Sidang dismissal (pendahuluan) gugatan sengketa Pilkada Sumut
sudah selesai digelar Mahkamah Konstitusi
(MK) pada 22 Februari lalu. Semua pihak masih menunggu putusan dismissal yang
akan dibacakan pada 11 sampai 13 Februari mendatang. Pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala menggugat kemenangan Bobby Nasution di Pilkada Gubernur Sumut ke MK
Pembacaan putusan itu akan sangat menentukan kelanjutan sidang tersebut. Jika MK menganggap gugatan layak diterima, sidang akan berlanjut. Sebaliknya, jika tidak memenuhi dalil yang kuat, hakim MK akan menggugurkan gugatan tersebut.
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumut, Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala selaku pemohon, serta KPU serta Bawaslu Sumut sebagai termohon harus menunggu keputusan dismissal itu.
Tapi melihat proses sidang pendahuluan yang sudah berjalan dua kali, pihak Edy-Hasan sangat optimis kalau gugatan mereka akan diterima. Dengan demikian, sidang akan berlanjut pada pertengahan Februari 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi dan bukti.
Keyakinan itu muncul setelah kubu Edy-Hasan melihat track record para hakim yang berperan dalam persidangan itu. Mereka berharap hasilnya lebih independent sebab tidak ada keterlibatan majelis Hakim Anwar Usman dalam proses tersebut.
“Sejak awal peran Anwar Usman ini yang kami kuatirkan. Semua orang tahu kalau ia adalah ipar dari Jokowi. Dengan demikian, ia juga pamannya Bobby Nasution. Anwar Usman ini yang membuat putusan nir-etika sehingga Gibran bisa lolos sebagai Capres,” kata Sutrisno Pangaribuan, juru bicara pasangan Edy-Hasan.
Awalnya, ujar Sutrisno, sempat mencuat kabar kalau Anwar Usman akan berperan sebagai salah satu hakim panel pada sidang sengketa Pilkada Sumut. Hal itu langsung mengundang protes dari tim hukum Edy-Hasan, sehingga akhirnya ketua MK membatalkan keterlibatan Anwar Usman.
Belakangan Anwar Usman dikabarkan sakit sehingga ia sama sekali tidak terlibat dalam persidangan sengketa Pilkada di MK.
Tidak jelas apakah sakitnya itu benar atau sekedar alasan politis.
Kabar yang beredar, kabar sakit itu hanya alasan belaka agar Anwar Usman tidak terlibat sama sekali sebagai hakim dalam sengketa Pilkada 2024 di MK mengingat ada banyak pemohon yang keberatan dengannya. Apalagi Jokowi terlibat langsung mendukung sejumlah kandidat di daerah yang disiapkannya bersaing pada Pilkada yang lalu.
Sebagian besar kandidat binaan Jokowi itu berhasil menang sehingga tidak sedikit lawan-lawannya menggugat ke MK karena merasa dicurangi.
Kalau Anwar Usman ikut berperan sebagai hakim dalam menyidangkan perkara itu, citra MK pasti akan buruk sekali. Oleh karena itu MK kemudian sengaja menyingkirkan Anwar Usman secara halus.
Salah caranya adalah dengan mengabarkan kalau Anwar Usman sedang sakit. Dengan alasan itu, martabat Anwar Usman terjaga dan tidak ada kesan kalau ia sengaja disingkirkan.
“Mudah-mudahan dengan tidak ada peran Anwar Usman, kinerja MK lebih independent,’ kata Sutrisno.
Jalannya sidang dismissal
Dalam dua sidang pendahuluan yang sudah berjalan, tim kuasa hukum Edy-Hasan menyebutkan adanya kecurangan Pilkada Sumut melibatkan kepala daerah, aparatur hukum dan tim sukses Bobby Nasution pada Pilkada 2024 lalu.
Bencana banjir yang melanda sejumlah daerah juga menjadi penghalang berjalannya proses demokrasi yang adil di Sumut. Hal itu diperkuat dengan rendahnya partisipasi pemilih yang datang ke TPS.
Pada sidang pertama 11 Januari 2024, Bambang Widjojanto selaku tim hukum Edy-Hasan membeberkan secara gamblang berbagai kecurangan itu, mulai dari keterlibatan para Pj Gubernur, keterlibatan Pj kepala daerah, keterlibatan lembaga kejaksaan, apartur Polda Sumut, aparatur desa dan juga sikap tidak professional KPU dan Bawaslu Sumut.
Pada sidang kedua 22 Januari, KPU dan Bawaslu Sumut sempat menampik semua tuduhan itu. Namun ada banyak penjelasan yang janggal dan tidak menyentuh akar masalah.
Justru KPU Sumut mempersoalkan hal-hal yang tidak substantif. Misalnya, KPU Sumut memprotes pernyataan tim hukum Edy-Hasan menyebut pemohon yang mereka bela merupakan pasangan calon nomor 02. Menurut KPU Sumut, pernyataan itu salah.
“Tidak benar pemohon merupakan paslon nomor 02. Yang benar mereka adalah Paslon nomor 2,” kata Unoto Dwi Julianto, selaku penasihat hukum KPU Sumut.
Karuan, keterangan itu mengundang keheranan Ketua Hakim MK, Suhartoyo yang langsung memimpin sidang.
“Jadi menurut Anda, nomor 02 itu berbeda dengan nomor 2,” tanya Suhartoyo.
“Berbeda yang Mulia. Sebab dalam numeklatur KPU tidak ada paslon nomor 02, yang ada nomor 2,” ujar Unoto.
Suhartoyo tidak mau bertanya lebih lanjut. Ia hanya tersenyum kecil.
Suhartoyo lantas meminta tim hukum termohon menjawab hal-hal yang lebih substantif, seperti kecurangan PJ kepala daerah, kecurangan yang dilakukan aparatur Polda Sumut dan Kejaksaan, serta berbagai kecurangan lainnya.
Namun Onoto tidak bisa menyampaikan bantahan yang kongkrit terkait tuduhan kecurangan itu. Begitu juga penjelasan dari Bawaslu yang disampaikan Payung Harahap, komisioner Bawaslu Sumut. Jawaban mereka tidak bisa memberi tangkisan yang ampuh bagi tuduhan yang telah disampaikan pemohon.
Melihat proses sidang tersebut, kuasa hukum Edy-Hasan sangat optimis kalau majelis hakim MK akan melanjutkan persidangan itu. Dengan demikian sidang berikutnya akan masuk kepada pemeriksaan saksi dan bukti.
Sutrisno mengatakan, pihak Edy-Hasan akan menyampaikan 104 alat bukti ke MK untuk memperkuat gugatan itu. Termasuk saksi yang akan dibawa dalam sidang lanjutan.
Saat ini tim Edy-Hasan masih merahasiakan saksi-saksi yang akan mereka bawa ke Jakarta.
Yang pasti, tim hukum Edy-Hasan sangat yakin, para saksi yang mereka siapkan bakal menghadirkan kejutan di persidangan. Berbagai kecurangan Pilkada yang sifatnya Terstuktur, sistematis dan massif akan diungkap secara gamblang. Kita tunggu..!**