh kuat di Pemerintahan. Tapi terhadap keluarga Jokowi dan kader inti NU, mereka tidak berani. Alhasil, KPK pun digugat di pengadilan.
KPK sudah merespons gugatan praperadilan yang dilakukan Kurniawan Adi Nugroho dan kawan-kawan dengan ucapan yang normatif. Mereka menyatakan bahwa penyidikan kasus kuota haji masih berproses.
“Kami pastikan bahwa penyidikan perkara kuota haji masih terus berproses. Penyidik juga masih terus mendalami, dan meminta keterangan dari para pihak, termasuk biro-biro travel (biro penyelenggara ibadah haji, red.) yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Penyidikan kasus kuota haji terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024. Selain itu, Budi mengatakan KPK memastikan tidak ada penghentian penyidikan kasus kuota haji, terlebih saat ini juga sedang berjalan proses penghitungan kerugian negara akibat perkara tersebut.
“Namun, kami tetap menghormati gugatan praperadilan tersebut sebagai salah satu hak konstitusi dalam uji formil penyidikan perkara ini,” katanya.
Proses penyidikan yang dilakukan KPK memang masih berlanjut. Hari ini tim penyidik memeriksa Sekretaris Utama Badan Amil Zakat Nasional (Sestama Baznas) RI Subhan Cholid (SC) sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“Untuk perkara kuota haji, hari ini (Rabu, 12/11) penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi saudara SC,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Rabu.
Subhan Cholid sendiri diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag. Subhan Cholid juga telah tiba di KPK pada pukul 08.39 WIB dan sedang menjalani pemeriksaan.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025. Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut. ***
