Bertepatan hari pahlawan 10 November 2025, Presiden menetapkan
10 sosok pahlawan nasional yang baru, hasil seleksi dari sekitar 49 nama yang diusulkan dari berbagai daerah. Salah satu pahlawan nasional
itu adalah pejuang kemerdekaan asal Simalungun, Rondahaim Saragih yang hidup di era 1828-1891.
Rondahaim Saragih pejuang dari Simalungun yang resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto
Pengusulan Rondahaim Saragih sebagai pahlawan sebenarnya telah disampaikan sejak puluhan tahun lalu. Upaya itu terus dilakukan sejumlah tokoh Simalungun agar sosok "Napoleon der Bataks" itu diakui pemerintah sebagai Pahlawan Nasional.
Salah seorang cicit Rondahaim, Lukman Rudi Saragih Garingging (56) mengatakan, Rondahaim pernah menerima tanda kehormatan bintang jasa sebagai Tokoh Provinsi Sumut dari Presiden BJ Habibie berdasarkan Kepres RI NO.077/TK/TAHUN 1999, tertanggal 13 Agustus 1999. Sejak itu, Pemerintah Kabupaten Simalungun berupaya mengusulkan nama Rondahaim sebagai Pahlawan Nasional.
Puluhan tahun berselang, upaya itu terus dilakukan, tapi nama Rondahaim tidak kunjung menyandang gelar pahlawan dari pemerintah. Baru tahun ini usulan itu diterima.
"Jadi ini sebetulnya bukan mengusulkan dari bawah. Terimakasih kami sampaikan kepada pemerintah dan Bapak Presiden atas penetapan itu,” kata Rudi saat ditemui di Pematang Siantar pekan lalu.
Nama Tuan Rondahaim Saragih Garingging tidak asing lagi bagi warga Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun, Sumut. Di dua wilayah itu nama Rondahaim dipakai sebagai nama jalan. Di Simalungun, nama rumah sakit umum daerah (RSUD) juga dinamai Tuan Rondahaim.
Lukman Rudi Saragih Garingging (56), anak pasangan St John Lasim Saragih Garingging dan Jumani Nainggolan, merupakan salah satu cicit Rondahaim. Ayah Lukman merupakan cucu terakhir Rondahaim yang meninggal dunia pada 2018.
Rudi sapaannya, menuturkan, Rondahaim adalah raja ke-14 yang bertakhta di Kerajaan Raya, saat ini merupakan wilayah Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Rondahaim adalah sosok raja yang menentang penjajahan kolonial Belanda di Sumatera. Dia mempersempit ekspansi jajahan kolonial dengan strategi perangnya.
Sebagai raja, Rondahaim pernah membentuk pasukan gabungan dari kerajaan kecil di wilayah Simalungun, yakni Raja Siantar, Bandar, Sidamanik, Raja Tanah Jawa, Raja Pane, Raja Raya, Raja Purba, Raja Silimakuta, dan Raja Dolok Silou. Rondahaim lantas melatih pasukan itu sebagai pasukan gerilya ataupun kavaleri dan mengangkat salah satu di antara mereka bernama Torangin Damanik sebagai Panglima Besar dari Kerajaan Sidamanik.
Selain perang terbuka dan gerilya, pasukan Rondahaim ditempatkan di beberapa pos di perkampungan untuk menjaga wilayah dari serangan Belanda.
"Jadi ketika Rondahaim masih hidup, Belanda tidak berani memijakkan kakinya sejengkal pun di tanah Simalungun,” kata Rudi.
Rondahaim berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda dengan senjata. Senjata itu didapat dari hasil barter rempah-rempah dari Malaka yang saat itu dikuasai Portugis.
"Kalau dibilang tanpa senjata, itu ada buktinya meriam. Masih ada peninggalannya di Kodim Simalungun dan ada di Kabupaten Batubara,” ucapnya.
Selama Rondahaim memimpin Kerajaan Raya, serangkaian strategi perang diterapkan, hingga kolonial Belanda kesulitan memasuki wilayah Simalungun. Belanda pun menjuluki Rondahaim sebagai "Napoleon der Bataks" karena ikut serta dalam perang yang terjadi di wilayah Residen Sumatera Timur dan aksi pembakaran tembakau Deli.
Rudi menyebut kakek buyutnya itu sosok yang sakti, garang, tanpa kompromi, serta cerdik. Pernah suatu ketika Belanda ingin mengajak Rondahaim untuk berunding di Pelabuhan Matapao. Mendengar hal itu, Rondahaim mengumpulkan orang-orangnya dan memilih satu yang paling mirip dengan wajahnya.
Orang itu, kata Rudi, lalu didandani dengan pakaian kerajaan dan menunggangi kuda menemui pejabat Belanda. “Nah, belum turun orang itu langsung ditembak mati sama Belanda. Padahal, dia bukan Rondahaim.
Mengetahui itu, tambah ketakutanlah Belanda. Rondahaim juga punya kesaktian bisa menghilang dan terbang,” ucap Rudi.
Tuan Rondahaim Garingging meninggal dunia di masa tuanya pada 1891. Makam Rondahaim dapat ditemui di Desa Aman Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Adapun pusat Kerajaan Raya sekarang dikenal dengan Kecamatan Raya, di lingkungan perkantoran Bupati Simalungun.
Setelah kematian Rondahaim, anaknya Tuan Kapoltakan Saragih Garingging memimpin Kerajaan Raya. Menurut Rudi, Belanda tanpa sengaja mengetahui kematian Rondahaim saat seorang pendeta Belanda tiba di wilayah Kerajaan Raya.
Informasi kematian Rondahaim pun sampai ke telinga pemerintah kolonial. Belanda langsung menggempur wilayah Simalungun dan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah itu pun takluk kepada Belanda.
“Kemudian ditandatangani perjanjian dengan Belanda, ditandai dengan babak dimulainya penjajahan Simalungun. Selama empat tahun Simalungun akhirnya takluk, tujuh kerajaan menyerahkan ke Belanda,” katanya.
Kini peninggalan dan artefak dari Kerajaan Raya tidak ada yang tersisa saat meletusnya revolusi sosial di wilayah Simalungun yang terjadi pasca-kemerdekaan.
“Artefak dan peninggalan sejarah musnah saat revolusi sosial di Simalungun. Memusnahkan semua peninggalan sejarah Kerajaan Raya. Emas satu rumah pun habis karena revolusi sosial,” tutur Rudi.
Selain Rondahaim Saragih, berikut ini 9 pahlawan Nasional lainnya yang baru saja ditetapkan presiden Prabowo:
- - Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ( Tokoh NU mantan presiden RI)
- Soeharto ( mantan Presiden RI masa Orde Baru)
- Marsinah ( tokoh buruh dari Jawa Timur yang tewas dibunuh di masa Orde Baru)
- Muchtar Kusumaatmaja ( mantan Menteri Luar Negeri masa Orde Baru)
- Rahmah El Yunusia ( guru dan Tokoh pendidik asal Sumatera barat)
- Sarwo Edi Widodo (Komandan Pasukan Khusus yang mengungkap kebengisan PKI)
- Sultan Mhd Salahuddin ( tokih Masyarakat dari Nusa Tenggara barat)
- Muhammad Shillol ( Ulama Jawa Timur) Tuan Ronda Raragih
- Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore, Maluku) ****