-->

Tak Lagi Bisa Diandalkan Memburu Koruptor Besar, Pimpinan KPK Meminta Maaf

Sebarkan:

Konferensi pers Kinerja KPK Semester I Tahun 2025

Aksi  korupsi ada di mana-mana. Namun selama 2025 ini baru sedikit yang terungkap. KPK yang di masa lalu menjadi andalan utama dalam memberantas korupsi, kini tak lagi  berdaya. Adalah Presiden Jokowi yang berperan besar memperlemah KPK, dan kemudian berlanjut di masa sekarang ini. 

Terbukti, di tengah maraknya korupsi di berbagai lembaga, pimpinan KPK yang sekarang baru bisa melakukan dua operasi tangkap tangan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto meminta maaf atas kelemahan itu. Ia membenarkan kalau lembaganya baru bisa melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang periode 2025. Ia sebenarnya meyakini operasi senyap itu bisa dilakukan lebih masif lagi.

Hal ini disampaikan Fitroh dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester I Tahun 2025 yang digelar di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Agustus.

“Sepanjang semester 1 juga telah melalukan dua kegiatan operasi tangkap tangan dan temen-teman sudah mengikuti semua, ya, mohon maaf baru dua,” kata Fitroh dalam kegiatan tersebut.

“Sebenernya kalau KPK, sebenarnya mampu melakukan upaya-upaya operasi tangkap tangan cukup masif,” sambung dia.

Ke depan, Fitroh menyebut pihaknya akan mengupayakan lebih banyak OTT. “Kami dari KPK berharap betul-betul memberikan efek jera. Ya, mohon doa dari teman-teman, kita bisa lebih banyak OTT,” tegas mantan Direktur Penuntutan KPK tersebut.

Adapun pada 2025, KPK melaksanakan OTT pertama pada Maret 2025 di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Enam orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR) selaku Anggota DPRD OKU Sumsel; dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).

Lalu ada juga tersangka dari pihak swasta, yakni MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).

KPK menyebut kasus ini bermula pada Januari 2025 atau ketika pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025. Terjadi pemufakatan jahat supaya RAPBD Tahun Anggaran 2025 bisa segera dilaksanakan.

Salah satu pemufakatan itu disebut dengan meminta jatah uang pokok pikiran atau pokir. Supaya tak mencurigakan, permintaan ini diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp40 miliar.

Rinciannya, untuk ketua dan wakil ketua mendapat nilai proyek sebesar Rp5 miliar masing-masing. Sedangkan untuk anggota dapat Rp1 miliar.

Lalu, OTT kedua dilaksanakan KPK di wilayah Sumatera Utara pada Kamis, 26 Juni. Diduga terjadi pemberian uang dalam proyek pembangunan jalan di provinsi itu.

Dari operasi senyap ini, komisi antirasuah kemudian menetapkan Topan Obaja Putra Ginting atau Topan Ginting selaku Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara sebagai tersangka bersama empat orang lainnya.

Mereka adalah Rasuli Effendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara; M. Akhirun Efendi Siregar selaku Direktur Utama PT DNG; dan M. Rayhan Dulasmi Pilang selaku selaku Direktur PT RN.

Adapun Topan jadi sorotan karena dilantik sebagai Kadis PUPR pada 24 Februari lalu oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution. Dia tadinya menjabat sebagai Kepala Dinas PU atau Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi Kota Medan serta pernah duduk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Sekda Kota Medan ketika menantu Presiden ke-7 RI itu duduk sebagai Wali Kota Medan.

KPK mengungkap ada enam proyek pembangunan jalan dengan anggaran Rp231,8 miliar yang diduga telah terjadi penyuapan. Rincianya adalah sebagai berikut:

  1. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI 2023 (Nilai proyek Rp56,5 miliar)
  2. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang- Gunung Tua-Simpang Pal XI 2024 (Nilai proyek Rp17,5 miliar);
  3. Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI dan penanganan longsoran 2025;
  4. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI 2025;
  5. Pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel (Nilai proyek Rp96 miliar); dan
  6. Pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot (Nilai proyek Rp61,8 miliar

Pelemahan KPK sepertinya akan terus terjadi sebab sampai saat ini posisi lembaga ini seakan ditempatkan berada di bawah Polri. Hal itu bisa dilihat dari pimpinan KPK yang selama 10 tahun terakhir ini dikendalikan oleh Polri. 

Dalam kondisi seperti itu,  kebijakan yang diambil KPK kemungkinan besar akan tunduk kepada keputusan Kapolri. Sementara jabatan Kapolri yang sekarang dikendalikan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang merupakan orang binaan dari mantan Presiden Joko Widodo. Jenderal Listyo dikenal sangat patuh dan tunduk kepada Jokowi.

Dalam posisi seperti itu, maka KPK bisa dipastikan tetap menjadi senjata bagi Jokowi untuk menyingkirkan musuh-musuhnya. Di sisi lain, KPK juga tidak mungkin berani menjadikan keluarga Jokowi sebagai tersangka meski berbagai pengaduan korupsi telah banyak disampaikan ke KPK.

Maka itu, dalam kasus OTT yang berlangsung di Sumut, Gubernur Bobby Nasution dipastikan tidak akan tersentuh hukum.  Bagaimanapun kuatnya keterlibatan Bobby dalam kasus itu, Jokowi pasti akan memberi perintah kepada Kapolri untuk melindungi anak dan menantunya.

Dengan situasi itu, jangan bermimpi kalau Bobby Nasution akan menjadi tersangka meskipun ia adalah salah satu actor korupsi di negeri ini. Selagi rezim masih tunduk kepada pengaruh Jokowi, keluarga mereka pasti akan terlindungi. Lain halnya jika Prabowo bisa melepaskan diri dari pengaruh keluarga itu. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini