-->

Pemprovsu Tidak Efektif Tangani Bencana karena Bobby Pangkas Anggaran Demi Proyek Jalan

Sebarkan:

Gubernur Bobby Nasution
Akhirnya mulai terungkap beberapa alasan mengapa Pemerintah Provinsi Sumut terkesan lamban dalam menangani bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah ini pada 26 Desember lalu. Penanganan  baru berjalan aktif  setelah tim dari pusat turut membantu. Bobby sendiri baru merespon bencana ini empat hari setelah kejadian. Padahal status bencana ini masih kategori bencana daerah di mana pemerintah provinsi harusnya terdepan dalam menanganinya.

Usut punya usut, ternyata salah satunya alasannya karena Gubernur Bobby Nasution telah berkali-kali memotong anggaran bencana daerah dan memindahkannya ke kegiatan lain. Anggaran yang terbesar justru ditambah untuk proyek jalan. 

Penanganan proyek jalan ini yang kemudian memunculkan kasus korupsi hingga menjadikan Kepala Dinas PUPR Sumut,  Topan Ginting yang merupakan pejabat kepercayaan Bobby, akhirnya menjadi tersangka.

Setelah melakukan penggeseran anggaran itu, tercatat alokasi APBD Sumut 2025 untuk untuk penanggulangan bencana yang ditempatkan dalam pos belanja tidak terduga hanya 0,8 persen dari total belanja daerah Rp 12,5 triliun. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai porsi ini jauh dari standar ideal.

Menurut Analis Anggaran Fitra Sumut, Elfenda Ananda, kebutuhan dana darurat pada daerah rawan bencana mestinya berada di kisaran 1,5–5 persen dari total belanja daerah. Dengan status Sumut sebagai provinsi rawan banjir dan longsor, alokasi belanja tak terduga sekitar Rp 98,3 miliar untuk tahun depan dianggap terlalu kecil.

“Perhitungan risiko bencana semestinya menjadi faktor penting dalam penyusunan APBD. Namun itu kerap diabaikan. Dengan anggaran hanya 0,8 persen, penanganan banjir dan longsor akhir November lalu dipastikan terkendala,” kata Elfenda, Senin, 8 Desember 2025.

Elfenda juga menyoroti pemangkasan anggaran kebencanaan yang dilakukan Gubernur Sumut Bobby Nasution. Menurut dia, keputusan itu sangat kontras dengan kebijakan Penjabat Gubernur sebelumnya, Agus Fatoni, yang justru menaikkan anggaran penanggulangan bencana.

“Di masa Pj Gubernur Agus Fatoni, anggaran bencana naik dari Rp 123,5 miliar menjadi Rp 843 miliar setelah dua kali pergeseran anggaran pada Februari 2025,” ujar Elfenda.

Namun setelah Bobby dilantik pada 20 Februari 2025, pemangkasan dilakukan empat kali. Anggaran yang semula Rp 843 miliar dipotong menjadi Rp 187 miliar pada Maret, kemudian turun lagi menjadi Rp 180 miliar, lalu Rp 106 miliar pada April. Sementara anggaran untuk proyek jalan dan kontruksi mencapai Rp1,2 triliun dari semula sekitar Rp 660 miliar yang dibahas di DPRD.

Dalam Rancangan Perubahan APBD yang disahkan September 2025, pos untuk penanganan bencana menyusut hingga Rp 98 miliar—merosot 88 persen dari angka awal.

“Tak lama kemudian, bencana justru melanda Sumut,” kata Elfenda.

Bobby mengestimasi kerugian akibat banjir bandang dan longsor di 17 kabupaten/kota mencapai Rp 9,98 triliun. Kerusakan meliputi sektor infrastruktur—23 ruas jalan nasional, 3 jembatan nasional, 25 jalan provinsi, dan 5 jembatan provinsi—serta ribuan hektare lahan pertanian, puluhan ribu rumah, ratusan sekolah dan fasilitas kesehatan.

“Kami dari Pemprov berupaya mempercepat penanganan bencana ini,” kata Bobby dalam rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto secara daring, kemarin.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Mangapul Purba, menyatakan gubernur dapat melakukan perencanaan anggaran perubahan untuk memperkuat penanganan bencana. Namun menurut dia, hal itu sangat bergantung pada kemauan politik.

“PDI Perjuangan tidak tinggal diam karena rakyat harus dibantu dan infrastruktur harus dipulihkan. Karena kemampuan pemerintah daerah terbatas, kami meminta Presiden menetapkan status tanggap darurat bencana nasional,” ujar Mangapul.

Ia memperkirakan korban akan terus bertambah bila pemerintah pusat tidak segera turun tangan. Risiko kelaparan, penyakit, hingga depresi mengancam warga terdampak. 

“Warga Sumut berada di ambang bencana kemanusiaan,” kata Mangapu.

Bencana di Sumut diperkirakan telah menyebabkan kerugian mencapai Rp9,98 trilun. Sampai Senin 8 Desember 2025, korban tewas di Sumut akibat bencana ini mencapai 338 jiwa, sebanyak 138 masih hilang dan sekitar 650 orang mengalami luka-luka.

Bencana  yang melanda 18 kabupaten/kota di Sumut itu juga telah merusak 121 jembatan, 60 pusat pendidikan, 80 fasilitas umum dan memporak-porandakan lebih dari 11.200 unit rumah penduduk. Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Sibolga dan Tapanuli Utara paling merasakan dampak buruknya. 

Berbagai  Pemerintah dari provinsi lain sudah mengalokasikan bantuan untuk bencana di Sumut ini, termasuk dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan lainnya. Anehnya, Pemerintah provinsi Sumut belum bisa menganggarkan dana daerah untuk penanganan bencana ini. Apa kabar Bobby?

 

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini